Nyatanya nggak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa kamu percaya sepenuhnya.
Hari ini masih bersama Gibran dan Amara beserta segala kebohongan mereka. Yang namanya cinta memang tidak selalu berada di tempat yang tepat. Jadi di sini bukan hanya waktu saja yang salah, namun tempat pun kadang juga salah. Lebih tepatnya cinta salah dalam menempatkan dirinya. Terkadang cinta harus hadir pada tempat yang mengharuskannya berada pada keadaan yang sulit. Jika sudah seperti itu maka keadaan pun akan ikut terlihat salah.
"Kalau Laskara tau hubungan kita apa dia akan marah?" tanya Amara.
"Aku nggak bisa pastiin dia marah atau enggak. Kalau posisinya Lauren bukan temennya Pelangi udah pasti dia nggak akan marah. Ini posisinya beda, Mar. Kamu sendiri tau itu," jawab Gibran.
Saat ini mereka masih ada di food court mall yang sedang mereka kunjungi sejak sore tadi.
"Sebegitu pentingnya ya Pelangi buat Laskara? Sebegitu besarnya pengaruh cewek itu?" Amara masih agak tidak terima gadis biasa saja seperti Pelangi berhasil menarik perhatian Laskara sebegitu besarnya bahkan menandingi posisi Asha di hidup Laskara.
"Amara, aku minta kamu jangan apa-apain Pelangi bisa?" tanya Gibran lembut.
"Memangnya aku mau apain dia? Aku bukan Bella ataupun Karin, Bran." Amara agak kesal dengan Gibran yang mengasumsikan bahwa ia akan berlaku jahat pada Pelangi.
Entahlah sekarang Amara merasa kesal karena pacarnya itu selalu berusaha melindungi Pelangi. Padahal kalaupun ia harus cemburu seharusnya ia cemburu pada Lauren, yang setatusnya juga pacar Gibran. Namun tentu saja Amara tidak suka Gibran terus membela Pelangi apapun alasannya.
"Aku tau kamu temannya Asha. Walaupun temannya Asha tapi jangan benci Pelangi, Mar. Dia nggak seharusnya ngerasain sama sakitnya seperti Asha ataupun Laskara," ujar Gibran yang tentu saja semakin membuat Amara tersudut seakan ia orang jahat.
"Bran, yang bilang mau benci atau mau apa-apain Pelangi siapa sih? Aku nggak ada bilang yang kayak begitu ya! Aku bukan orang jahat!" emosi Amara.
"Aku tau, tapi dari nada bicara kamu aku juga tau kalau kamu nggak suka sama Pelangi. Belum ke tahap benci. Mungkin aja kalau kamu terus-terusan berpikir buruk tentang dia kamu bakal benci sama dia," ujar Gibran sangat tenang.
"Udahlah Bran. Aku nggak mau kita berantem gara-gara ini. Yang terpenting sekarang aku minta kamu buat cepet-cepet akuin hubungan kita di depan umum. Aku capek Bran kayak gini terus. Cepet putusin Lauren," ujar Amara sambil mengeluarkan ekspresi yang membuat Gibran tak tega untuk tidak menyanggupi permintaannya.
"Iya, Amara. Jangan khawatirkan itu. Kamu tunggu aja. Semuanya akan baik-baik aja," ujar Gibran menenangkan.
"Ayo pulang, Bran. Jangan lupa kalau mall ini jauh. Kita harus pulang lebih awal," ujar Amara.
"Kamu nggak mau beli sesuatu dulu?" tanya Gibran.
"Enggak, Bran. Kita pulang aja," jawab Amara yang entah mengapa mood-nya menjadi tidak baik.
"Aku nggak mau pulang sebelum kamu senyum," ujar Gibran yang peka terhadap perasaan kekasihnya.
Amara tersenyum tipis, "Udah kan Bran? Udah ayo pulang."
"Enggak sayang, kamu harus tunjukin senyum termanis kamu dulu,"ujar Gibran gombal seperti biasa.
Amara pun menunjukkan senyum manisnya. Dalam hal seperti ini ia memang selalu kalah dari Gibran. Cowok itu memiliki pesona yang tak mampu ditolak oleh Amara.
"Nah gitu dong kamu cantik banget, Mar."
Plakk!!!
Tiba-tiba satu tamparan mendarat mulus di pipi Gibran. Tatapannya yang sejak tadi terpusat pada Amara kini beralih pada pemilik tangan yang baru saja menamparnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
JANJI PELANGI
Novela JuvenilPelangi Violetta, gadis manja yang harus berurusan dengan laki-laki kasar bernama Laskara Bintang Samudra. Pelangi berjanji akan selalu membawa kebahagiaan disetiap kehadirannya. Apakah janji itu mampu ditepatinya jika yang dihadapi adalah seorang L...