Chapter Fifty Four

3.8K 468 74
                                    

First of all, the silent reader here always give me some goosebumps and a little boom whoah damn great feeling. It's okay, I'm happy that some people still mind to check on this work even though I'll definitely happier if you give a small appreciation to this girl.

It's getting near, Jaehyun will meet Rose and Noa soon. Wait for it and enjoy this chapter ma luvs~



“Our story was not over yet. Not yet. Our souls had a few more dances left to go.”
—Atticus—

Seoul, August 2nd: 20.30 KST
Jaehyun menutup pintu mobilnya dengan keras begitu sampai di Incheon Airport. Langkah kakinya panjang dan tergesa-gesa. Salah satu tangannya sibuk memegangi ponsel yang menempel rapat di depan telinganya—menghubungi Tuan Shin karena ia membutuhkan jadwal Eunwoo dengan segera.

Ia sama sekali tak mengira kalau Eunwoo akan mengantar Rose sampai Baltimore. Pikirnya Rose hanya pergi sendiri—tentu saja itu sedikit tidak mungkin terutama jika mengingat betapa banyaknya barang yang perempuan itu bawa. Informasi yang didapatkan secara cuma-cuma dari Lisa ini sukses membuat darahnya mendidih. Jaehyun tidak ingat alasan ia menghubungi Lisa alih-alih saudara kembar atau mantan kekasihnya. Mungkin karena dia merupakan teman perempuan terdekat Rose—Jaehyun masih tidak yakin dan sungguh alasan itu tak begitu penting saat ini.

“Jadwalnya sudah benar?” tanya Jaehyun pada Tuan Shin di seberang telpon. Tangannya memijat pelipis, merasa pening karena jadwal keberangkatannya sedikit tertunda. “Jangan membuatku menunggu lebih dari 30 menit. Tolong percepat jadwal keberangkatanku dan segera hubungi Departemen Kepolisian Baltimore. Aku juga sudah menghubungi pihak Kedutaan Besar Korea di Amerika. Jangan sampai kita kehilangan bajingan keparat yang berusaha melukai tunangan dan putraku. Perihal Kim Mingyu dan Han Mina, Tuan Choi dan teman-temanku akan mengurusnya. Lakukan saja semua yang kuperintahkan, Tuan Shin. Saat ini aku harus menemui dulu Park Eunwoo. Ada hal penting yang harus kubereskan dengannya.”

Begitu panggilan berakhir, Jaehyun segera mengedarkan pandangan ke setiap sudut yang dapat disapu matanya. Dengan cepat sepasang matanya yang tajam dapat menangkap sosok Eunwoo yang baru keluar dari gerbang Terminal 2. Langkahnya hampir menyerupai orang berlari—sangat panjang dan cepat. Pria yang tengah berjalan dengan tas di tangannya itu membuat Jaehyun kesal. Sehingga yang terjadi berikutnya hanyalah sebuah adegan dramatis yang membuat Eunwoo tersungkur akibat sambutan keras tepat di pipi.

Eunwoo melayangkan sejumlah kata makian sambil memegangi sisi kanan wajahnya yang terasa ngilu. Sudut bibirnya berdarah, membuat amarah dalam tubuh lelahnya membuncah menembus batas kesabaran yang semakin tipis. Seolah penolakan cinta dan penerbangan yang memakan waktu sampai 19 jam lebih tak cukup untuk membuatnya frustasi, sekarang sosok menjulang di depannya malah membuat pikiran dan harga diri Eunwoo seperti dicabik-cabik.

Didukung amarah dan perasaan kecewa yang ia bawa kembali sampai Korea, Eunwoo berdiri kemudian melayangkan pukulan yang sama kerasnya dengan milik Jaehyun. Ia bahkan melayangkan dua pukulan sekaligus—membuat Jaehyun terjatuh di atas lantai dan mengundang perhatian dari orang sekitar. Keduanya saling melempar umpatan, menghadirkan sesuatu yang sangat baru sepanjang belasan tahun masa pertemanan mereka.

“Park Eunwoo! Dasar kau bajingan pengkhianat!” umpat Jaehyun saat ia kembali berdiri kokoh di atas kedua kakinya. Tangannya kembali terayun—kemudian berhenti, menggantung, lalu ia tarik dengan enggan ketika menyadari bahwa semua tindakannya hanya merupakan kesia-siaan belaka. Jaehyun menelan sebagian perasaan kesalnya—hanya mengeluarkan sedikit saja dalam dua baris kalimat padat yang membuat sepasang mata Eunwoo menyorot tajam. “Kau memang seorang keparat oportunis yang memiliki kedok sehalus Hermes. Kau hanya mau berlagak tanpa tahu situasi macam apa yang sedang dihadapi saat ini.”

Rosé ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang