Sore sudah berganti malam, Vio bersiap-siap karena malam ini ia akan mengajak Dhafian ke suatu tempat, mungkin ia bisa sedikit menghibur pria itu.
Setelah Vio siap, ia menunggu di ruang tamu, karena Dhafian akan menjemputnya. Tak lama, Dhafian datang. Sebelum berangkat mereka izin dan salam pada orang tua Vio.
Vio memasuki mobil Dhafian, setelahnya mobil keluar dari pekarangan rumah Vio.
"Dhaf," panggil Vio, memecah keheningan yang ada.
"Hm," jawab Dhafian tanpa menoleh, ia fokus menyetir.
"Aku boleh tanya?"
"Iya,"
"Apa kamu tidak merasa di selingkuhi oleh Zahra? Ah, maksud ku pasti kamu sakit hati ya?" Tanya Vio pelan.
Dhafian menoleh sebentar, "selama ini kita tidak pernah pacaran, aku yang tiba-tiba mengajaknya untuk bertunangan, satu Minggu sebelum kamu datang. Aku pikir dengan kita menikah, aku bisa selalu menjaganya dan aku akan belajar mencintai dia, seperti apa yang kamu bilang dulu, bisa karena terbiasa."
Vio hanya diam, ia lebih memilih menjadi pendengar baik, karena Vio tau Dhafian pasti butuh teman untuk curhat.
"Aku juga ga pernah tau kalau sebenarnya dia sudah mempunyai kekasih, dia ga pernah cerita. Jadi, aku ga ngerasa dia selingkuh atau apapun itu. Sakit hati mungkin iya, tapi sedikit. Karena dia yang ga pernah cerita dari awal."
Vio mengangguk paham, "kita ke Dufan, Dhaf." Pinta Vio yang di angguki Dhafian.
Dan sampailah mereka di tempat tujuan Vio, mereka masuk ke dalam Dufan setelah membeli tiket. Dhafian mengedarkan pandangannya, suasana sangat ramai. Vio tersenyum ke arahnya.
"Jangan sedih lagi, ya?" Ucap Vio tersenyum tulus.
"Ayo kita naik bianglala!" Pinta Vio antusias, Dhafian terkekeh membuat Vio ikut tertawa.
"Ayo!" Balas Dhafian menarik tangan Vio lembut.
•••••
Vio duduk berhadapan dengan Dhafian, bianglala mulai bergerak naik. Senyum keduanya merekah, senyuman penuh kebahagiaan. Vio melihat pemandangan kota yang begitu indah di malam hari.
Senyum Dhafian terus merekah, ia tahu maksud dari gadis ini mengajaknya untuk ke sini. Dhafian tidak mau menunda-nunda kesempatan lagi, ini mungkin momen yang tepat.
"Dhaf, lihat deh pemandangannya bagus banget, apalagi di lihat dari atas begini," ujar Vio tanpa menatap Dhafian.
"Lebih indah senyuman di wajah gadis di hadapan aku," ucap Dhafian, membuat Vio menoleh.
Dhafian menatapnya dalam, Vio jadi gugup. Dhafian meraih kedua tangan Vio membuat Vio sedikit terkejut dan refleks membulatkan kedua matanya. Kini posisi mereka berada di paling atas sendiri.
"Aku bukan orang romantis yang pandai merangkai kata. Tapi jujur, aku ngga mau kehilangan kamu lagi, kamu tahu perasaanku seperti apa untukmu." Ungkap Dhafian tulus.
"Aku ngga tau perasaan kamu masih sama atau ngga. Yang jelas ngga ada salahnya aku ngungkapin perasaan ini lagi."
Vio menetralisir debaran jantungnya, sungguh ia sangat gugup dengan posisi mereka sedekat ini, bahkan Dhafian terus menatapnya.
Vio menarik nafasnya, menghembuskan perlahan. "Empat tahun kita pisah, empat tahun kita ngga saling ngasih kabar, dan empat tahun itu juga aku berusaha melupakan kamu."
"Tapi, semuanya sia-sia. Perasaan ini terlalu dalam, jujur aku sakit waktu pertama kita ketemu dan kamu ngenalin Zahra. Di situ aku sadar, perasaan aku tetap sama seperti dulu." Jawaban Vio membuat senyum Dhafian semakin terlihat nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu [Completed]
Teen FictionKamu yang selalu aku nantikan kehadirannya hingga penantian itu menjadi sebuah pertemuan yang indah. Kamu yang selalu membuat ku bahagia namun kamu juga yang membuat ku terluka. Akankah kamu menjadi teman bahagia ku selamanya? Atau kamu hanya di tak...