CHAPTER 59|MAAF & TERIMAKASIH
Kamu adalah hal indah yang nggak pernah aku duga, yang enggak pernah aku terka sebelumnya. Makasih sudah suka rela untuk hadir.
**
Seumur-umur, baru kali ini Revan merasakan penyesalan yang begitu besar. Gemercik ruang sendu dan rindu terbuka lebar saat matanya memandang nanar sahabat kecilnya yang terpejam rapat di ruang OK. Banyak peralatan medis yang dengan bodohnya terpasang di tubuh Bulan.
"Bego, Lan. Lo bego. Lo itu cewek bebal, cewek kuat, cewek keras kepala. Kenapa lo biarin alat bangsat itu nyentuh tubuh lo, hah." Mungkin salah jika Revan harus menyalahkan Bulan dulu. Sedang yang patut disandang penyebab, adalah dirinya itu.
Revan berbalik memunggungi posisi celah yang menampakkan Bulan dari luar. Dia berada di ambang ragu. Ragu untuk melaju memasuki ruang itu. Ruang yang semakin kesini, semakin membuatnya terasa terbelenggu oleh bayang waktu semu.
"Maafin gue, Lan. Gue emang nggak pantes lo sebut sebagai sahabat." Diam-diam, isak itu keluar tanpa Revan pinta. "Sahabat macam apa yang nggak ada ketika lo sendiri sedang merasa terancam. Bahkan, nyawa juga sedang dipertaruhkan. Tapi dibalik itu gue masih bisa bersyukur. Setidaknya lo masih mau berjuang buat ada di dunia ini."
Tentu saja saat Revan mendengar kabar Bulan sudah meninggal, dia sangat terkejut. Bahkan kesadarannya pun sempat akan benar-benar hilang—sebelum kabar lain menyusul—kalau ternyata keajaiban sedang berbaik hati.
"Gue bahkan nggak berani untuk sekedar masuk dan menyapa lo, Lan." Pandang Revan kembali menatap Bulan dibalik dinding kaca penghalang. "Cepet sembuh. Cepet buka mata. Jangan biarin waktu baik menyita kegesrekan lo terlalu lama. Lo nggak kangen apa ngabisin ice cream se-truk?"
Lantas, hanya buangan napas lelah yang bisa Revan lakukan selanjutnya. Relung kalbu benar-benar telah terluka. Nyali untuk menghampiri pun hilang seiring dia semakin lama menatap wajah pucatnya. Revan tidak sanggup jika dihadapkan dengan permasalahan yang sekarang.
Mungkin menghindar adalah hal yang terbaik untuk saat ini. Revan akan kembali saat perasaan campur aduknya sudah tertata rapi.
"Revan, kenapa nggak masuk?" Suara Hana yang baru datang tiba-tiba menginterupsi.
"Hah, enggak tante. Revan belum berani," jawabnya begitu lirih dengan menunduk. "Nanti aja."
Hana tersenyum dibalik muka sembabnya. "Padahal Bulan pasti bakal seneng kalau kamu mau berkunjung. Tapi kalau kamunya belum siap, gapapa sih. Tante bisa memakluminya."
Sepertinya perkataan Hana perlu Revan ralat. "Revan nggak yakin Bulan bakal ngerasa begitu. Tante, maafin Revan ya, tan. Gara-gara Revan nggak becus jagain Bulan, Bulan jadi kaya begini. Revan jadi merasa, kalau Revan itu temen paling buruk yang pernah ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANURADHA [SELESAI]
Teen FictionSingkatnya ada cerita di balik kisah lama. Sesuatu yang dialiri dengan luka serta bahagia. Hingga tercipta akhir yang menyertakan dua suasana. Bukan mengalah kepada Semesta, namun jalur ikhlas adalah yang terbaik bagi mereka. Setidaknya ada memori...