** 38.Alna pergi? **

461 31 0
                                    


Selamat membaca..
Revisi
...

Alna terdiam. Gadis itu berdiri di samping brangkar tempat dirinya berbaring lemah tak berdaya, dengan alat-alat medis yang setia tertempel di tubuhnya untuk membantunya hidup.

Alna menyentuh tangannya sendiri yang terasa dingin. Air matanya jatuh, saat ia kembali mengingat kejadian tadi malam.

Alland telah tega berkata kasar padanya, Alland telah membencinya hanya karena ia mengatakan kebenaran. Alna menghela nafas berat, ingin sekali ia membuka mata kembali seperti dulu. Tapi, semuanya terlihat mustahil sekarang.

'Ceklek'.

Dewi memasuki ruangan dengan langkah perlahan. Senyum getir dan nanar kembali terukir kal ia mengingat sosok putrinya yang ceria, kini terbaring tak berdaya di rumah sakit.

Alna menatap ibunya yang berdiri tanpa menyadari kalau ia juga melihat wanita itu. Dewi perlahan mengelus rambut halus milik Alna, yang masih tertidur lelap.

Setetes air mata jatuh, menjatuhi pipinya yang sudah terlihat keriput.

"Sudah tidak ada waktu lagi nak.."

Hening. Hanya suara detak jam dan alat pendeteksi Jantung, yang menunjukan detak jantung Alna.

"Kapan kamu mau membuka mata mu kembali?, Kami sudah sangat merindukanmu..kami menyayangi mu." Ucap Dewi dengan pilu.

"Apa di sana mimpimu terlalu indah nak?, Sampai sampai kamu tidak mu membuka matamu lagi?."

Air mata Alna jatuh sudah, ia tak kuat sekarang. Ia juga merindukan keluarganya. Ia ingin memeluk ibunya ini, tapi ia tak bisa.

"Jika memang benar mimpimu terlalu indah untuk kamu lewatkan, tetap saja kamu harus kembali nak. Mama rindu tawa dan senyummu.. kembalilah meski hanya satu detik." tetesan air mata itu semakin deras mengalir. Dewi mengusapnya perlahan.

"Ini sudah bulan ke-4 kamu tertidur. Apa kamu tidak bosan?."

Alna menatap sendu mamanya yang tak bergeming sedikitpun dari tempatnya.

"Mereka jahat, mereka ingin mencabut alat bantu hidupmu.. jadi sebelum itu terjadi, Mama mohon bangunlah nak. Mama sayang sama Alna."

Alna berbalik, ia tak sanggup melihat pemandangan ini. Hatinya sakit dan remuk, ia hanya ingin satu dari sekian banyaknya harapannya, agar terkabul. Ia ingin menjadi berguna sebelum ajal menjemputnya secara perlahan.

Alna tahu, semua ini akan segera berakhir dengan waktu yang sangat singkat.

...

Alland melamun di meja makan sendirian. Ia masih berfikir, kalau kejadian semalam hanyalah sebuah mimpi belaka. Tapi ternyata, semua itu adalah nyata.

Alna pergi. Alna pergi meninggalkannya, entah kemana gadis itu pergi. Alland tidak tahu.

Ini kali keduanya Alland merasakan sakit, karena kehilangan. Dulu ia juga merasakannya, tapi mengapa?. Kali kedua ini ia merasakan, rasanya lebih sakit dari luka yang sebelumnya?.

"Abang Alland?, Kakak cantik mana?."

Alland menoleh menatap Zahra yang menghampirinya dengan raut wajah bingung. Zahra, adik perempuannya yang mengingatkannya pada sosok Alna.

"Abang ngga tau.." acuh Alland lalu beranjak pergi meninggalkan Zahra yang mengernyit bingung.

"Abang kenapa?."

Alland diam ia tak menyahut. Zahra semakin di buat bingung, ia berlari mengejar Alland yang mulai menaiki tangga. Zahra menyentuh tangan Alland, lalu menggenggamnya erat.

"Abang jawab dulu!!, Kakak cantik dimana?, Kalian marahan ya?, Kalian kenapa?, Kakak can-"

"Zahra bisa diem ngga sih?!!, Abang lagi cape zah!!, Abang kan udah bilang Abang ngga tau kakak cantik ada dimana!!, Zahra jangan buat Abang marah ya!!." Alland menyentak kasar tangan kecil Zahra hingga pegangannya terlepas.

Zahra mematung, ia tak menyangka abangnya membentaknya. Abangnya menepis tangannya dengan kasar.

"Alland apa yang kamu lakukan?!!." Pekik Dira langsung menghampiri Zahra yang bergetar. Dira memeluk erat putrinya.

Alland seakan tersadar, lelaki itu langsung panik. Ia ingin meraih Zahra, tapi gadis kecil itu malah memundurkan langkahnya.

Mata kecilnya berlinang air mata menatap Alland dengan tatapan terluka. "Abang ngga sayang lagi sama Zahra!!." Teriak Zahra lalu berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

Alland hanya bisa menatap punggung kecil yang sudah pergi menjauhinya. Dira menatap putranya dengan tatapan iba.

"Alland Mama mengerti kamu benci sama Mama, tapi.. apakah kamu tega membentak dan berbicara kasar dengan adik mu sendiri Alland?."

Alland menunduk dalam, ia tak mengerti ini semua. Alland menatap ibunya yang tersenyum lembut padanya, Alland rindu senyum itu.

"Mama ngga ngerti masalah kamu yang sebenarnya Alland. Tapi, kita ini keluarga kamu bisa membaginya bersama Mama kalau kamu tak kuat menahannya."

Alland mematung. Kata kata mamanya bermakna sama dengan apa yang di katakan oleh Alna beberapa waktu yang lalu.

"Alna.." gumam Alland pelan. Hatinya terasa kosong sekarang, tanpa adanya Alna di sisinya.

...

Kevin sedang berada di sebuah restoran. Ia menunggu seseorang yang bisa menolongnya.

"Kevin?."

Kevin menoleh ia menatap, sosok yang baru saja memasuki area restoran.
Kevin tersenyum kepada sosok itu, yang tak lain adalah Fahri sahabat karibnya saat SMA.

"Syukurlah akhirnya aku bisa menemui mu sekarang.. bagaimana kabarmu Fahri?"

Fahri tersenyum "baik, Alhamdulillah.."

Kevin mengangguk pelan "aku turut berduka, aku tak tahu kalau putrimu mengalami kecelakaan.."

"Tidak apa, ini semua adalah takdir.. tidak ada yang tahu semua ini akan terjadi.." kata Fahri dengan senyum khasnya.

"Oh ya.. kamu kenapa ingin menemui ku?."

"Sebenarnya aku ingin meminta bantuan dari mu Fahri.."

"Bantuan?, Bantuan apa?."

"Mengenai keluargaku.."

.....
Tbc.

Hayo apakah Fahri mau membantu Kevin??, Lalu bagaimana kelanjutan Alna dan Alland..

Tunggu jawabannya di part depan ya..😁

Vote dan komentar selalu ditunggu ya kak
.😊😊🙏

Alland & Alna [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang