Terusik

165 16 0
                                    

Happy Reading!!!

       (Now playing : Usik-Feby Putri)

Jam menunjukkan pukul 14.00. Suara sorak sorai gembira dari murid SMA Satu Bangsa terdengar dengan nyaring. Dengan semangat 45 mereka keluar kelas secara berhimpitan, tak peduli keramaian karena yang ada di dalam pikiran mereka hanya pulang, pulang dan pulang.

Seperti murid lain, Rain berjalan menyusuri koridor yang ramai untuk sampai ke parkiran. Mengingat Rey yang hari ini belum juga masuk sekolah Rain memutuskan untuk singgah ke rumahnya. Dengan kecepatan normal Rain mengendarai sepeda motornya, melewati beberapa angkuta kota kemudian melebur bersama kendaraan lainnya.

Selang 30 menit, sepeda motor Rain sudah terparkir di halaman rumah Rey. Masih sama, keadaan rumah Rey masih dipenuhi dengan kerabatnya yang masih bermalam di rumah mewah itu.

Rain berjalan dengan membawa satu kantong plastik berukuran cukup besar dengan lebel minimarket ternama. Ia sengaja membeli beberapa makanan ringan untuk Raisa.

"Assalamualaikum Oma. " Sapa Rain kepada wanita paruh baya yang tengah duduk di teras rumah.

"Waalaikumsalam.... " Sahut Oma tersenyum.

"Kak Rey ada? " Tanya Rain dengan sopan.

"Ada... Kamu langsung masuk aja ya. " jawab Oma.

Tanpa pikir panjang, Rain langsung masuk ke dalam rumah kemudian menuju ke kamar Rey. Tak lupa ia meletakkan barang bawaannya di atas meja makan.

Dengan hati yang tak tenang Rain membuka pintu kamar Rey yang tak dikunci.

"Kak Rey.... " Ucap Rain seraya masuk kedalam kamar Rey.

Rain mencari keberadaan Rey. Ternyata ia tengah duduk di lantai dengan bersandar pada ranjang tempat tidur yang membelakangi Rain. Rain menghela pelan, kemudian tersenyum dengan sendu.

"Kak Rey kenapa? " Ucap Rain seraya berjalan mendekat.

Rain terkejut saat melihat telapak tangan Rey yang sudah di penuhi darah. Rain melihat ke sebelah kanan Rey duduk, bisa Rain lihat dengan jelas sebuah gelas yang pecah. Entah tak sengaja terpecah atau memang dipecahkan. Rain menghela napasnya untuk kesekian kalinya.

Laki-laki dihadapannya kini masih menatap sendu pada foto Mamanya.
Rain menggigit bibir bawahnya yang mulai bergetar. Matanya perlahan memanas, penglihatannya memburam. Cairan bening kembali tertampung dikelopak matanya.

"Kak, Kak Rey.... " Ucap Rain sambil memegang bahu Rey pelan.

"Kak Rey kenapa ngelakuin ini? " Tanya Rain dengan suara bergetar.

"Kalo Kak Rey ada masalah yang membebani hati dan pikiran Kak Rey, cerita  aja sama aku. " Lanjut Rain.

"Pergi lo!! " Sahut Rey dengan nada tinggi.

Rain tersentak dengan respon dari Rey. Ia mencoba tenang sambil menahan air matanya.

"Kak Rey, ak, aku cuma mau...."  Rain menjauhkan sedikit tubuhnya.

Inikah yang membuat pikirannya dari tadi pagi tak tenang. Rain merasakan dadanya yang semakin sesak. Ia mulai tak bisa mengontrol air matanya.

"Gue nggak butuh lo!! " Ucap Rey dengan kasar.

"Kak Rey!! Kenapa Kak Rey jadi begini sih? Kalo dengan kehilangan membuat Kak Rey berubah, membuat Kak Rey kembali cuek dan datar nggak masalah. " Air mata Rain menetes dengan bebas.

"Tapi tolong, jangan sakiti diri Kak Rey sendiri!! Kak Rey nggak mungkin jadi bodohkan!! " Teriak Rain seraya membangkitkan diri dari duduknya.

Rey berdiri kemudian  menoleh ke arah Rain dengan tatapan tajam. Tatapan yang mampu membunuh seketika itu membuat Rain menunduk takut.

RAIN IN THE SUMMERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang