Dengan lelah bercampur derita, mereka menjadikan rumah Oxy sebagai markas sementara. Lidya bersandar di tubuh Gio, untuk siapapun baginya kini bahunya ialah tempat ternyaman.
"Ini bukan akhir dari masalah," gumam Lidya sembari memainkan belati yang pernah Gio berikan.
"Kau benar, berada di posisi kita tidak semudah yang mereka bayangkan. Ketika kita harus menjadi bagian dari mereka dan menyerang keluarga kita sendiri," sahut Oxy. Aluna menyandar pada tubuhnya.
"Sesuatu yang kita lihat seakan hanyalah kesemuan," sambungnya lagi.
"Dan posisi ini juga membuatku menjadi seorang pembunuh, andai ada seseorang yang bisa aku salahkan. Tetapi aku mencintai posisi ini ketika aku bersama kalian," gumam Lidya lagi lalu mengangkat senyumnya.
Gio sedikit berbisik ke arah Lidya dan Lidya langsung berdiri. Gio masuk ke sebuah ruangan dan menggeret Brankas besar itu bersama Rozi.
"Apa yang kau lakukan dengan benda itu?" heran Aluna langsung berdiri di samping Lidya yang menatap Gio dengan tersenyum.
"Memberikan apa yang ingin kalian dapatkan. Lidya, di mana belati tadi?" tanya Gio sambil menegadahkan tangannya. Lidya memberikan dan melemparkannya.
"Tetapi itu tidak bisa dibuka, percuma saja!"
"Kau tidak akan tau. Sidik jari kita telah terkenali di brankas ini tapi kuncinya belum terpasang. Aku sengaja memanipulasi kunci itu," gumam Gio sembari menghancurkan bagian pangkal belati ke lantai. Ujung kunci terlihat dari benda itu, Gio tersenyum sumringah.
Gio langsung memasangkan satu kunci yang berasal dari belatinya dan akhirnya berangkas itu terbuka dan pintu memanti lagi dari dalam sana.
Ia kini memasang kunci yang berasal dari belati Lidya. Benar saja, berangkas itu akhirnya terbuka.
Bongkahan emas dan berlian jatuh dari dalam, berangkas itu tidak begitu besar untuk menampungnya. Gio mengambil beberapa map yang berisi dokumen penting dan memberikan kepada mereka satu persatu dan berhenti di hadapan Lidya.
"Apa ini?" heran Lidya menerima map itu.
"Bagianmu, terima saja dan buka map ini," lirih Gio sembari tersenyum. Lidya membuka map itu dan ia menatap Gio tidak percaya. "Ada apa? Apakah isinya terlalu buruk?"
"Apa ini benar? Pemindahan kekuasaan 3 perusahaan besar milik Lathfierg atas namaku? Aku belum mahir memimpin perusahaan bisa saja ia gulung tikar setelah aku menjadi pemimpin disana," kekeh Lidya tidak percaya.
"Apa yang kau khawatirkan? Aku akan membantumu, lagipula jika kau gulung tikar aku siap membuka lowongan pekerjaan unuk menjadi sekretarisku," balas Gio sambil tertawa kecil lalu memeluk adiknya.
***
Malam semakin larut. Mereka memutuskan untuk pulang, sementara itu Rozi telah pulang bersama pasukannya sedari matahari mulai enggan berada di singgasananya.
Mobil itu bergerak dengan cepat, dari belakang sebuah mobil mewah memotongnya dengan lekas membuat Gio harus melakukan rem mendadak.
"Sial!" geram Gio sembari membuka pintu mobil dan keluar diikuti oleh Lidya.
"Keluar kau! Kau hampir membuat adikku kehilangan nyawanya!" gemertak gigi Gio menendang mobil mewah itu, ia tidak memikirkan berapa kerugian yang akan ia derita.
Lidya memperhatikan mobil tersebut dengan saksama, ia yakin jika ia sangat mengenal mobil ini. Pemiliknya keluar dan memecahkan benar dugaan Lidya.
"Oh ini adalah kau? Bisakah kau datang dengan cara yang baik?" sindir Gio lalu duduk di kap mobil lelaki itu.
Lelaki itu tersenyum, dia adalah Zhiro. "Bisa kau pinjam Lidya sebentar? Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan."
"Gio kau tidak jadi memarahinya? Dia hampir membuat jantungku berhenti," protes Lidya tidak terima namun dengan enteng Gio langsung menggeleng.
Lidya berdecak sesal, untuk pertama kalinya bagi Lidya ketika Gio ternilai sangat mengesalkan. "Sial, kompromi yang hebat."
Lidya langsung berbalik arah namun dengan cepat Zhiro menahannya dan mencekal tangannya. "Ke mana lagi kau akan pergi? Belum puas menghindar padaku?"
"Siapa yang menghindar darimu? Aku sedang banyak pekerjaan," lirih Lidya sembari berusaha melepaskan cekalan tangan Zhiro pada pergelangan tangannya.
"Jangan berbohong padaku, Gio juga telah memberikan kesempatan. Apakah pekerjaanmu lebih penting dari menatapku sebentar?" tanya Zhiro dengan nada melemas.
Lidya masih saja memalingkan wajahnya dari pancaran mata Zhiro, sejenak Zhiro menghela nafas. "Kau masih tidak ingin menatapku? Aku telah mengadakan perjanjian besar dengan Gio untuk malam ini. Tataplah aku saat ini, jika memang kau tidak ingin. Kau tidak lagi dapat melihatku setelah malam ini," jelas Zhiro melirih.
"Jika kau masih ingin aku bernafas lebih lama, tataplah aku saat ini. Jika tidak, Gio akan membuatku tidak bernafas lagi sesuai perjanjian kami," sambung Zhiro, Lidya tidak sedikitpun memberikan respon.
"Satu..."
"Dua..."
"Ti..."
"Perjanjian bodoh apa ini! Jika kau membunuhnya, bunuhlah aku terlebih dahulu," lantang Lidya menghentikan langkah Gio yang telah bersiap dengan arah samurainya.
"Setidaknya perjanjian bodoh ini benar-benar tepat," gumam Gio lalu berbalik ke posisi semulanya.
"Apa yang kau pikirkan? Mengapa kau menjauhiku? Sebab kematian Sadam atau kau mulai membenciku? Aku akan bertahan hidup karenamu, selama ini itu adalah prinsipku. Lalu kau akan pergi meninggalkanku? Menjauhiku dengan cara ini. Kau tau ini benar-benar menyakitkan, atau kau mau membalas apa yang telah aku lakukan kepadamu waktu itu. Aku telah mengatakan segalanya padamu, aku benar-benar tidak menginginkan hal itu tetapi itulah jalan yang baik untukmu. Aku tau itu sangat menyakitimu, kau habisi nyawaku tetapi jangan pernah menghindar dariku dengan cara seperti ini," gumam Zhiro sembari menatap Lidya sendu dan mengusap puncak kepalanya dengan pelan.
"Aku tidak mau kau masuk dalam bahaya yang selalu berkobar di lingkaran keluargaku. Kau tau aku siapa? Aku putri Guarda dan Lathfierg. Permainan harta, cinta, dan tahta masih saja mengincar kami dan akan selalu mengincar kami! Aku tidak ingin kau terlibat dalam bahaya yang kami ciptakan," jelas Lidya sembari menangis terisak.
"Aku ingin agar kau membenciku dan menjauhiku dengan cara itu aku akan membuatmu tetap aman," sambung Lidya lagi. Zhiro langsung menarik Lidya dalam pelukannya dan mencoba menenangkannya.
"Kau pikir aku akan menerima keputusanmu ini dengan mudah? Aku langsung membencimu dan akhirnya menjauhimu? Tidak semudah itu Lidya. Bagaimana bisa aku membenci orang yang aku sayangi. Kau kehidupanku, Lidya. Ke mana pun langkah kakiku berpijak aku akan kembali padamu, mencintaimu, menyayangimu, menjagamu, seperti tugas yang telah aku lakukan dan sempat aku tinggalkan."
"Lagipula, aku sangat menyayangimu. Aku hanya punya cinta, dan lihat saja di hatiku tidak ada lagi cinta yang tersisa untuk aku mencintai orang lain. Jangan buatku menjauh karena aku akan tetap mencari cara untuk selalu dekat denganmu," sambung Zhiro lagi.
"Kau akan mengerti bagaimana cinta seperti ini mengikat kita. Aku akan menyenangkanmu, memanjakamu, membahagiakanmu, menjagamu, dan menyayangimu lebih dari setinggi harapan yang kau inginkan. I'll do anything for you."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
JugendliteraturBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...