50. Keputusan

281 21 15
                                    

Vio memasuki cafe milik Dhafian, malam ini ia akan meminta penjelasan langsung tentang kejadian tadi siang. Awalnya Vio tidak di izinkan untuk keluar, namun gadis itu tetap memaksa.

"Dhafian!" Sapa Vio.

Pria itu menoleh, terlihat terkejut.

"Aku mau ngomong," ucap Vio.

Dhafian mengangguk kemudian mereka duduk, Vio terlihat serius membuat Dhafian merasa heran pada gadis itu.

"Pulang sekolah kemana aja?"

Dhafian terlihat berfikir. "Cafe, aku, kan udah bilang."

Vio tertawa kecil. "Aku kira kamu habis jalan sama Aurel. Soalnya tadi siang aku ga sengaja ketemu Aurel sama cowok, mirip banget sama kamu. Kamu punya kembaran? Kok ga cerita?"

"Vio."

"Hebat banget ya kamu, Dhaf." Vio tertawa hambar.

"Aku bisa jelasin."

Vio diam, menunggu Dhafian melanjutkan perkataannya.

"Aurel sakit, dia minta aku buat nganterin ke dokter. Awalnya aku nolak, tapi mamahnya bilang kalau Aurel ga mau ke dokter selain sama aku," Terang Dhafian.

"Sakit? Kemarin dia berangkat sekolah."

"Iya, Aurel tetap maksa buat masuk sekolah. Mamahnya bilang gitu."

"Sekarang prioritas kamu dia?"

Dhafian menghela nafasnya. "Ini bukan soal prioritas, tapi kesehatan. Kalau aku ga nganterin Aurel ke dokter, gimana keadaan dia sekarang? Mungkin lebih buruk dari yang kemarin."

"Harus bohongin aku? Kenapa ga jujur aja?"

"Aku ga mau kamu marah lagi."

"Aku lebih marah kalau kamu bohong. Mungkin kalau kamu jujur, aku coba buat ngertiin."

"Oke, aku salah. Maaf," Ucap Dhafian tulus.

"Aku gatau harus gimana lagi, aku capek, Dhaf," Kata Vio, matanya menatap ke arah lain tidak berani menatap pria itu.

"Kita masing-masing aja dulu ya?" Pinta Vio.

Dhafian sedikit terkejut. "Maksud kamu kita break?"

Vio mengangguk samar. "Kita butuh rehat, memikirkannya dengan kepala dingin. Aku ga mau ambil keputusan di saat seperti ini."

"Kamu pikirkan baik-baik ya? Hati kamu itu sebenarnya untuk siapa? Aku pulang, tadi izinnya cuma sebentar." Vio bangkit.

"Biar aku anter."

"Makasih, aku bisa pulang sendiri. Salam buat Raya." Setelahnya, Vio pergi dari cafe, air mata membasahi pipinya saat itu juga.

•••••

Hari-hari mereka sekarang, terasa lebih canggung. Bagaimana tidak? Vio selalu mencoba menghindar dari Dhafian, ia terkadang lebih memilih makan bekal yang sudah ia bawa di kelas. Teman-teman mereka tidak ada yang tau tentang hubungan Vio dan juga Dhafian sekarang. Keduanya memilih tidak bercerita, dari pada nantinya akan di tanya banyak hal.

Syila merasa aneh dengan sikap Vio yang cenderung lebih memilih diam di kelas. Syila sempat bertanya, dan Vio menjawab kalau dia hanya mager, terkadang Vio menjawab capek atau tidak enak badan. Kevin dan Syila juga sempat bertanya hubungan Vio dan Dhafian pada gadis itu, dan Vio menjawab bahwa hubungannya baik-baik saja.

Sekarang ini jam istirahat. Vio duduk sendiri di bangku pinggir lapangan basket, menikmati sandwich yang sudah mamahnya siapkan tadi pagi sambil melihat anak basket yang sedang bermain. Terkadang, jika Vio sedih ia lebih memilih menyendiri.

Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang