Hai, please bilang kalo kalian kangen sama Rosé dan penghuni lain di cerita ini. Hahaha... maksa.
Chapter ini panjang. So please be ready and bear with it. Jangan lupa tunjukkan apresiasi berupa vote dan comment yaaa. Selamat membaca~
❄
❄
❄“Kindness is the language which the deaf can hear and the blind can see.”
—Mark Twain—Saat mobil menepi, Eunwoo terdiam selama beberapa saat sebelum memutuskan untuk bertanya, “Kau baik-baik saja?”
Rose masih duduk dengan pandangan kosong—tertuju lurus pada jalanan sepi di depannya. Satu tarikan napas mendahului sebelum ia kembali menangis, memberikan jawaban melalui semua hal yang dapat dibahasakan tubuhnya. Eunwoo tak harus mendapat jawaban melalui untaian kata bahkan sebuah gelengan kepala. Situasi Rose saat ini sudah menjelaskan segalanya.
Berita tentang Jaehyun dan Mina seakan membuat Rose terhuyung, kemudian tersungkur ke dasar jurang kesedihan yang paling gelap dan dalam. Tidak ada satupun kata terucap yang bisa mewakili semua keterkejutan dan kesedihannya. Meskipun berita tentang skandal kencan itu belum dikonfirmasi kebenarannya, tapi hal itu sudah lebih dulu merobohkan pertahanan dan rasa percaya dirinya. Dunia Rose seakan membeku saat dihadapkan pada fakta bahwa dirinya dan Jaehyun memang sudah tak menjalin hubungan apapun. Tapi bukankah papah dan mamah saling mencintai? Noa seperti berbicara dalam batin ibunya.
Pikiran tentang Noa membuat tangis Rose kembali pecah. Ketika wanita itu hendak menarik kedua tangan ke atas wajah, tangan Eunwoo lebih dulu meraih salah satunya. Pria itu menggenggam tangan Rose yang bergetar dan terasa sangat dingin—padahal ia sudah menurunkan suhu AC mobilnya sampai angka terendah.
Eunwoo membawa tangan itu ke sisi kanan wajahnya, membuat Rose terhenyak dan hampir menariknya kalau pria itu tidak menahan gerakannya. “Berhenti menangis dan menyiksa dirimu sendiri, Rose. Saat ini apa Jaehyun benar-benar lebih layak untuk menerima perhatian ketimbang bayimu sendiri? Terus-terusan bersedih dan tertekan bukan saja melemahkan daya tahan tubuhmu, tapi turut melemahkan Noa juga. Ini bukan saat yang tepat untuk menangisi Jaehyun. Kadang kau juga perlu jadi egois. Bukankah kau ingin Noa lahir dalam keadaan sehat? Anak itu adalah prioritasmu. Berhenti memikirkan pria yang bahkan tak tahu kehadiran putranya sendiri.”
“Jaehyun tidak tahu karena memang aku tak memberitahunya.” Rose berusaha membela. Wajah pucatnya terangkat, lalu matanya yang basah dan bergetar memandang Eunwoo dengan tatapan sayu. “Jika Jaehyun tahu... dia akan ada di sini bersamaku dan Noa. Tapi aku tidak memberitahunya. Bukankah ini semua memang salahku?”
“Dia juga tidak mencari tahu. Bahkan Jaehyun sama sekali tak menyadari perubahan pada tubuhmu. Bukankah sangat aneh kalau dia masih tidak tahu kau sedang hamil padahal kalian beberapa kali bertemu? Jaehyun hanya sangat bodoh—atau lebih buruk lagi, dia sama sekali tak peduli.” Kata-kata itu membuat Rose termanggu. Sebenarnya, Eunwoo juga sedikit terkejut karena bisa mengatakan itu tentang Jaehyun. Mereka berteman sangat dekat, apa wajar kalau ia ‘menjelekkan’ Jaehyun dengan cara seperti itu?
Tidak ada di antara mereka yang berbicara setelah ini; hanya ada desah napas yang lembut dan sedikit suara hembusan kasar sebelum Rose memutuskan untuk keluar dari dalam mobil temannya. Tidak peduli seberapa keras Eunwoo mencoba, bagi Rose, dia tetap seorang teman—tidak lebih dan tidak kurang. Tidak ada satupun pria yang bisa menggeser apalagi menggantikan Jaehyun di hatinya. Bahkan, andai memang ini skenario paling buruk, Rose masih akan tetap mencintai Jaehyun meskipun nanti pria itu sudah menikah dengan wanita lain. Terdengar seperti sebuah ironi yang ditulis tangan berhati dingin, membuat Rose terus-terusan merana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rosé ✔
Fanfiction[COMPLETED] Jaehyun does sleeping with girls but he will never date. Meanwhile Rose is being too focus on pursuing her career and wanna use Jaehyun for a revenge. They make a complete crazy couple. "For the rose, though its petals be torn asunder...