Hai, so basically this chapter will be emotional and makes you shed a tears. Left some thoughts and vote on this chapter yaaa. Selamat membaca~
❄
❄
❄“When he shall die,
Take him and cut him out in little stars,
And he will make the face of heaven so fine
That all the world will be in love with night
And pay no worship to the garish sun.”
—William Shakespeare—Baltimore, September 3rd: 5.15 A.M.
Ponselnya kembali berdering. Rose menerima sangat banyak panggilan mulai dari June hingga Irene yang sama-sama memintanya untuk tetap tinggal di rumah sejak kemarin pagi. Sekarang sudah hampir 21 jam sejak ia menerima panggilan pertama dari Bambam yang memaksanya untuk tetap tinggal dan menjadi sangat bosan di dalam rumah. Ia hanya mondar-mandir sambil menjawab satu per satu panggilan dari orang-orang terdekatnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Bam? Kenapa kalian terus-terusan memintaku tinggal di dalam rumah?” tanya Rose dengan nada menuntut.
“Tidak ada apa-apa, semuanya baik-baik saja kok. Diam saja di rumah sampai Tante Irene atau Lisa sampai ke situ. Kau tidak boleh jalan-jalan terlalu jauh karena Noa akan lahir beberapa hari lagi. Turuti saja, kami hanya sangat peduli dan khawatir padamu, kak.” Bambam menjawab dengan suara parau. Rose tidak tahu kalau Bambam dan teman-teman yang lain sama sekali belum tidur karena Mina dan Mingyu masih dalam pencarian. “Aku tutup dulu telponnya, ya. Istirahat saja. Pastikan kau selalu mengunci pintunya.”
Kebingungan kembali mencuat, menggelitik Rose dengan sejumlah pertanyaan yang tak dapat ia ajukan. Untuk beberapa saat ia hanya duduk, kemudian berdiri untuk mengambil kacang almond di atas meja makan dan menjadikannya sebagai camilan nonton salah satu kartun kesukaannya. Sebelumnya ia tak menyukai acara TV jenis apapun. Tapi saat usia kandungannya menginjak 15 minggu, Rose mulai menyukai acara anak-anak seperti kartun atau tayangan edukasi untuk ibu hamil.
Rose tak pernah membayangkan kalau akan ada saat di mana ia menikmati hal-hal seperti menonton atau berjalan kaki sambil sesekali berhenti untuk duduk dan membaca beberapa artikel kehamilan. Senyumnya terlukis samar, ia ingin berjalan keluar dan menikmati musim gugur pertamanya di Baltimore. Tapi perempuan muda itu tak bisa mengabaikan larangan teman-temannya. Ia hanya akan keluar kalau keadaan memang mengharuskannya untuk bertindak demikian. Lagipula ini masih pukul enam pagi, ia masih bisa menggunakan waktunya untuk tiduran atau mungkin menyeduh teh barley pemberian neneknya Noa. Irene dan Lisa mungkin akan datang hari ini atau besok pagi. Mereka hanya bilang akan datang secepatnya. Rose tak bisa memastikan karena tidak ada parameter pasti yang diberikan keduanya.
“Mungkin Jaehyun juga akan datang ke sini. Dia pasti sudah membaca semua catatan dariku, kan?” bisik hati kecilnya.
Sambil menaruh gelas teh di atas meja, ia tiba-tiba saja membayangkan sebuah pertemuan mengharukan dengan Jaehyun. Tanpa sebuah peringatan, air mata jatuh membasahi pipinya yang agak kemerahan. Wajahnya mendongak, sementara jari-jemarinya terangkat untuk mengusapnya secara perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rosé ✔
Fanfic[COMPLETED] Jaehyun does sleeping with girls but he will never date. Meanwhile Rose is being too focus on pursuing her career and wanna use Jaehyun for a revenge. They make a complete crazy couple. "For the rose, though its petals be torn asunder...