OUTRO

4.1K 342 15
                                    

“For the rose, though its petals be torn asunder, still smiles on, and it is never cast down.”
—Rumi—

California: Monday, January 1st
Sekitar pukul sembilan pagi, aku baru selesai menyiapkan sarapan bersama Jaehyun saat Noa menuruni tangga dengan langkah menghentak setengah berlari. Di belakangnya, Isabelle si pengikut setia tampak membuntuti dengan ekspresi masam. Aku dan Jaehyun saling bertukar tatap, tersenyum, seolah sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Mamah, Izzy terus-terusan mengetuk pintu kamarku! Aku sudah memintanya menunggu selama lima menit sampai aku menyelesaikan tugas musim dinginku dan kami bisa sarapan bersama!” Noa menyemburkan protes dengan ekspresi marah yang tersembunyi di balik wajah tenangnya. Waktu berjalan terlalu cepat. Rasanya baru kemarin sejak aku mengandung dan melahirkan Noa, sekarang dia sudah melewati ulang tahun ke delapan dan semakin pandai bahkan tanpa harus mencoba. Baik aku maupun Jaehyun tidak langsung merespon, kami menunggu kalimat lain yang akan Noa berikan setelahnya. “Jesus Crist! Izzy, you should learn how to give some privacy and respect to  others.”

“I respect you!”  sahut Isabelle, kedua tangannya mengepal, seolah berusaha menunjukkan sikap tegas dan seriusnya pada Noa. Tapi tidak sampai satu menit, kepalannya melemah, terlepas sebelum dia berlari memeluk Jaehyun. “Papah, Kak Noa memarahiku lagi.”

“Aku tidak memarahimu, Izzy yang cantik,” kata Noa memberikan pembelaan. Dia dengan sengaja memberi penekanan pada kata ‘Izzy’ dan ‘cantik’.

Ketika Noa bersiap melempar kalimat lain—yang kuyakini Isabelle juga pasti memiliki kalimat balasan meski kadang tidak nyambung dan sedikit tidak masuk akal—dengan cepat aku menarik si bocah laki-laki tampan dan pintar itu lalu memeluknya penuh kelembutan. “Sayangku, kurasa kau melupakan sesuatu,” kataku membuat kedua alis Noa saling bertaut. Setiap menemui kebingungan, dia akan menoleh pada Jaehyun, meminta sebuah jawaban. Kali ini pun Noa melakukan hal serupa, tapi Jaehyun hanya diam sambil memasang senyum jahil.

“What did I forget, mama?” tanya Noa, lagi-lagi dengan Bahasa Inggris.

“Ciuman untukku, kau belum memberikannya,” kataku. Noa menepuk jidatnya, sambil mengukir tawa ringan yang membuat wajah kelabunya menjadi cerah seketika. “Izzy sudah memberikannya tadi pagi-pagi sekali sebelum kami turun ke bawah. Noa sayang, ini masih terlalu pagi dan liburan juga masih panjang. Jangan terlalu banyak belajar atau kepalamu akan sakit.”

“Kepalaku masih sangat kosong, mah. Aku harus mengisinya,” sahut Noa sebelum memberikan dua ciuman di kedua pipiku. Tangannya masih melingkar di leherku, menyenderkan tubuhnya yang menjadi lebih berisi dibandingkan beberapa bulan yang lalu. Menaikkan berat badan menjadi salah satu target jangka pendek Noa—dan dia mencapainya, sebagaimana selalu ia lakukan dengan hampir seluruh targetnya.

“Isi dengan makanan,” timpal Isabelle yang tersenyum iseng dalam pelukan papahnya. Ia sangat suka menggoda Noa, terutama saat kedua mata kakaknya berputar dan menatapnya tajam. Isabelle adalah gadis kecil yang jahil; sementara Noa selalu serius dengan tiap perkataan dan tindakannya.

“Kemarilah Noa, biarkan papah memelukmu dan Belle bersamaan.”

Noa menghampiri Jaehyun dengan enggan—jelas belum bisa berbaikan dengan Isabelle sepenuhnya. Bahkan saat merapatkan diri pada Jaehyun, ada sedikit jarak yang Noa ciptakan dengan Isabelle. Tapi Isabelle kami yang centil dan sangat cerewet benar-benar pantang menyerah. Dengan cepat dia menghamburkan diri ke arah Noa dan memeluk kakaknya itu sekuat tenaga.

“Maaf karena sudah mengganggu belajarmu, kakak. Aku cuma mau sarapan denganmu,” tutur Isabelle begitu manis dan penuh permohonan.

Tangan kanan Noa melingkar di punggung Isabelle, mengelusnya perlahan. Tindakannya memberikan sensasi hangat di hatiku dan Jaehyun—yang segera menarik diri untuk memberikan ruang pada dua anak kami atau dia hanya ingin berada sangat dekat denganku.

Rosé ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang