"Lo udah biasa ngomong gitu sama kakak lo?" tanya Lidya ketika mereka telah berada di pinggiran taman. Berjalan dengan menendang batu kerikil yang menghalangi jalan mereka.
"Kakak? Kakak yang mana?" Aluna melirik ke Lidya yang tengah menatap dengan tatapan aneh.
"Kakak lo cuma satu kan, tuh Oxy?" tanya Lidya memastikan, ia memutar bola matanya dan menatap Aluna dengan tatapan yang sangat malas. Aluna terkekeh geli.
"Kakakku sekarang ada dua, kau dan Oxy," balas Aluna singkat sembari menatap Lidya dengan yakin.
Aluna memaksa Lidya untuk ikut bersamanya, mereka menuju ke sebuah kursi karena lelahnya memutar-mutar tanpa arah.
"Amit-amit dah saudaraan sama Oxy," ucap Lidya sambil bergidik ngeri.
"Kakak jangan melihatnya dari luar, gimanapun dia itu kakakku. Aku sangat menyayanginya," bantah Aluna sembari tertawa kecil.
"Iya itu saudara lo bukan saudara gue. Kalo lo sayang, kenapa lo ngehina tuh calon tunangannya abis-abisan," sindir Lidya. Aluna terlihat tengah memikirkan sesuatu.
"Aku memang tidak pernah merestui Bianca jadi tunangan Oxy ataupun jadi kakak iparku. Mereka telah dijodohkan sedari kecil, sedari Ayah masih hidup. Aku muak dengan wanita itu!" rasa kesal Aluna berkecamuk dan terluap dengan nada yang menjadi lebih dalam. Orang yang berlalu lalang di hadapannya langsung melangkah dengan cepat, kesan cantik Aluna seketika sirna.
"Lalu lo mau ngapain?" tanya Lidya sembari mengerti apa yang akan ia lakukan ke depannya. Ia menyandarkan punggungnya.
"Aku harus membuat Oxy menjauh sejauh mungkin dari Bianca. Dan kau harus membantuku," ujar Aluna dengan nada suara yang begitu serius.
"Lagi-lagi lo libatin gue dalam masalah ini. Gue mulai ngerti alasan gue ada di sini," lirih Lidya sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Baguslah. Aku harap kita dapat saling menguntungkan. Singkirin aja kerikil yang menghalangi jalan kita," saran Aluna. Lidya mengangguk pelan, banyak lelaki yang menatap mereka dengan tidak berkedip. Kecantikan mereka berdua berhasil membuat orang terpanah.
"Gue masih bingung. Gue rasa lo yang banyak dapat untung di misi ini. Sedangkan gue?" Lidya merunduk melihat ke arah kakinya, sekitaran tanah tempat kakinya berpijak.
"Kakak dapat adik sepertiku," kekeh Aluna. Lidya seketika ternganga menatap ke arah Aluna lalu tertawa bersama.
"Kau ada di sini rupanya?" tanya seseorang. Serentak mereka berdua menoleh ke arah sumber suara.
"Selagi masih hidup bebaskanlah dirimu, karena jika kau telah mati kau akan terkurung dalam peti mati." Aluna memutar-mutar kunci mobilnya ia memalingkan wajahnya dari orang itu.
"Jaga perkataanmu!" tatapannya menatap tajam Aluna, Lidya mulai muak memandanginya.
"Apa yang aku katakan? Aku sedang mengungkapkan fakta. Sejak aku sadar jika aku hidup di dunia kau tidak pernah merasakan hidup di dunia, kau fokus kepada pendidikanmu dan pekerjaanmu. Jangan sampai di dalam kematianmu kau akan bangkit kembali lalu sibuk dengan proses pemakamanmu sendiri." Oxy kini menatapnya dengan kesal lalu menarik lengan Lidya hingga ia dipaksa berdiri.
"Ikut aku! Karena ada rapat penting dan kau harus mengerjakan tugasmu! Jika aku gagal maka kau akan ku bunuh!" ancam Oxy dengan mata berkobar amarah.
Lidya mengikuti langkah Oxy ke arah mobil Lamborghini persis dengan yang Zhiro miliki. Seketika kenangan masa lalu menghantam ingatannya, kepalanya menjadi terasa sangat sakit.
"Bagaimana jika kau gagal? Kau akan membunuhnya? Aku sarankan saja untukmu Kak Lidya, jika dia berhasil menyakitimu dan kau terluka lebih baik kau bunuh saja dia dan aku pastikan kau tidak akan pernah menyesal lalu aku akan mengikhlaskan kepergiannya dan menyewa pengacara ternama di kota ini untuk membelamu," sindir Aluna yang berusaha mensejajarkan langkah dengan Oxy dan Lidya, ia terlihat tenang dan tidak sebanding dengan kata-katanya.
"Diamlah kau!" kesal Oxy sambil memperhatikan arlojinya.
"Ingatkan! Jika kau membunuhnya maka keesokan harinya kau akan menghadiri dua pemakaman. Pemakaman adikmu dan dia." Aluna berlari kecil ke arah Lykannya dan mengemudi dengan cepat menjauhi mereka.
Lidya dan Oxy masuk ke dalam mobil dan melesat cepat menuju ke sebuah tempat.
Ia sampai ke sebuah gedung dengan eksterior dan interior yang begitu megah. Mereka keluar dari mobil mewah itu dan seorang lelaki menyambut mereka.
"Bagaimana, mereka telah sampai?" tanya Oxy dengan nada yang tergesa-gesa.
"Belum. Ada baiknya kau tiba dengan tepat waktu. Dan siapa ini? Seorang wanita yang kau bawa menggunakan mobil mewahmu dan berpakaian kaus oblong dan celana seperti ini dan jangan lupakan jika ia kini mengenakan sendal jepit. Tunangan barumu?" kekeh lelaki itu sambil melirik Lidya dari atas ke bawah. Oxy tersentak kaget dan menatap Lidya sama seperti lelaki itu.
"Kau bodoh!" cerca Oxy sambil menatap Lidya tajam.
"Lo yang bodoh! Lo yang narik gue dari taman tanpa ngeliatin pakaian yang gue pake dengan alasan lo takut gagal dalam pertemuan lo ini! Lo lebih bodoh dari gue!" tukas Lidya tidak terima dengan cercaan yang dilontarkan Oxy.
"Memalukan!" cerca Oxy lagi.
"Ini tidak terlalu memalukan. Dia memiliki kecantikan yang begitu natural tidak seperti tunanganmu itu. Aku tau siapa dia, dia adalah sekretaris barumu yang kau ceritakan kepadaku kemarin? Aku setuju dengan selera adikmu. Lihat! Mereka telah datang. Dan kau, kali ini kau hanya menyimak di kedepannya kau yang akan membantu Oxy dalam tiap pertemuan." Lelaki itu mengisyaratkan dan Lidya mengangguk malas, ini bukan jiwanya. Mereka hadir dan pertemuan pun dimulai.
***
Malam yang dingin, hampir sama dengan suasana hati Oxy yang kini membawa mobil. Suasana dalam mobil sangat mencekam, mereka tiba di depan bangunan tujuannya. Oxy turun dengan lekas dan Lidya menatap aneh lelaki itu sambil berjalan dengan santai sambil memikirkan sesuatu.
Pintu dibuka dengan kasar oleh Oxy. "Aku muak dengan semua ini!"
Aluna tersentak kaget dengan sikap Oxy yang dilihatnya kini. Ia tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Aluna berlari kecil mendekati Lidya yang tengah memandang aneh Oxy.
"Apa yang terjadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Teen FictionBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...