Dhafian, dan teman-temannya yang lain menunggu di depan ruangan Vio. Di dalam sudah ada Hardi dan Susan. Tadi saat Vio jatuh pingsan, Dhafian memanggil teman-temannya untuk meminta bantuan dan membawa Vio ke rumah sakit.
"Gue ga nyangka kalau Vio punya penyakit serius seperti ini," ucap Delvin menggelengkan kepalanya.
"Pantesan dia sering jatuh pingsan dan mimisan, tapi gue ga mikir sampe sejauh ini." Timpal Arka.
"Tapi dia gadis yang kuat, di depan kita dia bersikap baik-baik saja seolah dirinya ngga ngerasain sakit. Gue salut sama dia, ga semua orang bisa sekuat Vio." Puji Aurel.
Semua yang ada di sana mengangguk, mereka berharap semoga Vio bisa melawan penyakitnya dan sembuh seperti sedia kala. Tanpa mereka sadari, Dhafian sedari tadi menunduk ia menangis diam-diam.
Di dalam ruangan Vio, tak henti-hentinya Susan menangis. Vio belum sadarkan diri, tangan kanannya terdapat infusan dan hidungnya terdapat selang oksigen.
Hardi mengusap kepala Vio yang tertutup hijab, pertahanannya kali ini runtuh. Pria paruh baya itu meneteskan air matanya.
"Papah bangga dengan nilai dan prestasi yang kamu raih, tapi papah lebih bangga kalau sekarang kamu bangun, sayang." Bisik Hardi parau.
•••••
Gadis dengan baju biru khas rumah sakit dan hijab yang melekat di kepalanya tengah duduk di kursi roda, di temani seorang pria yang kini menyuapinya makan, mereka sedang berada di taman rumah sakit menikmati semilir angin sore.
"Udah kenyang," ucap Vio pada Dhafian yang menyuapinya.
Gadis itu sudah siuman sejak 3 jam yang lalu. Dhafian, pria itu setia menunggunya dari malam, bahkan ia belum sempat pulang hanya saja Kevin membawakan baju ganti untuknya.
"Sedikit lagi, Vi. Ini belum ada setengahnya," bujuk Dhafian.
"Ngga mau, Dhaf. Aku udah kenyang," kata Vio lagi.
Dhafian mengalah, ia menaruh mengkuk bubur itu di atas kursi taman.
"Dhaf," panggil Vio membuat Dhafian menoleh.
Vio duduk di kursi roda, berhadapan dengan Dhafian yang duduk di kursi taman.
"Mamah tadi bilang, lusa aku berangkat." Ungkap Vio.
"Aku minta maaf udah buat kamu kecewa karena rahasiain penyakit ini, aku emang salah,"
Dhafian menghembuskan nafasnya, menatap Vio dalam, "awalnya aku kecewa, tapi aku sadar kamu lakuin itu juga buat kebaikan aku. Aku udah maafin, aku juga minta maaf, selama kita pacaran aku sering buat kamu sedih."
Dhafian meraih kedua tangan Vio, "sejauh manapun kamu pergi, aku bakal tetap di sini nungguin kamu. Kamu ga usah pikirin yang lain, semangat buat kesembuhan kamu. Di sini aku bakal selalu berdoa buat kesembuhan kamu."
Vio menggeleng, air matanya mengalir mendengar perkataan Dhafian yang menyayat hatinya, "jangan berharap sama aku yang jelas-jelas ga pasti, Dhaf. Tolong, dengerin aku sekali ini aja. Aku ga mau buat orang berharap lebih sama aku dan ujung-ujungnya bakal kecewa. Kamu pantas mendapatkan yang lebih dari aku, aku mohon jangan nunggu aku, jangan berharap sama aku."
Dhafian menggeleng cepat, ia menghapus air mata Vio, "intinya, kamu harus semangat buat sembuh, kamu harus fokus sama kesembuhan dan pengobatan kamu di sana. Hak aku mau nunggu kamu atau nyari gadis lain. Kalaupun aku kecewa itu urusan aku, karena aku sendiri yang mau bukan kamu yang minta."
Dhafian membawa Vio kedalam pelukannya saat gadis itu terisak.
•••••
Ceklek...
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu [Completed]
Teen FictionKamu yang selalu aku nantikan kehadirannya hingga penantian itu menjadi sebuah pertemuan yang indah. Kamu yang selalu membuat ku bahagia namun kamu juga yang membuat ku terluka. Akankah kamu menjadi teman bahagia ku selamanya? Atau kamu hanya di tak...