Chapter - 72

2.7K 136 29
                                    

4200 Words.
Helo semuanya, apa kabar? Kebetulan aku hari ini kerjaannya agak santai dikit jadi aku sempat2in lanjutin nulis dan update lagi. Aku harap sabtu nanti aku juga bisa update lagi biar dalam minggu ini aku updatenya berarti 3 kali. (Semoga ya, tapi ga janji.)
Belakangan tim Votinganku berkurang nih, apa salahnya di ceritaku atau apa ya? Huhuhu, jadi sedih, tapi gpp semoga kali ini yang vote rajin lagi ya buat nge votenya. Hehehe.
Jangan lupa VOTE & KOMENNYA.

Happy Reading

Love L.K

Mike POV

Dengan langkah besar aku bergegas menelusuri lorong rumah sakit ini hingga aku melihat ada beberapa orang kepercayaanku yang sedang berdiri di depan sebuah ruangan yang ku yakini ialah ruangan di mana Merlin sedang di rawat.

Aku segera mendorong pintu ruangan itu dan melangkahkan kakiku ke dalam ruangan.
Di dalam ruangan terlihat seorang dokter dan juga beberapa perawat yang sedang berjalan mondar mandir sambil mengambilkan beberapa alat yang dokter itu butuhkan.

Mataku tersorot pada sosok wanita yang terbaring lemas dengan wajah pucat dan mata terpejam. Aku mendekati tempat tidur yang di mana terdapat wanita yang sedang ku tatap hingga kepala dokter itu mengarah padaku.

Tangan dokter itu masih terus mengecek keadaan Merlin yang ku rasa sedang tidak sadarkan diri. Setelah dokter itu selesai dengan tugasnya ia menatapku seakan menyuruhku mengikutinya karna ada hal yang harus ia sampaikan padaku.

Aku segera membuntutinya karna mengerti tatapan apa yang ia berikan padaku saat ini. Keluar dari ruangan Merlin aku sempat memberikan perintah kepada salah satu orang kepercayaanku untuk memantau keadaan Merlin di dalam ruangan itu sebelum benar-benar meninggalkannya sendiri karna mengikuti dokter itu.

"Silahkan duduk Mr.Martinez." Kata dokter itu padaku, setelah kami berada di ruangannya.

Ia menghembuskan nafas beratnya sambil sedikit memijit plipisnya yang membuatku yakin jika ia akan memberikan sebuah kabar yang tidak ingin ku dengar.

"Kondisinya memburuk." Dua kata yang ia lontarkan berhasil membuat nafasku tercekat. 

"Tekanan darahnya sangatlah rendah, bahkan di bawah rata-rata tekanan darah rendah pada umumnya yang terjadi pada ibu hamil."

"Jika keadaannya terus seperti ini maka dapat membahayakan sang ibu dan juga janin yang berada di dalam kandungannya, apa lagi kehamilannya baru memasuki trimester ke dua. Selama 4 bulan kehamilannya ia sudah 2 kali masuk rumah sakit karna hal yang sama namun dari riwayat pasien sebelumnya yang saya lihat, kali ini lebih parah."

"Tekanan darah rendah ini dapat menyebabkan sirkulasi darah melambat yang dapat membuat organ-organ internal calon ibu dan janin kekurangan oksigen. Pasokan darah yang rendah juga berhubungan dengan berbagai masalah seperti perkembangan janin serta komplikasi selama masa persalinan. Jika sirkulasi darah yang buruk terjadi pada plasenta yang merupakan sumber utama oksigen dan nutrisi untuk bayi maka semua itu dapat menyebabkan insufisiensi plasenta. Kondisi ini membuat janin tidak dapat memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangannya secara normal hingga janin mulai kelaparan dan fatalnya mati lemas."
Dokter itu menjeda kalimatnya dengan hembusan nafas beratnya lagi.

"Kondisi terburuk yang mungkin terjadi dalam kasus tersebut yakni keguguran."
Dan kalimat dokter ini berhasil membuat seluruh organ tubuhku seakan mati rasa. Lidahku keluh bahkan aku merasa seperti oksigen di ruangan ini seakan berkurang secara drastis.
Belum selesai dokter ini menyiksaku dengan perasaanku yang saat ini, ia kembali membuka mulutnya.

"Jika situasi ini terus berlanjut maka kondisi terburuk yang bisa terjadi pada akhir kehamilan yakni dapat menyebabkan gestosis atau komplikasi kehamilan yang parah dimana mengakibatkan disfungsi organ internal ibu hamil. Tak hanya itu, tekanan darah selama kehamilan dapat menyebabkan dampak fatal bagi bayi. Bahaya lain yang mungkin terjadi yakni bayi dapat meninggal jika ibunya pingsan terlalu lama tanpa ada bantuan tenaga medis."
Lanjut dokter itu. Sungguh semua penjelasannya sukses membuat semua fikiran buruk itu terus berputar di otakku.

Aku tidak mau terjadi sesuatu lagi pada anakku, aku tidak mau apa yang pernah Candice alami terulang lagi terhadap Merlin dan semua itu akan merenggut nyawa janin yang berada di kandungannya yang tidak lain adalah anakku, darah dagingku sendiri.
Sungguh aku tidak siap jika semua itu terjadi dan aku tidak akan pernah siap untuk menghadapi ini yang ke dua kalinya, cukup sekali yang di mana kejadian itu sudah berlalu sekitar satu tahun lebih lalu saat Candice mengalami keguguran.

"Apa yang bisa saya lakukan dok? Apa ada obat atau lainnya yang dapat membantu masalah ini? Aku akan menebus semuanya, berapapun harganya asalah Merlin dan bayiku selamat."
Kataku dengan frustasi.

"Aku hanya bisa memberinya beberapa vitamin untuk saat ini namun hal yang terpenting yang ia butuhkan saat ini adalah perhatian. Kondisi kehamilan seperti yang sedang di hadapi oleh Nyonya Merlin membutuhkan banyak perhatian terutama dari dirimu tuan. Kejadiaan serupa dapat terjadi kapanpun dan dapat mengancam keselamatan sang bayi, oleh karna itu ia membutuhkan seseorang yang berada di sisinya. Nyonya Merlin selalu mengatakan jika kau adalah pria yang sibuk setiap kali aku bertanya mengapa kau tidak menemaninya saat melakukan pemeriksaan setiap bulan tetapi jika boleh ku sarankan, untuk saat ini kurangi sedikit kesibukanmu, beri waktu untuknya. Setidaknya, keberadaan seorang suami akan membantu kondisinya saat ini. Selama kehamilan semua istri pasti mengharapkan sebuah perhatian dari sosok suaminya. Berikan waktu untuknya, pastikan ia banyak istirahat dan makan makanan kaya akan asupan nutrisi. Jaga dia dengan baik jika kau tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya mengingat kondisinya yang sangat lemah. Hanya itu yang dapat ku bantu dan ku harap Nyonya Merlin dan anak kalian tetap dalam keadaan yang baik." Ucap dokter itu panjang lebar.

Dengan kedua kakiku yang terasa lemas, aku melangkahkan kakiku kembali memasuki ruangan Merlin.
Bau obat-obatan menyeruak ke dalam penciumanku saat aku kembali melangkahkan kakiku ke dalam ruangan itu.
Aku mengambil sebuah kursi, menaruhnya tepat di tepi ranjang tempat tidur rumah sakit yang sedang Merlin tiduri itu lalu mendaratkan tubuhku pada kursi itu.

Sungguh ini adalah hal yang sangat melelahkan bagiku.
Melelahkan  karna perasaanku yang tidak karuan saat ini. Khawatir, merasa bersalah, semua itu bercampur aduk menjadi satu dalam benakku.

Dengan sebelah tanganku, aku menarik rambutku ke belakang secara frustasi.
Aku menatap wajah pucat Merlin yang masih terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit ini, perlahan aku raih satu tangannya dan membawa tangannya itu pada kedua telapak tanganku.

"Kau harus berjuang, demi dirimu sendiri, demi anak yang berada di kandunganmu. Anakmu, anakku, anak kita." Kataku tanpa sadar setetes air mata terjatuh membasahi pipihku. Sungguh aku bahkan tidak tau sejak kapan aku menjadi secengen ini. 

"Kau pasti bisa, kau pasti kuat menghadapi ini. Aku akan menemanimu menghadapi semua ini." Kataku masih mendekap tangannya.

Aku terus menatapnya, berharap ia sadar dan membalas semua ucapanku namun ia masih setia memejamkan matanya. Fikiranku kembali tertuju pada apa yang dokter itu katakan.

"Kondisi kehamilan seperti yang sedang di hadapi oleh Nyonya Merlin membutuhkan banyak perhatian terutama dari dirimu tuan."

Trouble With SuperstarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang