61- BINTANG & PAPANYA

1.4K 75 189
                                    

CHAPTER 61|BINTANG & PAPANYA

Now Playing~ Di sepertiga malam *lagi pengen bucin:)

Kalau bulan lebih mengerti bintang, dia pasti tidak akan mencoba mendekati matahari dan menghianati bumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kalau bulan lebih mengerti bintang, dia pasti tidak akan mencoba mendekati matahari dan menghianati bumi. Tempatnya memang malam, namun saat awan putih meneduhi, diam-diam dia mendekati matahari.

***

"Dari mana saja?"

Cukup. Hari ini terlalu penat jika ditambahkan lagi dengan masalah yang satu ini. Mengertilah. Bintang sudah terlalu banyak mengampu beban masalah yang kerap membuatnya gundah. Jangan sampai jika dalam waktu ini, bebannya seakan menumpu jadi satu.

"Kenapa nggak angkat telefon?"

Awal mula niat untuk tidak mengindahi, gagal seiring ayunan langkah yang ternyata memilih tetap. Sekilas, Bintang melirik lewat sudut mata figur Papanya yang tengah duduk tegap di sofa.

By the way, Bintang rindu kehangatan yang dulu sering diciptakan.

Dulu, sosok Papanya merupakan kebanggan bagi Bintang tersendiri. Bintang bangga memiliki seorang Papa yang memiliki jabatan tertinggi di kepolisian. Bintang bangga ketika Papanya berhasil memberantas sekongkol penjahat di bumi.

Tapi seiring, waktu menggiringnya ke situasi-situasi—yang bahkan Bintang sendiri sulit untuk mengerti. Semuanya berubah ketika adiknya—Salsa, telah direnggut paksa oleh Sang Kuasa.

Papanya dingin, begitu pula Mamanya. Kedua orang tua itu kerap menyalahkan, bahwasanya kematian Salsa merupakan sebab kelalaian Bintang. Padahal, mereka sendiri juga menyaksikan dengan jelas kecelakaan tabrak lari beberapa tahun silam. Dalam makna lain, mereka juga seharusnya tau, kalau saat itu Bintang hanya anak laki-laki polos yang baru keluar dari gerbang sekolah.

"Kenapa diam!" Gertak Angkasa geram karena pertanyaannya tak kunjung mendapat balasan yang diinginkan.

Tersadar dari lamunan sejenak, Bintang menghadap seluruh ke arah Papanya. Datar. Dingin. Semua itu menjadi dominan ketika mata hazel menabrak pasang mata di depan.

Hal itu semakin memancing emosi Angkasa. "Punya mulut digunain buat bicara!"

See? Kiranya akan ada perubahan yang berkesan perbaikan. Tapi nyatanya, lagi-lagi itu hanya angan. Tidak ada gunanya juga kan kalau Bintang menanggapi? Maka itu, Bintang memutuskan untuk melanjutkan langkah ke tujuan awal.

"Bintang! Gunakan sopan santun kamu!"

Mendadak, Bintang berhenti. Menyembunyikan senyum sinis yang diam-diam terlintas. "Sopan santun? Pernah ngajarin?"

"JAGA UCAPAN KAMU! KA—"

"Papa aja nggak bisa sopan ke anaknya, gimana anaknya bisa sopan ke orang tua? Orang tua itu panutan, right?" Berkesan sinis kala Bintang mengungkap sedikit unek-uneknya. Ini belum seberapa. Setengahnya pun tak ada.

ANURADHA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang