** 41.Menyesakkan**

390 27 0
                                    

Revisi

...

Alna melangkahkan kakinya memasuki gerbang sebuah rumah mewah yang berdiri kokoh di hadapannya.

Sekarang ini Alna, sangat merindukan neneknya. Meski ia sendiripun tahu, kalau neneknya tidak pernah merasa rindu pada dirinya, walau itu barang sedetikpun mungkin.

Alna dengan mudah langsung menembus pintu gerbang yang tertutup rapat di hadapannya. Alna tersenyum kecil, lalu kembali melangkah masuk ke rumah besar itu.

Alna memasuki area taman belakang di rumah besar itu. Lagi-lagi Alna tersenyum kecil saat mengingat bagaimana masa kecilnya dulu jauh sebelum nenek membenci dirinya.

Neneknya dulu amatlah sangat menyayangi dirinya dan adiknya. Tapi, setelah kejadian naas yang merenggut nyawa sang tante, yang notabene adalah putri kesayangan neneknya  itu membuat neneknya menjadi benci setengah mati padanya.

Alna selalu dituduh kalau sebenarnya ialah penyebab kematian dari sang tante, namun itu semua tidaklah benar. Hanya karena dulu ia bersama tantenya, saat kejadian kecelakan itu neneknya jadi menuduh dirinya.

Saat Alna sudah sampai di taman belakang rumah. Matanya tak sengaja melihat neneknya, Sera. sedang duduk santai sambil menikmati sore hari bersama secangkir teh dan beberapa camilan di atas meja.

Wanita tua itu masih terlihat anggun, dan cantik meski kulit wajahnya sudah mengeriput karena termakan usia.

Alna perlahan menghampirinya. Ia ingin sekali memeluk neneknya sekarang, tapi ia ragu. Mata Alna kembali teralih pada buku kecil yang tampak tak asing baginya, tergeletak di samping cangkir teh milik neneknya.

Begitu Alna menyadari kalau buku kecil yang di pegang oleh neneknya itu adalah buku diarynya, matanya langsung membulat.

"Kenapa buku itu ada disini?." Gumam Alna merasa heran. Alna sadar buku itu banyak berisi curahan hatinya, tentang bagaimana ia selalu ketakutan dalam hidup sendirian dan di benci oleh neneknya sendiri.

Sera meraih buku kecil itu, ia membuka perlahan lembar demi lembar yang telah lusuh itu.

Perlahan mata keriput milik Sera berkaca-kaca menahan air mata yang siap untuk turun. Sera mengusap air matanya dengan perlahan lalu meletakan buku itu kembali pada meja.

"Aku tak mengerti, mengapa dunia selalu tak adil pada hidupku. Takdir sudah mengambil putriku dengan cara yang teramat teragis, lalu apakah takdir juga akan mengambil cucuku dengan cara yang sama?." Keluh Sera penuh dengan kesedihan dan rasa sesak yang terbenam di dalam dada.

Sera bernjak dari kursinya,memasuki rumahnya.

Alna diam. Gadis itu menatap sendu pada neneknya yang perlahan jalan memasuki rumahnya.

Alna meraih buku kecilnya, lalu membukanya secara perlahan. Ia terkadang tersenyum saat membaca sebuah kalimatnya sendiri yang ia tulis dahulu.

"Sungguh aku sangat ingin dipeluk nenek meski itu hanya sekali saja.." guma Alna tersenyum kecil.

Saat Alna ingin membuka lembar selanjutnya. Dadanya tiba tiba terasa sakit kembali. Alna menjatuhkan bukunya di atas tanah, ia meremas kuat dadanya yang terasa amat nyeri.

Rasa sakit yang amat terasa luar biasa menghantam dadanya. Jantungnya seperti direnggut paksa dari tempatnya, ini adalah kali kedua ia merasakan sakit seperti ini, setelah ia pingsan di jembatan atas danau beberapa waktu yang lalu.

Bahkan karena saking sakitnya, air mata Alna menetes secara deras. Keringat Alna mengucur deras, bersamaan dengan air mata itu.

Nafas Alna mulai tersengal-sengal, ia tak mengerti apa yang akan terjadi setelah ini.

Alland & Alna [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang