Chapter Thirty Nine

3.5K 449 140
                                    

Aloha~
Jumpa lagi dengan saya.

Akhir-akhir ini chapternya emosional mulu enggak tau kenapa. I watch some medical videos and mukbangs. Informasi nggak penting sih sumpah. Hmm... Sambil baca, sambil ninggalin komentar dan vote ya. Terima kasih dan happy reading~



“Destiny is not the matter of chance; it is a matter of choice. It is not a thing to be waited for, it is a thing to be achieved.”
—William Jennings Bryan—

S Medical Center, Desember 24th: 17.35 KST
Menghabiskan tiga minggu tanpa Jaehyun terasa sangat menyiksa bagi Rose. Ia menyibukkan diri di rumah sakit dan hanya pernah pulang sebanyak dua kali untuk menemui Jessica. Wanita itu masih tetap tidak waras—tapi setidaknya ia berada dalam kontrol dan tidak menimbulkan kekacauan yang mengkhawatirkan.

Berita tentang berakhirnya pertunangan mereka terjadi seminggu setelahnya. Media memberitakannya dengan cepat dan besar-besaran. Bersamaan dengan itu, dengan cepat juga Rose merasakan perubahan sikap dari para koleganya yang senang menjilat. Hanya June, Eunwoo, Bambam, Lisa, dan Jungkook yang tidak mengubah sikapnya. Mereka tetap menjadi sahabat yang baik, penuh dukungan, dan penuh perhatian. Bambam dan Jungkook memang jadi yang paling bawel—menanyakan alasan di balik berakhirnya pertunangan sempurna Rose dan Jaehyun, tapi perempuan itu enggan memberi tahu. Dan pada akhirnya kedua pria itu menyerah.

Rose hampir tidak punya waktu untuk dirinya sendiri. Dia bekerja gila-gilaan dan nyaris tidak mengambil waktu libur apapun. Hal itu membuat teman-temannya khawatir. Bahkan Bambam sampai menyuruh ayahnya untuk menegur Rose karena perempuan itu terlalu banyak bekerja. Sayangnya itu tidak berhasil. Rose tidak bisa ditegur dan dihentikan. Selain itu, keahliannya memang dibutuhkan.

“Kak, ini minggu ketigamu tanpa istirahat. Kau bisa sakit!” tegur Bambam sambil berjalan cepat mengimbangi langkah Rose yang tergesa-gesa di sepanjang koridor menuju IGD.

June yang berada di samping kanan Rose menimpali, “Kau bisa sakit. Ini gila, Rose! Bagaimana bisa kau bekerja dengan cara seperti ini? Kau bahkan baru mengambil libur satu hari!”

Sambil memasukan stetoskopnya ke dalam saku, Rose menyahut dengan singkat. “Bukankah kalian berdua seharusnya berada di stase bedah? Kenapa mengikutiku terus?”

“Aku lebih peduli padamu daripada nilaiku,” sahut Bambam. Dia tidak bercanda. Nilai selalu bisa dibetulkan tapi pertemanan tidak bekerja dengan cara demikian. Memperhatikan teman merupakan prioritas tertinggi bagi Bambam. Sebenarnya, dia orang yang sangat setia kawan.

“Tugas untuk hari ini sudah selesai,” kata June. Dia menarik tangan Rose, membuat perempuan itu menghadap ke arahnya. “Dan jam praktekmu juga sudah berakhir sejak satu jam yang lalu.”

Rose menarik tangannya pelan. Kedua matanya memindai June dan Bambam bergantian. Membuat dua orang itu sedikit merinding karena akhir-akhir ini Rose memang jadi semakin dingin seolah tidak punya perasaan. “Ada anak berusia lima tahun dengan dislokasi siku sedang menunggu di IGD. Dia seharusnya diarahkan langsung ke departemen pediatric tapi beberapa staf sangat sibuk karena ini malam natal. Anak ini membutuhkan bantuan, dan aku bisa membantunya.”

Rosé ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang