Chapter Eight

4.9K 618 104
                                    

Chapter ini sedikit lebih panjang. So bear with it yaaa... Jangan lupa voment ya manteman. May God bless your night uhuy~



“Top 15 Things Money Can’t Buy Time. Happiness. Inner Peace. Integrity. Love. Character. Manners. Health. Respect. Morals. Trust. Patience. Class. Common Sense. Dignity.”
—Roy T. Bennett—

Rose terpaksa menghabiskan lebih banyak waktu di kafe itu. Hal yang lebih buruk lagi, ia harus menghabiskan waktu dengan orang yang tidak dikenal baik olehnya. Rasanya sangat mengganggu karena Eunwoo terus tersenyum bahkan di momen-momen yang kurang tepat sekalipun.

“Kau biasa nongkrong sendirian seperti ini ya?” Eunwoo bertanya dengan suara lembut dan kilatan manis di matanya.

Rose membalas dengan sinis dan singkat, “Tidak.”

“Oh, berarti hanya hari ini saja ya?” Eunwoo kembali bertanya.

“Tidak juga. Aku jarang punya waktu untuk nongkrong,” tukas Rose membuat Eunwoo kembali memutar otak untuk menjaga obrolannya tetap hidup.

“Aku juga sama,” celetuk Eunwoo.

“Masa? Bukannya kau, Jaehyun, dan dua anak lainnya sangat suka nongkrong ya?” respon Rose sinis setengah menyindir.

Senyuman kembali menghiasi wajah tampan Eunwoo. Respon sinis dari Rose justru membuat jantungnya berpacu penuh semangat. “Sebenarnya tidak begitu juga sih,” klarifikasinya, “Waktu main kami sebenarnya sangat terbatas. Ada banyak urusan bisnis yang harus dibereskan. Kami mulai di usia yang sangat muda, dan kalau mau sukses, kami harus disiplin. Kurasa kau juga setuju dengan hal itu kan, Miss Park? Jadi saat kami punya waktu luang, kami akan berkumpul dari pagi sampai malam. Kau juga sibuk kan? Kau pasti senang kalau bisa berkumpul dengan teman-temanmu kan?”

“Maaf karena aku harus kembali menyanggah ucapanmu,” kata Rose dengan nada dingin. Kemudian setelah meminum tegukan latte terakhirnya, ia menambahkan, “Aku tidak punya gang seperti kalian tuh. Aku dan temanku juga tidak terlalu tertarik untuk menghabiskan waktu dan uang gila-gilaan seperti yang kalian lakukan. Maaf kalau itu menyinggung.”

“Aneh karena aku tidak merasa tersinggung,” ucap Eunwoo jujur. “Jadi kau jarang bermain ya?”

“Ya.”

“Kalau begitu mau main denganku?”

“Ya,” jawab Rose tanpa sesadarnya. Ia langsung berdiri sambil menggebrak meja dan menatap kesal Eunwoo yang tersenyum di depannya. “Kau laki-laki licik!”

Eunwoo tertawa melihat reaksi yang diberikan Rose. Bisa dibilang, ini merupakan penolakan pertama dengan reaksi paling heboh yang pernah Eunwoo terima. Ia tidak menyangka kalau rasanya bakal semenggelikan ini. “Salahmu main menjawab saja seperti itu. Lain kali kau harus berhati-hati. Tidak semua laki-laki baik sepertiku.”

“Sepertimu apanya,” desis Rose yang masih berdiri dengan ekspresi kesal. “Aku pulang. Cukup senang berkenalan denganmu, Tuan Park.”

Saat Rose hendak melangkah, Eunwoo segera berdiri dan dengan cepat meraih tangan gadis itu. “But you owe me a yes, Miss Park.”

Kedua mata Rose tertuju pada lengan kokoh Eunwoo yang memegangi lengan kanannya, kemudian beralih pada wajahnya yang sempat ia puji karena punya kulit yang sempurna. Sambil menarik tangannya, Rose berkata dengan sinis, “Okay. I won’t owe anything especially to a guy who gave such a stupid offer to a girl he merely knows.”

Rosé ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang