MENYESAL

828 57 5
                                        

How are you guys?

Ada yang kangen banget aktivitas normal gak? Pada kangen ke sekolah? Ke Kampus? Ke tempat kerja?

Sama-sama berdoa yok semoga pendemi ini cepat hilang.

Sudah siap ketemu Pelangi cs?

Sudah siap?

Ayo kita mulai👇❤

Happy Reading

________________

Menyesal adalah hal yang wajar kan?

________________

Dista tumbang saat ia baru saja sampai di rumah sakit. Mungkin ia terlalu syok dan tubuhnya masih lemas. Terlihat jelas dari wajahnya yang pucat.

Angga sedang ditangani oleh dokter. Lukanya cukup serius. Laskara, Gibran, Pelangi, Lauren, dan Ghea sedang menunggu hasil pemeriksaan. Mereka juga menunggu Dista yang belum sadarkan diri.

"Angga maupun Dista akan baik-baik aja, gue tau." Gibran mengucapkan kalimat tersebut sambil menepuk pelan pundak Laskara. Seakan memahami kegelisahan sahabatnya itu.

Laskara tersenyum samar, "Thanks lo udah datang tepat waktu."

"Kayak sama siapa aja lo. Kalian dalam bahaya sebagai temen yang baik gue nggak mungkin diem aja," ucap Gibran sambil tersenyum tulus.

Laskara hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.

Tentang bagaimana Gibran berhasil menemukan posisi Laskara di gedung tua itu, hmm sebenarnya sedikit rumit. Sebelumnya Gibran, Lauren, Pelangi, dan Ghea memang sudah melaporkan ke kantor polisi. Kemudian ditambah soal plat mobil yang diinformasikan oleh Laskara kepada beberapa 'orang' Samudra. Laskara meminta Gibran untuk berkomunikasi dengan orang suruhan Samudra. Koneksi Samudra memang sangat banyak. Dengan mudah mereka berhasil menemukan mobil berplat nomor yang dimaksud. Apalagi Laskara memberitahu perkiraan posisinya. Kemudian Gibran dan para polisi pun mendatangi tempat yang telah diinformasikan oleh orang suruhan Samudra tersebut.

"Gue ke Dista dulu, ya? Nemenin dia. Kasian kalau bangun malah nggak ada siapa-siapa yang nungguin dia," ujar Ghea meminta izin.

Laskara hanya mengangguk mengizinkan.

"Gue ikut, Kak," sahut Pelangi.

"Gue juga," timpal Lauren dengan cepat. Ia tidak ingin berlama-lama di dekat Gibran.

Ghea mengangguk setuju. Kemudian mereka bertiga pergi ke ruangan tempat Dista dirawat menyisakan Laskara dan Gibran yang duduk di depan ruangan tempat Angga dipriksa. Mereka masih sama-sama diam.

"Menurut lo siapa?" tanya Gibran memecah keheningan.

Laskara menyunggingkan senyum miringnya, "Lo tau siapa yang ada di otak gue. Orang yang saat ini juga pengen gue habisin."

"Well, kayaknya kita menduga orang yang sama. Soal habis menghabisi gue gak pernah ragu sama lo. Tapi gimana cara lo buktiinnya?" tanya Gibran sambil menglipat kedua tangannya di depan dada.

"Apapun caranya, Bran. Gue abisin langsung kalau perlu," jawab Laskara dengan tatapannya yang menajam.

"Gak semudah itu. Itu gak bikin lo menang dari dia. Itu gak bikin dia abis sampai ke akar-akarnya," ucap Gibran memberi nasihat.

Laskara diam memikirkan ucapan Gibran. Benar juga. Ia tidak bisa langsung menerjang musuhnya. Ia butuh cara yang lebih rapi untuk membuat 'dia' jatuh sejatuh-jatuhnya.

JANJI PELANGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang