Chapter Twelve

5.1K 606 202
                                    

Haiiii~
Mau minta maaf dulu karena chapter ini lumayan panjang, jadi siap-siap aja yeps. Selamat membaca XD



“Each patient carries his own doctor inside him.”
—Norman Cousins—

Rose menatap pantulan dirinya di cermin. Sejak 10 menit yang lalu, matanya terus tertuju pada tanda kemerahan di leher kirinya. Deep red mark that Jaehyun left last night. Rose menarik napas panjang, kemudian membasuh mukanya. Ia tidak percaya dengan yang dilakukannya semalam. Well, for Jaehyun it might be just a kiss tho. Tidak ada yang spesial dengan tindakannya semalam. Jaehyun hanya melakukan semua hal yang menurutnya menyenangkan untuk dilakukan.

Gadis itu mengelap tangannya dengan tissue kemudian mengeluarkan plester dari dalam saku jasnya. Ia membuka plester cokelat kecil kemudian menempelkannya di atas tanda yang Jaehyun tinggalkan. Rose bergumam sambil mengamati plester di lehernya. “Kalau begini bukannya malah kelihatan lebih aneh ya? Ah sudahlah, toh orang-orang juga tidak akan peduli.”

Bungkus plester di tangannya dilemparkan dan mendarat hampir sempurna ke dalam tempat sampah di samping kakinya. Ia lantas berjalan keluar dengan cepat, menyusuri koridor menuju IGD dengan langkah percaya diri. Sesampainya di IGD, Rose membuka beberapa catatan pasien di pojok resepsionis sambil mengobrol dengan perawat yang berdiri di depannya. Semua hal berjalan dengan baik sampai seorang dokter wanita yang sedikit lebih tua dari Rose menghampiri dan menekan plester di lehernya, menyebabkan gadis itu meringis dan praktis memegangi leher.

“Kau bermalam di rumah siapa semalam, Dokter Park?” tanya dokter itu dengan senyum merekah di wajah cantiknya. Dokter wanita itu dijuluki sebagai SMC Happy Virus karena luapan energi positif dan senyum manisnya bisa membuat banyak orang merasa bahagia. Meskipun kemampuannya sebagai dokter biasa-biasa saja, tapi Rose mengagumi sikap positif dan menyenangkan yang dimiliki dokter di sampingnya ini.

“Dokter Joy,” desis Rose. Tatapannya dengan cepat beralih kembali pada berkas di tangannya. “Kenapa memang?”

“Ada banyak tanda merah di lehermu,” ucap Joy sambil menunjuk beberapa bagian leher Rose. Ia melanjutkan dengan suara cukup tinggi, cukup untuk menarik perhatian beberapa perawat di ruang IGD. “Kau habis camping? Bekas gigitan nyamuknya banyak sekali!”

“Dokter Joy pelankan suaramu!” kata Rose sambil menutup mulut Joy dengan tangan kirinya.

Tangan Joy menepis tangan Rose yang membekap mulutnya. Ia menatap gadis yang kelihatan agak panik itu dengan tatapan penuh selidik. Kemudian sebuah senyum nakal terukir di wajah cerahnya dengan mata berbinar yang membuat Rose semakin gusar. “You had a rough game, didn’t you?”

“No, I did not!” kata Rose dengan suara sedikit di tekan.

“Dokter Park,” kata Joy sambil menyenggol Rose dengan sikutnya. Ia berbisik, “Kalau kau mau menyembunyikan hickey, jangan dengan plester. Kenapa tidak pakai turtle necks saja? Itu lebih efektif.”

“Memang kelihatan dengan jelas ya?” tanya Rose pelan.

“Tidak begitu jelas sih. Hanya kelihatan sedikit merah-merah seperti alergi di leher bagian bawahmu. Pacarmu itu vampir atau apa sih?”

“Dia bukan pacarku,” sanggah Rose dingin. Joy mengangkat alis kirinya sambil melirik Rose yang tengah menuliskan sesuatu. Mungkin diagnosa—meskipun Joy tidak yakin—karena kalau surat cinta lebih tidak mungkin lagi.

Rosé ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang