Chapter Fifty Eight

5.4K 520 145
                                    

Helo halo hai~
Chapter ini didedikasikan khusus buat Jaehyun dan Rose yang siap-siap mau jadi orang tua. It's a spoiler I guess but I don't care. Wish you all enjoy this one as well 💖💖💖



“A baby is God’s opinion that the world should go on.”
—Carl Sandburg—

Jaehyun menggenggam tangan Rose dengan erat saat mereka berjalan beriringan menyusuri taman Johns Hopkins Hospital yang terasa damai dan nyaman. Ia akan menyapa pasien lain atau perawat yang kebetulan berpapasan dengannya sambil mengatakan, ‘Aku akan menikahi perempuan cantik ini. Bukankah itu hebat?’. Rose hanya tertawa, membiarkan Jaehyun melakukan hal yang dia inginkan karena itu sangat menggemaskan.

“Jaehyun, kau sudah mengatakan itu pada 15 orang—atau lebih ya?” ucap Rose kelihatan berpikir. Tapi itu hanya berlangsung sejenak karena dia tidak mau mengingat lebih lanjut. Satu-satunya hal yang ingin Rose lakukan saat ini hanya menggenggam tangan Jaehyun yang terasa hangat, membuat jiwanya sangat tenang.

Langkah Jaehyun terhenti. Ia menatap Rose dengan lekat. Kemudian menarik perempuan itu mendekat, memeluknya, dan mencium keningnya. “Aku sangat senang, Roseanne. Kukira momen ini tidak akan pernah menyambangi hidupku. Menikahimu, menjadi ayah dari anakmu—dan anakku tentu saja, dan berkesempatan menghabiskan lebih banyak waktu denganmu. Saat aku berpisah denganmu, hal yang terus-terusan kulakukan adalah mengelak dan membenci kenyataan. Kau selalu jadi mimpi dan harapan yang sulit diwujudkan. Aku lebih senang bermimpi. Hanya dengan begitu, aku bisa tetap bersamamu.” Jaehyun berhenti untuk mengecup punggung tangan Rose—menciptakan sebuah senyum pada wajah wanitanya. “Tapi saat ini, aku tidak akan lagi berpura-pura dan menjalani kehidupan penuh delusi. Aku lebih suka hidup dalam kenyataan karena kau ada di sini bersamaku. Kau bahkan tidak kembali sendirian. Perempuan galak yang kugenggam ini kembali dengan seorang putra dalam perutnya. Putranya dan putraku, Noa. Ah, ini membuat mataku berair.”

“Kau menangis lagi?” kata Rose tertawa mencibir.

“Tidak. Mataku terkena sapuan angin,” sahut Jaehyun sambil tersenyum dan mengusap air mata yang sedikit jatuh menyentuh pipinya.

“Terima kasih karena sudah menghampiriku. Kau memang pria paling keras kepala dan teguh pendirian,” kata Rose sambil membelai pipi Jaehyun yang sedikit kemerahan—entah karena malu atau cuaca yang agak dingin.

“Roseanne sayang, terima kasih karena sudah memutuskan untuk berhenti berlari dan menungguku,” sahut Jaehyun sambil menyentuh tangan Rose di pipinya.

Mereka berdiri sambil berpegangan tangan dan saling memandang—mendapati segunung kerinduan, cinta, dan kasih sayang yang berpijar layaknya api dalam kobaran. Jaehyun mendorong dirinya mendekat, mengecup bibir Rose begitu hati-hati dan penuh kelembutan. Ia berhenti saat seorang anak laki-laki berteriak hanya untuk lewat di antara mereka dengan langkah santai yang sebenarnya kelihatan agak menyebalkan.

“Dasar anak-anak,” keluh Jaehyun. “Bukankah mereka agak menye—”

“Jaehyun, sebentar lagi kau juga akan punya anak,” kata Rose memperingatkan. Dia bahkan mengangkat salah satu jarinya.

Ia tak menyangka kalau Jaehyun akan buru-buru berlutut untuk meminta maaf pada Noa—membuat piyama putih bergarisnya sedikit kotor di bagian lutut. Padahal Rose hanya berpura-pura keras dengan sikapnya. Tapi reaksi yang Jaehyun berikan benar-benar membuat jiwanya laksana disirami embun yang menyejukkan.

Rosé ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang