SOMETHING WRONG?

722 41 8
                                        

Maaf lama update-nya:(

Jangan lupa vote and comment okey?

Happy Reading!

___________________

Ketika otak dan hati berlawanan arah, aku memutuskan untuk mengikuti kemana arah hatiku pergi. Apa itu salah?

___________________

"Angga..." Dista berlari mendekati Angga yang masih terbaring lemas. Ia belum sadarkan diri.

Dista memandang nanar wajah pucat Angga. Entah mengapa hatinya merasa sesak melihat Angga seperti itu.

Angga terluka karena menyelamatkannya. Dista ingin menangis saat itu juga ketika mengingat fakta tersebut.

"Angga baik-baik aja kan Ghe?" tanya Dista dengan suara yang bergetar. Matanya tidak lepas dari wajah cowok yang masih setia memejamkan matanya itu.

Ghea mengusap pelan punggung Dista, bermaksud menenangkan. "Angga baik-baik aja. Kata dokter sebaiknya kita tunggu dia sadar aja. Jangan khawatir."

"Kalau bukan karena gue Angga nggak akan kayak gini, Ghe." Air mata Dista meluruh tanpa dikomando. Lihatlah, jika apa yang dikatakan Ghea itu bohong maka Dista yakin ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Jangan salahin diri lo sendiri, Dis. Percaya sama gue, Angga akan baik-baik aja. Untuk lo," kata Ghea sambil tersenyum. Ia tidak ingin Dista bertambah sedih. Apalagi keadaannya belum sepenuhnya stabil.

"Tolong tinggalin gue di sini sama Angga boleh Ghe?"

Ghea mengangguk paham, "Kalau ada apa-apa panggil aja. Gue tunggu di luar."

Dista memaksakan senyum tipisnya, "thanks Ghe."

Dista memusatkan atensinya pada Angga. Ia duduk pada kursi di samping tempat Angga berbaring. Air matanya kembali turun. Perlahan ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan Angga. Ia menarik tangan cowok itu dalam genggamannya. Andai saja Angga sadar, Dista yakin Angga akan membalas genggaman tangannya itu. Iya, andai saja.

"Angga tolong bangun. Jangan siksa gue kayak gini, Ga," lirih Dista dengan suara parau khas habis  menangis.

"Maafin gue, Ga. Maaf. Maaf karena sikap gue selama ini. Gue selalu memberatkan hidup lo. Nyusahin lo. Gue emang manusia enggak tahu diri yang enggak pernah menghargai keberadaan lo." Dista menenggelamkan kepalanya diantara tangannya dan tangan Angga yang sedang bertaut.

"Gue enggak bisa bohong sama apa yang gue rasain saat ini, Ga. Gue khawatir sama lo. Gue nggak mau lo kenapa-napa. Jangan kayak gini gue mohon," ucap Dista dengan air mata yang masih saja mengalir. Ia tidak tahu kalau ia akan menjadi secengeng ini hanya karena seorang Angga Antawijaya!

Tak lama kemudian Dista merasa ada yang menyentuh pucak kepalanya. Ia pun mendongak untuk melihat siapa pemilik tangan itu. Dan betapa terkejutnya ketika ia mendapati Angga yang tengah tersenyum lemah kepada dirinya. Tangan Angga yang tidak digenggamnya yang semula mengusap kepalanya tadi beralih menjadi mengusap bekas air mata yang tersisa di pipi Dista.

"Jangan nangis," ucap Angga tanpa mengalihkan tangannya dari wajah Dista. Tatapannya pun tak lepas dari gadis yang dicintainya itu.

"Angga..." bukannya berhenti menangis, Dista malah menangis semakin menjadi.

"Hey, aku baik-baik aja. Jangan nangis," ucap Angga lembut sembari menyeka air mata Dista yang mengalir deras. 

Apa tadi? Angga menggunakan aku-kamu kepada Dista? Ah rasanya perut Dista sudah seperti diserang jutaan kupu-kupu saja. Memang sederhana, namun bagi Dista kini hal tersebut terasa istimewa.

JANJI PELANGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang