**52.Rahasia (1)**

347 20 0
                                    

REVISI
...

Alland berjalan lesuh memasuki rumahnya, ia tak perduli dengan bajunya yang basah dan wajahnya yang sudah mulai pucat.

Tangan Alland meraih handle pintu lalu membukanya, pemanadangan yang ia lihat pertama ialah kosong. Rumahnya sunyi, tidak ada tanda-tanda dari kedua orang tuanya ataupun Zahra yang biasanya masih bermain dan berkeliaran di dalam rumah.

"Assalamualaikum.."

Tak ada jawaban, biasanya ada mamanya yang selalu menjawab salam darinya, Tapi ini sepi sekali. Kemanakah mereka semua?.

Alland menutup pintunya pelan, matanya memincing menatap guci yang sudah tak berbentuk di pojok ruangan.

'ada apa??.' batin Alland.

Cowok itu kembali melangkah memasuki rumahnya. Alland sama sekali tak melihat keberadaan orang tuanya.

Alland terus melangkah menaiki tangga rumahnya. Pikirannya kembali melayang ke kejadian siang ini. Berawal dari bertemu dengan mr.Andre, menolak penawaran bagus karena ia mengira Alna memberinya tanda lewat guci yang pecah secara misterius, lalu memeluk Kinar yang ia sangka sebagai Alna.

Huh, lelah rasanya Alland memikirkan itu semua. Alland ingin cepat-cepat segera membersihakan diri, agar tidak demam karena ia tadi sempat hujan-hujanan.

"Hiks.."

Alland menghentikan gerakan tangannya yang hampir saja menyentuh handle pintu. Dahinya mengekerut, matanya sedikit kepintu kamar Zahra yang tertutup rapat.

"Apakah suara tangis tadi berasal dari kamar Zahra?." Tanya Alland merasa heran.

Kaki Alland berjalan mendekati kamar Zahra, secara perlahan ia membuka daun pintu itu.

"Zah??, Zahra ngapain?."

Gadis kecil yang sedari tadi berjongkok di pojok kamar, segera menoleh. Dengan wajah sembab ia menatap Alland, lalu detik berikutnya Zahra segera menubrukan tubuhnya untuk memeluk Alland.

Awalnya alland bingung, namun tak urung lelaki itu segera berjongkok dan membalas pelukan erat dari adik perempuannya.

"Zahra kenapa??." Tanya alland dengan lembut, mengelus rambut belakangzahra penuh sayang.

"Hiks.. mama..hiks."

"Mama?, Mama kenapa?." Tanya Alland lagi. Hatinya merasakan sesuatu yang tidak enak lagi, entah mengapa hatinya resah.

"Zahra takut..hiks, tadi ada orang jahat kesini..hiks.." tangis Zahra.

"Maksudnya?."Alland menatap adiknya dengan tatapan bertanya dan mencoba mencari jawaban.

"Orang jahat, yang mau rebut Mama. Zahra takut, tadi juga orang jahat itu bawa pistol, lalu dia tembak guci rumah sampai pecah.. Zahra takut..hiks." jelas Zahra dengan seseguan.

Ada rasa tidak percaya di hati Alland, adiknya ini masih berumur lima tahun. Jadi bisa saja yang dikatakan Zahra itu hanya sebatas mimpi dan fantasi anak kecil saja.

"Sekarang mama ada dimana?." Tanya Alland.

"Mama dikamar sama papa.."

Alland mengangguk paham, cowok itu segera berdiri dari jongkoknya. Alland mengelus sayang pucuk kepala adiknya.

"Abang mau kesana dulu ya, Zahra disini aja.." Zahra mengangguk pelan.

Alland pergi menutup perlahan pintu kamar Zahra, gadis kecil itu menatap sendu pada pintu kamarnya yang baru saja tertutup itu.

Dalam hati kecilnya, ia berdoa semoga mamanya baik-baik saja. Meski umurnya yang terbilang masih dangat kecil, namun Zahra juga sudah paham dengan apa yang terjadi oleh Mama nya tadi pagi.

Karena Zahra melihat semuanya.

...

Alland benar-benar berjalan ke arah kamar Mamanya, kakinya melangkah pelan dan tanpa meninggalkan jejak suara. Niat awal untuk membersihkan dirinya harus ia tunda, demi menuntaskan rasa penasaran yang menggebu dalam hatinya.

"Bagaimana ini, Kev.. aku benar-benar takut.." Alland mengkerut, ia tahu ini suara Mamanya. Alland makin menempelkan dirinya di pintu, agar bisa mendengar dengan jelas pembicaraan orang didalam kamar itu.

"Jujur, aku juga takut. Mengingat kalau Andre itu adalah orang gila yang rela menghalalkan segala cara untuk menghancurkan kita, tapi aku yakin kita masih bisa melawannya meski kekuatan kita tak seberapa, kita harus tetap bersama untuk melawannya.."

Alland semakin mengernyit heran, papanya menyebutkan nama seseorang yang sangat tidak asing di telinganya. Alland tidak tahu, itu nama orang yang sama atau orang yang berbeda.

"Aku hanya takut, kalau Andre akan mengunakan kelemahan kita. Yaitu anak-anak, aku ngga mau mereka kenapa-napa kev. Aku takut.."

"Ssstt.. aku disini, aku tak akan membiarkan Andre menyentuh anak-anak meski seujung rambut sekalipun."

"Lalu bagaimana dengan Alland?, Kurasa dia harus di beritahu dulu, Kev."

"Iya aku tahu, aku sedang menunggu waktu yang tepat."

Sudah cukup Alland penasaran dengan pembicaraan ini semua, dengan keyakinan penuh Alland membuka begitu saja pintu kamar kedua orang tuanya, hingga menyebakan dua orang tersebut langsung menegang di tempat.

"Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dari Alland?." Tanya Alland dengan to The poin.

...

Alna berdiri di antara keluarganya yang menatap penuh harapan pada seorang dokter yang sedang memeriksanya. Alna berdoa dalam hati, semoga saja ada kemajuan yang akan dokter sampaikan nanti.

Dokter itu menatap tubuh lemah Alna sebentar, lalu kembali menatap keluarga Alna yang masih setia menunggu kabar yang akan disampaikannya tersebut.

"Bagaimana keadaan putri kami, dokter?." Tanya Fahri dengan raut wajah penuh harapan miliknya.

Dokter itu menghela nafas beratnya sebelum mengatakan sesuatu yang dapat membuat keluarga dihadapannya ini syok seketika.

"Maaf bapak, saya sendiri belum bisa mengetahui kondisi putri bapak yang pasti. Karena saat ini kondisi putri bapak sangatlah lemah, mengingat kalau kondisi putri bapak telah tak sadarkan diri selama empat bulan lamanya, dan kami takut kalau tiba-tiba tubuhnya drop.."

Tubuh semua orang disana melemas seketika, begitu juga pada Alna yang lagi lagi hanya mampu menampilkan senyum getir nan kecut.

Alna berbalik ia tak sanggup lagi.

"Dokter bohong!, Putri saya masih hidup.." bentak Dewi lantang, sambil menunjuk wajah dokter itu.

Fahri memeluk istrinya mencoba untuk menenangkannya.

Setetes air mata jatuh dipipi Alna, hatinya sesak saat melihat itu semua.

"Maaf bu, tapi memang benar keadaannya seperti itu. Kami para dokter hanya bisa berusaha semampu kami, lalu sisanya kami hanya berserah kepada sang kuasa.."

Dewi menangis histeris, ia memeluk suaminya dengan pelukan erat sarat kesedihan.

Keysa hanya diam dengan pandangan kosong menatap kakaknya yang masih tetap dalam posisi yang sama, yaitu terbaring lemah bersama alat-alat medis itu.

Alna bergetar, ia berjalan menjauh. Waktunya sudah tak lama lagi, sedangkan disisi lain ia harus segera membantu keluarga Alland yang membutuhkan bantuannya.

Alna menatap kedua tangannya yang sudah mulai transparan, dengan pandangan nanar.

"Apakah ini akhir dari semuanya?." Gumam Alna sedih, dan terdengar pilu.

Alna tak tahu kapan waktunya akan segera habis, namun bisakan Alna meminta perpanjangan waktu lagi?. Mungkin cukup sampai Alna melihat keluarga Alland bahagia, itu saja.

...
Tbc

Silahkan komen dan votenya ya kakak-kakak..

sad ending atau happy ending??...

Tunggu saja jawabannya.. 😊

Terimakasih sudah mau membaca😊😊.

Alland & Alna [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang