23. Growl

603 67 17
                                    

.
.
.
.
.

Jubah merah, sekeranjang apel dan cerahnya langit.
Ditengah terpaan badai dan kilatan petir.
Begitulah, awal dari kisah mereka.
Red riding hood and the wolf.

🍂🍂🍂

--GROWL--

"Hati-hati di jalan, sayang."

Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya, menggapai sebuah keranjang rotan berisi beberapa buah apel segar dan sebuah jubah berwarna merah terang yang tergantung di atas kursi yang berada tak jauh di sampingnya.

"Iya, Nenek. Pesanmu akan selalu kuingat." jawabnya dengan nada entang.

"Gadis pintar."

Taeyeon menutup pelupuk matanya saat merasakan usapan lembut sang nenek di puncak kepalanya. Satu kecupan hangat mendarat di atas kepalanya. Orang yang sudah berjasa, dengan keringat dan air mata merawatnya sejak ia belum mahir berdiri dengan kedua kakinya. Gadis itu tak pernah tahu siapa kedua orang tuanya, seperti apa wajah mereka, yang dia tahu hanyalah sang nenek yang selalu berada di sampingnya.

"Selamat tinggal, Nenek!"

Tangan-tangan keriputnya terangkat, melambai di udara saat cucu yang sangat disayanginya sudah berdiri beberapa meter di depan pagar kayu yang telah rapuh. Waktu cepat sekali berlalu. Rasanya baru kemarin ia menggendongnya saat masih dalam buaian ibunya. Sekarang, bayi mungil itu kini telah tumbuh menjadi seorang gadis cantik berumur 16 tahun.

Nenek itu menatap kepergian cucunya dengan raut wajah khawatir. Setelah tragedi 16 tahun lalu, serangan sekelompok binatang buas yang meneror desa, kedua orangtuanya menjadi salah satu dari sekian puluh orang yang menjadi korban. Beruntung, saat itu dia sedang tidak berada di dalam desa dan Taeyeon tengah dalam asuhannya. Ia mengeratkan kepalan tangannya tepat di atas dada, jantungnya, semoga saja tak terjadi apa-apa pada cucu tercinta, Kim Taeyeon.

Selangkah demi selangkah, meninggalkan tempat yang dia sebut rumah dan menapaki jalan tanah berbatu yang sudah menjadi rutinitas. Setiap beberapa hari sekali mengantarkan apel-apel yang mereka petik dari kebun di belakang rumah dan mengantarkannya pada orang-orang yang memesan. Entah untuk konsumsi pribadi atau dibuat sebagai salah satu bahan tambahan dalam membuat kue pie.

Rumah mereka jauh dari keramaian penduduk. Akses untuk ke pusat kota juga sangat terbatas. Perlu melewati rimbunnya hutan selama kurang lebih 1 jam berjalan kaki dan menyebrangi sungai besar setelahnya. Perjalanan yang cukup berat. Tapi, dengan senang hati Taeyeon akan melakukannya demi mendapatkan sedikit uang untuk menyambung hidup mereka berdua.

Awalnya semua berjalan seperti biasa. Melewati jalanan tikus yang di antara rimbunnya pepohonan di hutan sembari bersenandung ria. Tapi, Taeyeon merasakan ada yang aneh. Beberapa kali ia memutar kepalanya ke belakang demi memastikan hal yang membuatnya was-was. Menatap semak-semak belukar yang bergoyang-goyang akibat sapuan angin, membumbung tinggi bahkan melebihi tinggi tubuhnya.

"Kenapa rasanya aneh?" cicitnya. Taeyeon menggeleng, "Ah, bodoh! Apa yang aku pikirkan? Mungkin itu cuma perasaanmu saja Taeyeon."

Taeyeon memutuskan untuk meneruskan perjalanannya. Taeyeon kembali dibuat terkejut dengan air hujan yang mengguyur dengan derasnya. Dibarengi dengan petir yang dengan gagah perkasa menggelegar di atas sana. Ia sontak berlari kesana kemari mencari tempat berteduh, hingga ia sampai pada sebuah goa berukuran cukup besar dengan akar-akar pohon yang menjuntai menghiasi mulut goa. Tanpa pikir panjang, Taeyeon langsung saja membawa tubuhnya masuk ke dalam goa.

Taeyeon meletakkan keranjang rotannya di atas tumpukan batu besar yang cukup tinggi tersusun dengan rapi. Ia kemudian duduk di atasnya sembari membuka tudung jubah yang tadi melapisi kepalanya.

The Tale Of BaekyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang