Aku hanya ingin kamu merasakan kehadiranku

184 13 0
                                    

Happy Reading!!!!  Terima kasih karena selalu membaca.

Kebingungan Rain belum berhenti sampai di sini. Rain yang semula acuh tak acuh dengan nomor asing yang kerap meneleponnya kini berubah memikirkannya. Ini sudah 2 minggu setelah penemuan amplop di dalam loker Rain, dan nomor asing itu semakin sering meneleponnya.

Rain sendiri merasa hidupnya semakin tak tenang. Setiap hari selalu ada hal yang mengganggu pikirannya. Dulu,  saat Rain tidak dekat dengan Rey seperti sekarang ini semua nampak baik-baik saja. Hari-harinya selalu berjalan dengan baik tanpa ada satupun yang mengusik.

Rain sempat berpikir untuk menjauhi Rey secara perlahan. Namun sepertinya, semakin Rain mencoba untuk menjauh justru Rey akan semakin dekat. Berbeda terbalik dengan dulu, saat Rain mencoba mendekati Rey, ia akan menjauh.

Di taman yang sepi ini Rain bisa meluapkan seluruh isi hatinya tanpa khawatir didengar orang lain. Meratapi nasib kurang baik yang tengah menimpanya.

"Belum juga jadian hidup gue makin hari makin nggak tenang aja." Decak Rain kesal.

"Ya Allah... Rain mohon beri Rain titik terang atas semua kejadian yang menimpa hamba-Mu yang lemah ini Ya Allah... " Ucap Rain seraya menengadahkan kedua tangannya.

"Aamiin... " Rain menutup doanya.

"Masih zaman ya menyendiri di taman?" Ucap seorang laki-laki yang berdiri tepat di belakang Rain duduk.

Rain seperti tak asing dengan suara ini. Suara yang pernah ia dengar saat ia merasa sedih beberapa waktu lalu.

"Tino? " Ucap Rain seraya menoleh ke belakang.

"Kenapa?  Kaget ya gue tiba-tiba di sini? " Tino berjalan ke arah Rain.

"Bukan itu yang buat kaget, gue kaget karena lo nyapa gue setelah kurang lebih satu bulan kita nggak saling sapa." Jelas Rain.

"Gue pikir dengn gue marah sama lo bakal bikin gue lupa semuanya. Justru sebaliknya, semakin gue marah sama lo semakin lo selalu ada di pikiran gue. " Tino duduk di samping Rain.

"Maaf  Tin... Gue bener-bener nggak bermaksud buat-" Ucap Rain.

"Udahlah santai aja. Gue udah lupain kok. Lebih tepatnya sih lagi berusaha melupakan." Tino tersenyum simpul.

"Tino... Gue tahu lo cowok yang baik, dan gue yakin lo bisa dapat cewek yang lebih baik dari gue." Rain menatap mata Tino dalam.

"Tapi di mata gue lo yang terbaik. " Lagi-lagi Tino tersenyum.

"Tino... " Ucap Rain dengan mata yang berbinar.

"Hehe, gue becanda kok Rain. Kan gue udah bilang kalo gue bakal berusaha buat lupain lo." Tino terkekeh namun wajahnya tak menatap Rain.

"Beneran ya?  Lo nggak sedih kan? "
Selidik Rain.

"iya... Beneran Rain. Gue nggak akan sedih lagi. " Sahut Tino.

"Gue nggak mau lihat teman baik gue sedih." Ucap Rain lirih.

"Iya, gue nggak sedih lagi kok. " Tino tersenyum dengan manis.

"Gue sedih Rain, bahkan sakit. Dan lagi-lagi lo bilang gue teman baik lo, itu yang membuat gue makin sakit. " Batin Tino.

"Ya udah kalo gitu gue mau cabut dulu. Jaga diri baik-baik Rain, kalo lo sedih bahu gue siap jadi sandaran. " Ucap Tino kemudian melangkah menjauh.

Sementara Rain hanya tersenyum kemudian memperhatikan punggung Tino hingga menghilang.

                            ***

RAIN IN THE SUMMERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang