Mengenal Dia

1.3K 114 8
                                        

Tidak adil rasanya kalau aku menilai seseorang melalui satu sisi saja. Maka bolehkah aku mengenal sisi lain dari dirimu?


Malam ini udara sangat dingin. Suasana bekas hujan masih sangat terasa. Jalanan masih basah. Air sisa hujan masih banyak yang menggenang. Namun hal itu tidak masalah bagi Laskara dan teman-temannya. Mereka tetap berkumpul di sebuah kafe langganan mereka. Apalagi besok adalah weekend. Bisa jadi mereka tidak akan pulang semalaman.

"Weits bro!  Cerah banget tuh muka. Berseri-seri gitu. Abis isi ulang dimana?" Seloroh Gibran saat Laskara baru sampai.

Saat ini Laskara, Gibran, dan Angga sedang duduk di sebuah kafe. Mereka memilih duduk ditempat favorit mereka, yaitu di samping jendela.

"Bacot banget lo, Bran. Isi ulang bacotan dimana?" Laskara terkekeh pelan sambil menoyor kepala Gibran.

"Isi ulang isi ulang apaan dah? Otak lo pada tuh isi ulang dulu. Biar pinter kayak gue," ujar Angga kepada kedua sahabatnya itu.

"Otak pinjeman aja bangga lo, Ga." Gibran terkekeh sambil menoyor Angga.

"Pinjeman pala lo," sahut Angga.

"Pala gue satu Alhamdulillah," ucap Gibran bernada.

"Tuk dipakai di hari raya," sahut Laskara.

"Tak punya pun tak apa-apa," sahut Angga tertawa geli.

"KAGAK USAH PAKEK KEPALA," lanjut Laskara ngegas.

"BACOT ANYING," ucap Gibran tak kalah ngegas sambil menoyor kepala kedua sahabatnya itu. Laskara dan Angga tertawa lebar melihat reaksi Gibran.

"Eh Ga, btw gimana kemaren sama Dista? Dia beneran pulang sama lo kan?" tanya Laskara.

"Iya. Nggak gimana-gimana," jawab Angga.

"Move on dong bro! Dista masih tergila-gila sama si Ken tuh," sahut Gibran.

"Jangan dengerin kutil badak yang satu ini, bakal sesat. Percaya sama gue, Dista pasti bisa suka sama lo. Gue nggak akan ikhlas kalo dia sama si brengsek itu," ujar Laskara.

Angga hanya tersenyum tipis. Dia memang sudah lama memendam rasa untuk Dista. Namun kakak kelas yang disukainya itu malah sibuk menyukai orang lain yang notabenya adalah musuh sahabatnya.

"Cinta nggak bisa dipaksa, Kar. Lo masih mikirin ucapan Ken waktu itu?" tanya Angga.

"Masih lah. Mana mungkin gue lupa. Gue yakin banget Ken masih dendam sama gue," ucap Laskara tegas.

"Soal kejadian itu, lo kan juga salah, Kar." Angga berucap dengan santainya.

"Iya. Gue tau, Ga. Itu semua salah gue. Nggak usah lo ingetin." Tatapan Laskara menerawang ke depan.

Laskara kembali mengingat kejadian dua tahun lalu. Kejadian yang selama ini ia coba untuk kubur dalam-dalam. Kejadian yang menciptakan penyesalan yang teramat sangat bagi dirinya. Kejadian yang membuat dirinya harus selalu berjaga-jaga untuk melindungi orang-orang yang ia sayang. Karena ada sebuah dendam yang mengancam dan masih berkobar.

"Udah nggak usah dipikirin. Mending lo cari cewek aja deh. Lagi kosong kan lo?" ucap Gibran mencairkan suasana.

"Cewek mulu lo, Bran. Gue aduin ke Lauren mampus lo," ujar Angga mengancam.

"Kan buat Laskara, bukan buat gue. Kalo gue mah setia sama bebeb Oren tercintah," ucap Gibran dilebih-lebihkan.

"Halah bulshit kamu mas," ucap Angga sambil terkekeh.

JANJI PELANGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang