CHAPTER 34| PELAKSANAAN RENCANA [1]
Now Playing~ Dalan Liane
[Recomend banget buat kalian play lagu ini. Lagunya enak banget bener. Liriknya jawa si, cuma ... ngena banget lah pokoknya. Jangan lupa dengarkan sambil membaca yaa🌻❤]
•••
Sajaknya tak tersampaikan. Bungkus luar bahkan telah mengusam. Tinta yang di dalam pun terlihat memudar. Sayang, waktu kita bersama bahkan tak mencapai batasan.
***
Tidak buruk dikeluarkan dari sesi pembelajaran. Buktinya, Taran justru menikmati hukuman ini. Cewek itu tidak perlu menyipitkan mata untuk melihat dengan jelas tulisan Miss Ipeh yang ukurannya mirip semut gatal—di papan tulis.
Berleha-leha, berjalan dengan santai di koridor sambil menikmati semilir angin. Kebutuhan primer bagi seorang pelajar yang selalu monoton dalam segudang tugas. Jangan lupakan suasana sekitar. Cuci mata dengan para kakak kelas tampan juga Taran perlukan.
"All emang perfect boy sih," gumam Taran memuja. "Nggak heran sampai si bocil Jhiva tergila-gila, sampai beneran gila tuh bocil."
Taran memandang takjub pada seorang yang sedang berada di lapangan—memantulkan bola orange berulang kali, lalu memasukan ke dalam ring. Badan atletis dipadukan kriteria wajah yang terbilang ramah, benar-benar terlihat semakin sempurna.
"Jago main basket, ramah, baik hati dan tidak sombong, Ketos pula! Astagfirullah pengen gue bawa ta'aruf deh!"
Terlalu lama menyoroti sosok Allaska, membuat Taran lupa dengan tujuan utama. Tersadarkan karena suara perut yang minta di isi asupan. Cewek itu terpaksa memutuskan kontak.
Taran kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tersisa.
"Cacing-cacing di perut, curi-curi nutrisi," Taran bersenandung lagu yang sering mengisi iklan di TV rumahnya. "Awas lo cing! Suatu saat kita bertemu, gue serot balik nutrisi gue!"
Sebenarnya lokasi kantin dengan kelasnya, terbilang dekat. Namun untuk kali ini, Taran sengaja melewati jalur lain. Cewek itu tidak ingin menyia-nyiakan waktu ini untuk hal-hal itu saja. Sesekali juga dia butuh yang namanya refreshing.
Perlu melewati lab Ipa, ruang olahraga, ruang musik 1, disusul dengan lorong .... sepi.
Berpijak tetap di lantai ubin. Gelayutan-gelayutan tangan yang mulanya bergerak mengikuti irama kali, seketika terhenti. Semua hal yang berbau mistis merembet cepat ke saraf otak.
Tubuhnya sampai bereaksi. Memilin ujung dasi, sekaligus merutuki dirinya sendiri.
"Anjir—eh Astagfirullah. Pengen nangis, kenapa gue se-goblok ini,"
Latar suasana yang tengah menyepi, pohon-pohon rimbun bergerak kesana kemari, di tambah lagi hanya seorang diri.
"Kenapa pake lupa, kalau bakalan ngelewatin lorong misterius ini," gugupnya. "Balik lagi sama aja. Udah terlanjur juga."
Lorong yang dimaksud memang sangat jarang dilewati. Bahkan, guru-guru melarang siswanya untuk jangan sekali-kali menyinggahkan kaki. Kononnya lorong ini banyak tersebar penunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANURADHA [SELESAI]
Teen FictionSingkatnya ada cerita di balik kisah lama. Sesuatu yang dialiri dengan luka serta bahagia. Hingga tercipta akhir yang menyertakan dua suasana. Bukan mengalah kepada Semesta, namun jalur ikhlas adalah yang terbaik bagi mereka. Setidaknya ada memori...