Chapter Eighteen

5.7K 618 189
                                    

First of all, this chapter seriously are not for kiddos, those under 17 should not read this. It's a big spoiler for you guys cuz yes something might happen down there 😳😳😳

Well, happy reading~



"Dreams do come true, if only we wish hard enough. You can have anything in life if you will sacrifice everything else for it."
—J.M. Barrie—

"Kau yakin baik-baik saja?" tanya Jaehyun dengan tatapan penuh selidik bercampur kekhawatiran yang tergores tipis di wajahnya.

Keadaan Rose sudah lebih baik pagi tadi. Saat mereka tiba di Incheon Airport, rona mukanya sudah kembali dan Rose sudah bisa marah bahkan tertawa mengejek saat Jaehyun tersandung kakinya sendiri ketika keluar dari bandara. Tapi sekarang—setelah ia membeli kopi di kafe dekat rumah sakit dan kembali lagi ke dalam mobil, wajahnya menjadi lebih pucat. Semua antusiasme dan sinismenya hilang, seperti tertinggal di meja kasir saat sedang melakukan pembayaran.

"Aku baik-baik saja," jawab Rose dengan suara pelan. Ekspresinya menunjukkan kekagetan yang berusaha ia tutupi dengan sebuah senyum simpul.

Jaehyun menyentuh kening gadis itu. Dia sempat berpikir kalau demamnya mungkin kembali naik karena kelelahan. Mereka berdua pulang lebih cepat meninggalkan orang-orang di villa yang masih terlelap saat jarum jam menunjuk angka lima. Jaehyun hanya mengabari di grup chat kalau ia harus segera kembali ke Seoul karena ada rapat dewan direksi. Ia tidak bisa pergi dan meninggalkan Rose bersama teman-temannya. Tidak ketika Seolhyun masih ada di situ. Oleh karena itu, dia meminta Rose untuk ikut pulang dengannya-dan untungnya gadis itu langsung setuju tanpa berpikir dua kali.

Tidak banyak percakapan terjadi setelah mereka pulang dari kafe. Saat sampai, Rose langsung turun dengan barang-barang di tangannya setelah ucapan terima kasih yang sopan kendati sangat singkat dan terburu-buru. Bahkan Jaehyun tidak sempat membalasnya dengan sebuah anggukan apalagi ciuman. Ah, ia akan kehabisan waktu kalau sampai melakukan itu. Agak sulit untuk tidak berlama-lama saat ia mulai menciumi Rose. Jaehyun menunduk, menyembunyikan senyum saat tangannya menghidupkan mesin mobil dan melenggang pergi meninggalkan Rose dengan setumpuk pikiran tentangnya. Gadis itu akan datang padanya. Atau kalaupun tidak, mungkin Jaehyun sendiri yang akan datang dan membawa Rose untuk ikut dalam pusaran gilanya.

Di dalam kamarnya, Rose menarik kursi dan mendudukan dirinya sekaligus. Tasnya melorot ke lantai, pandangannya seperti orang linglung yang kelelahan. Ia pikir semuanya akan baik-baik saja, tapi nyatanya tidak. Tidak ketika kedua matanya tanpa sengaja menangkap sosok ayahnya yang berjalan memasuki kafe dengan senyum lebar bersama seorang wanita dan anak laki-laki-yang Rose yakini adalah anak hasil perselingkuhan mereka beberapa tahun silam. Bahkan anak laki-laki itu sudah beranjak remaja.

Pikirannya saat ini menjadi sangat kalut. Perasaan kecewa yang sudah meredup kembali terpantik, menyala dan membakar jiwanya hingga menjadi kabut. Ingatan tentang Kyuhyun yang sudah ia kurung rapat-rapat kembali mencuat, membuatnya meringis karena merasa sangat frustasi dan kehilangan cara untuk meluapkannya. Kedua tangannya mengepal, menampilkan buku jarinya yang terus memutih dan mengeras. Tepat sebelum Rose hampir meledak dalam tangisnya, ponselnya berdering, membuatnya mau tidak mau mengodok tas dan mengangkat panggilan dari orang yang selalu membuatnya merasa dua kali lebih tertekan.

"Halo, Rose! Bagaimana liburanmu dengan Jaehyun?"

Demi Tuhan. Setelah beberapa hari tidak menanyakan kabarnya, ini jadi hal pertama yang ditanyakan Jessica? Bagaimana bisa Jessica bertanya dengan nada ceria dan antusias setelah apa yang dilakukannya pada Rose beberapa hari silam? Dan apa Rose bilang kalau dia pergi ke Jeju dengan Jaehyun dan teman-temannya pada Jessica? Seingatnya ia tidak pernah bilang.

Rosé ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang