Chapter Thirty Six

3.6K 442 218
                                    

Helaw... sorry for publishing it quite late. Chapter ini juga emotional. Dalam artian lain. Hmm... siapkan hati kalian, semoga gak terlalu kesel atau gak terlalu banyak ngumpat. Oh, please, dont forget to vote or leave some comments. I wanna see you there. Hoho.... Selamat membaca~



“All parents damage their children. It cannot be helped. Youth, like pristine glass, absorbs the prints of its handlers. Some parents smudge, others crack, a few shatter childhoods completely into jagged little pieces, beyond repair.”
—Mitch Albom—

Tidak pernah sekalipun dalam hidup Rose ia menyangka kalau Kyuhyun akan menghubungi dan meminta waktu untuk bertemu dengannya. Tidak sejak pria itu pergi meninggalkannya dan Jessica delapan tahun lalu di rumah kecil mereka di Edinburgh. Merasa sangat sengsara, ketakutan, dan tersiksa.

Dua minggu sejak kepergian Junghwan, Rose menghabiskan hari-harinya dengan perasaan sendu dan gelisah. Jaehyun beberapa kali menanyakan keadannya. Ia menjadi sangat khawatir. Tapi Rose tidak memberikan jawaban apapun selain, ‘Aku baik-baik saja. Pekerjaan di rumah sakit membuatku agak lelah,’ yang membuat Jaehyun melengguh lemah. Ia tahu kalau memaksa tunangannya untuk bicara bukan tindakan yang tepat. Sebisa mungkin ia akan menghargai keputusan Rose—selama keputusan itu tidak merugikan keduanya.

Ketika mendapatkan telpon dari Kyuhyun, Rose buru-buru bangun, dan itu membuat Jaehyun yang masih dalam keadaan setengah sadar mengeryit kebingungan. Ini hari Sabtu dan ia sangat yakin kalau Rose tidak memiliki jadwal apapun di rumah sakit. Lantas apa yang membuatnya menjadi sangat terburu-buru? pikirnya. Perempuan itu segera pergi setelah memberikan ciuman singkat yang membuat Jaehyun mengeluh pelan.

Rose memasuki salah satu restoran Jepang ternama di kotanya dengan perasaan gugup. Begitu melangkah memasuki lantai tiga restoran, matanya langsung menangkap sosok Kyuhyun yang segera berdiri, sedikit ragu untuk melambaikan tangan padanya. Ia menguatkan batinnya, mengatakan kalau bicara dengan papahnya mungkin bukan suatu keburukan dan kesalahan.

“Duduklah Rose,” kata Kyuhyun dengan nada suara yang lembut dan santun. Pria ini memang selalu memasang sikap yang baik. Meskipun, ya harus Rose akui kalau selama dua tahun sebelum perceraian resminya, Kyuhyun bersikap dingin dan kasar pada Jessica—dan sesekali padanya kalau Rose bersikukuh membela mamahnya.

Rose mengangguk. Kemudian mendudukan diri senyaman yang ia bisa. Perempuan dengan mantel hitam yang kelihatan sangat elegan itu mengedarkan pandangannya. Telinganya menangkap sayup-sayup permainan musik klasik yang disukainya. “Beethoven.”

“Kau tahu lagu ini kan?” kata Kyuhyun seolah bisa membaca apa yang putrinya pikirkan. “Aku sengaja memilih restoran ini karena kau mungkin bakal menyukai suasananya. Kau selalu menyukai musik klasik, Rosie. Begitu juga papah.”

Papah, Rose mengulangi dalam hati.

“Apakah aku mengganggu pagimu? Kudengar kau dokter yang sangat sibuk. Maafkan aku karena sudah mengganggu akhir pekanmu.” Kyuhyun bicara dengan nada halus yang membuat hati Rose meringis. “Dan maaf karena aku baru sempat menghubungimu sekarang, nak. Dua minggu ini terasa sangat berat untukku dan Seohyun. Itu benar-benar sebuah tragedi yang memukul batin kami sekeluarga.”

“Aku turut berduka cita,” sahut Rose sambil menundukkan kepala.

Kyuhyun mengulas senyum nanar. “Kau terdengar seperti orang asing. Bukankah kau sangat dekat dengan Junghwan? Kepergiannya mungkin meninggalkan kepedihan tersendiri untukmu.”

“Junghwan adalah anak yang sangat baik. Dan dia juga adikku.” Rose menyahut dengan nada tajam dan dingin yang membuat Kyuhyun tersenyum semakin tipis. Pria paruh baya itu memaklumi sikap sinis yang dilayangkan putrinya. Malahan, kalau Rose tidak bersikap demikian, ia bakal merasa keheranan. Rose hanya berdehem melihat senyum tipis itu kemudian menambahkan, “Kenapa kau memintaku datang kemari?”

Rosé ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang