40: Dibalut Rindu

30 6 0
                                    

Revisi: 5 Juli 21

Hari demi hari berlalu, bahkan kini
tahun pun sudah berganti. Dan kini Zahra tengah disibukkan dengan beberapa pesanan kue. Sejak dua hari yang lalu pesanan kue terus hadir memenuhi daftar. Tiba-tiba telinganya mendengar bunyi bahwa pintu tokonya terbuka.

Ting

Zahra menoleh ke arah pintu dan tersenyum menyambut pengunjungnya.

"Selamat pagi dan selamat datang di toko kue serbaguna, ada yang bisa kami bantu?" Sambut Neni dengan nada bersahabat miliknya.

"Kami ingin bertemu dengan pemilik toko," mendengar ucapan ‘pemilik toko’, Zahra pun keluar dari dapur dan menemui mereka.

"Ada yang bisa saya bantu ibu?" Tanya Zahra yang belum fokus dengan wanita didepannya itu.

"Kamu lupa sama bunda?"

"Bunda Rena?" Tanya Zahra yang kaget melihat perubahan wanita didepannya itu.

"Iya, ini bunda. Dan itu dia bungsu bunda yang selalu ingin bertemu kamu," yap mereka merupakan Renata juga Rikha yang berkunjung ke toko Zahra.

"Ada apa bunda mengunjungi toko Zahra?" Tanya Zahra dan mempersilahkan keduanya duduk.

"Bunda ingin bicara denganmu nak," jawab Renata dengan nada lesu.

Mengerti akan suasana, Zahra menyuruh Neni untuk melanjutkan proses pembuatan roti dan menyuruh kedua tamunya duduk.

"Bunda sama Riri mau minum apa?"

"Teh manis aja kak, yang dingin ya." Celetuk Rikha yang duduk di samping bundanya tersebut.

Zahra mengangguk dan memanggil Oci, "Oci tolong buatkan 2 teh manis dingin ya." Suruh Zahra yang diangguki oleh Oci.

"Ada apa bunda?" Tanya Zahra memulai pembicaraan mereka.

Tanpa basa-basi lagi, bunda Renata langsung menceritakan maksud dan tujuannya datang ke toko Zahra ini. Bunda bercerita dengan penuh kehati-hatian, takut jika salah kata saat menceritakannya.

"Kamu tidak marah nak?" Tanya Renata yang kala itu melihat senyum di wajah Zahra.

Zahra makin tersenyum manis, "untuk apa Zahra marah bunda? Toh itu juga sudah terjadi, jadi apa salahnya untuk memaafkan?" Jawab Zahra yang disambut senyum Renata.

"Benar juga apa yang kamu bilang, terima kasih nak Zahra." Ucap Renata menyesap teh manis di hadapannya.

"Untuk apa bunda berterima kasih pada Zahra?" Tanya Zahra yang tidak mengerti maksud dari terima kasih itu.

"Karena nak Zahra sudah mau mendengarkan cerita bunda. Bunda harap Ray segera kembali dan membawamu pulang," ucap Renata yang seketika membuat pipi Zahra memerah.

Rikha yang sedari tadi melihat reaksi dari Zahra itu pun memberikan diri untuk bicara.

"Bunda, lihat itu mbak Zahra nya malu." Tegur Rikha menahan tawanya.

"Ah iya, maafkan bunda nak Zahra." Ucap bunda yang melihat wajah Zahra sudah memerah semua.

Setelah perbincangan tersebut, Renata juga Rikha pamit untuk segera pulang. Zahra mengerti, Zahra paham masalah apa yang sedang terjadi. Ini bukan haknya untuk ikut campur, jadi dia hanya memilih mengikuti alur sang kuasa.

Tak terasa kini sore telah tiba.

"Mbak Zahra, sudah waktunya toko untuk tutup. Kenapa mbak masih di sini?" Tanya Neni yang sedang membereskan isi toko tersebut.

Zahra menoleh, "oh ya? Kalau begitu tolong ambilkan tas saya ya Nen." Suruh Zahra sembari membereskan beberapa buku di hadapannya.

Neni kembali dengan tas ditangannya. "Ini mbak Zahra, saya lihat sepertinya mbak Zahra sedang ada masalah." Ucap Neni yang membuat Zahra tersenyum samar.

"Saya tidak apa-apa Nen, toko sudah beres kan? Kalau sudah ayo kita pulang. Lagipula sudah hampir maghrib," ajak Zahra berjalan mendekat ke pintu.

Kini Zahra tengah berada di perjalanan pulang. Sungguh kenapa saat ini kepalanya sangat pusing sekali. Seingatnya dia tidak melakukan apa-apa. Ia tetap memaksakan diri mengemudi mobilnya. Syukurlah tidak terjadi apa-apa, hingga kini mobil sudah masuk ke pelataran rumah.

"Assalamu'alaikum," ucap Zahra ketika memasuki pintu.

"Wa'alaikumsalam, sudah pulang to dik?" Tanya Aditya menghampiri putri bungsunya.

"Sudah abi," jawab Zahra menyalimi tangan Aditya.

Setelahnya Zahra melangkah untuk mengambil minum di dapur. Belum sempat kakinya berpijak pada undakan menuju tangga, tubuhnya limbung ke belakang. Azzam yang baru saja turun dari tangga langsung berlari menuju Zahra dan

Hap, Zahra pingsan. Keadaan Zahra yang tak kunjung sadar membuat Aditya serta Athifa mau tidak mau harus membawa Zahra ke rumah sakit. Kabar tentang Zahra yang tengah dirawat sudah menyebar ke telinga orang terdekat. Tak terkecuali Renata, Husna, juga Rayhan di Kairo sana.

"Keadaan Zahra bagaimana mbak?" Tanya Renata yang kala itu langsung mendatangi rumah sakit.

Athifa tersenyum, "Alhamdulillah, dia baik-baik saja. Hanya butuh istirahat, mungkin sampai tiga hari ke depan." Jelas Athifa setelah menemui dokter tadi.

"Syukurlah, kalau begitu aku pamit pulang. Assalamu'alaikum," pamit Renata.

"Wa'alaikumsalam," jawab beberapa orang yang ada di sekitar Athifa.

"Zahra kenapa ummi?" Tanya Azzam juga Salwa yang ikut mengantar ke rumah sakit.

"Zahra hanya butuh istirahat yang cukup. Ada beberapa faktor yang mungkin membuatnya stress dan yah seperti yang kalian lihat sekarang," jawab Athifa menjelaskan keadaan Zahra.

Pagi tiba, suara burung berkicau yang begitu indah membangunkan Zahra dari tidurnya atau mungkin bisa dibilang pingsan. Warna putih serasa mendominasi ruangan asing yang sedang Zahra tempati.

"Zahra dimana ya, kok asing banget." Tanya Zahra yang kala itu di dengar Azzam.

"Kamu di rumah sakit dik, kecapekan kata dokter. Oh ya, semalam Rayhan titip salam." Jawab Azzam berjalan mendekati brankar tempat Zahra.

"Wa'alaikumsalam," ucap Zahra ketika mendengar jawaban Azzam.

Sebenarnya kondisi Zahra tidak terlalu buruk, karena ia memang tidak apa-apa. Hanya saja ia rasa ia terlalu banyak pikiran dan akhir-akhir ini sering stress gara-gara masalahnya sendiri.

"Kamu ada masalah ya dik?" Tanya Azzam melihat raut wajah adiknya tersebut.

"Dikit doang kok kak, Zahra pasti bisa ngelewatin kan kak." Jawab Zahra yang seolah meminta jawaban 'iya' dari Azzam.

"Iya, pasti bisa kok!" Jelas Azzam sambil mengepalkan tangannya dan mengangkatnya.

Entah ini hari ke berapa untuk Zahra memperkuat hatinya sendiri. Kalau boleh jujur, ia amat sangat rindu sosok itu. Zahra juga ingin cepat-cepat diberi kepastian yang jelas. Salahkah Zahra jika mengungkapkan bahwa ia ingin cepat dihalalkan?

Azra's Love Story [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang