MEMILIH

978 58 11
                                    

Bukan maksud menyakiti, namun perihal hati memang sulit untuk ditoleransi.-Dista Sekar Laksana.



"Dista," panggil Angga yang menghentikan langkah Dista.

"Ada apa, Ga?" tanya Dista memutar tubuhnya menghadap Angga.

Angga menghampiri Dista yang berdiri beberapa langkah darinya, "Bisa gue ngomong sama lo sebentar?"

"Gue sibuk, Ga. Lain kali aja ya?" jawab Dista yang tentu membuat Angga kecewa.

"Kali ini aja, Dis. Sebentar," pinta Angga lembut.

Dista mengangguk menyetujui. Ia tahu hal ini tidak bisa dihindari.

Mereka memilih duduk di taman belakang sekolah. Tempat yang cukup sepi dengan suasana yang sangat tenang itu membuat keduanya diam sejenak menikmati lembutnya terpaan angin yang datang.

"Bentar lagi Ujian Nasional. Pasti lo sibuk banget ya Dis?" ujar Angga memecah keheningan.

Dista mengangguk, "Ya gitu lah, Ga."

"Lama ya kita nggak ngobrol kayak gini," ujar Angga sambil menatap Dista.

Benar. Ini adalah pertama kalinya Angga dan Dista berbincang setelah kejadian di kafe malam itu. Itu pun mereka tidak berbicara banyak. Angga hanya mengantarkan Dista pulang. Kemudian menyuruh Gadis itu untuk beristirahat. Tidak ada pembicaraan yang berarti.

"Mau ngomong apa? Keburu bel, Ga," ujar Dista yang sepertinya tidak ingin berlama-lama.

"Lo tau kan Dis, kalau gue suka sama lo?" tanya Angga masih dengan suara lembutnya.

"Jangan bahas itu sekarang, Ga." Dista terlihat tidak nyaman dengan arah pembicaraan Angga.

"Nggak Dis. Kita nggak bisa membiarkan semuanya abu-abu terus menerus kayak gini. Perlu penegasan sekali lagi, Dis? Gue sayang sama lo." Angga menatap tepat di manik mata Dista.

"Gue udah pernah bilang kan, Ga? Gue butuh waktu. Gue nggak mau-"

"Lo nggak mau kalau lo ada sama gue tapi hati lo masih milik Kendra. Iya? Coba buka hati lo buat gue, Dis. Berhenti berharap sama Kendra. Kalau lo masih berharap sama Kendra dan nggak mau buka hati lo buat gue, itu artinya nggak ada artinya gue nunggu. Yang lo butuhin bukan waktu, tapi lo harus tegas mengambil keputusan lo sendiri."

Dista diam di tempatnya. Matanya tak berani menatap mata teduh milik Angga. Laki-laki itu sudah terlalu baik kepadanya. Rela menjadi sandarannya walaupun sebenarnya dia juga terluka ketika gadis yang dicintainya terluka karena laki-laki lain. Laki-laki yang notabene adalah musuh sahabatnya yang artinya musuhnya juga.

"Gimana perasaan lo sama Kendra, Dis?" tanya Angga lembut walaupun emosinya campur aduk di dalam sana.

Dista bingung terhadap pertanyaan yang dilontarkan Angga tersebut. Ingin ia berkata jujur seperti biasanya bahwa ia teramat sangat menyukai Kendra. Namun untuk saat ini Dista rasa tidak mampu. Ia tahu betapa sakitnya Angga kala ia menceritakan betapa susah payahnya ia mencintai Kendra.

"Gue-"

"Susah banget ya Dis untuk buka hati lo buat gue?" tanya Angga sambil menatap nanar gadis di sampingnya itu.

"Bukan gitu maksud gue, Ga. Gue-"

"It's okay, Dis. Apapun yang bikin lo bahagia gue bakal berusaha ikhlas. Tapi gue minta sama lo, Dis. Please, siapapun itu asalkan jangan Kendra," ujar Angga setia dengan nada lembutnya. Namun dengan hati yang lebih berat.

"Kenapa, Ga? Masih soal permusuhan kalian dua tahun lalu?" tanya Dista.

"Bukan soal dua tahun lalu, Dis. Sampai sekarang Kendra masih tetap sama. Sampai sekarang Kendra adalah orang yang nggak aman buat siapapun yang Laskara sayang."

JANJI PELANGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang