Chapter Twenty Three

5.4K 556 257
                                    

Aloha, we're back a lil bit faster than it should do. Tapi gapapa lah ya, biar kita segera tahu kelanjutan hubungan mereka gimana. Hehe

Happy reading mateman~



"If conversation was the lyrics, laughter was the music, making time spent together a melody that could be replayed over and over without getting stale."
-Nicholas Sparks-

Gramofon Waltz Eugen Doga melantun dengan indah mengisi seluruh sudut ruang tengah penthouse milik Jaehyun. Senyum Rose merekah saat Jaehyun mengulurkan tangan, kemudian membawanya bergerak mengikuti alunan musik dengan lembut. Ia tersenyum begitu ceria kendati Jaehyun bukan seorang pedansa yang baik. Rose bahkan tertawa begitu lepas saat melihat Jaehyun beberapa kali kehilangan langkah dan membuat gerakannya terlihat aneh.

"Seharusnya kau tidak memilih lagu untuk waltz," ujar Rose sebelum memutar tubuhnya dengan keindahan yang membuat Jaehyun semakin terpana.

"Aku bahkan menambahkan Shostakovich's Second Waltz ke dalam playlist." Jaehyun menyahut dengan senyum dalam tiap kali tangannya memutar tubuh Rose yang ringan dan sangat lincah.

"Dua musik waltz ini punya awalan yang mirip-aku tidak mengeluhkannya, malah aku sangat menyukainya," tutur Rose masih dengan antusiasme yang sama. "Jujur saja, kau kelihatan sangat buruk dalam waltz."

"Aku hanya menari dengan baik saat sedang ada di klub, selebihnya aku penari yang buruk." Jaehyun tidak berusaha menutupi ketidakmampuannya dalam hal ini. Baginya, waltz adalah jenis tarian ruangan yang sangat kuno dan tidak begitu populer di kalangan anak muda zaman sekarang. Ia sengaja memutar musik-musik waltz hanya karena Rose menyukainya.

"Kalau begitu ayo mainkan musik yang kau suka," kata Rose. Musik membuat moodnya lebih baik. Bahkan salah satu harapan terbesar dalam hidupnya adalah bisa melakukan operasi sambil mendengarkan Mozart.

Jaehyun melempar senyum. "Musik yang aku suka?"

"Iya, musik yang kau suka. Apapun." Rose menjawab dengan mantap.

"Suaramu adalah jenis musik yang paling aku suka," gumam Jaehyun membuat Rose menyeringai tipis. Ia menarik tubuh Rose, mengikis jarak di antara mereka sebelum mendaratkan satu ciuman lembut di bibirnya.

Kedua lengan Rose melingkar di leher Jaehyun. Senyumnya terukir saat Mozart The Piano Sonata No 16 in C Major tiba pada antrean. Jaehyun jelas hanya memilih musik yang berada pada rekomendasi teratas dalam pencarian YouTubenya. Ia tersenyum tipis, mengingat Mozart bukan dimainkan saat ia sedang mengoperasi melainkan saat seorang pria menciumi dirinya dengan sangat intens.

Erangan halus terdengar saat Jaehyun menggigit bibir bawah Rose yang semakin terbuai oleh musik dan sentuhannya. Tangan Jaehyun melepas gaun yang dikenakan Rose dengan cepat, seolah gaun itu adalah penghalang yang patut dibiarkan tergeletak begitu saja di tengah ruangan dengan sayup musik dan cahaya redup. Tautan mereka terlepas, tatapan keduanya terikat selama beberapa saat sebelum Jaehyun kembali memagut bibir Rose sedikit terlalu keras.

Tiap kali ia disentuh sedemikian intens oleh Jaehyun, pikirannya mendadak kabur, tubuhnya bergerak mengikuti setiap irama yang dimainkan begitu cepat dan keras oleh pria yang menggenggamnya sangat erat. Bahkan saat Jaehyun mengangkat dan mendudukan tubuhnya di atas grand piano hitam di sudut ruangan, Rose hanya menutup mata, merasakan gairah yang membuat dirinya terlihat seperti seorang serakah yang menginginkan pria itu seutuhnya.

Rosé ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang