7: Terima Kasih Kakak

56 6 1
                                    

Revisi: 11 Mei 21

"Ada yang manis tapi bukan gula dan ada yang membuat bahagia tapi bukan cinta. Melainkan melihat orang yang tersayang tersenyum bahagia."

_Azzam_

Setelah perdebatan kecil dua orang insan yang nampaknya kini makin akrab, tak terasa mobil mereka telah sampai di halaman sebuah kedai bernuansa biru muda dengan beberapa tambahan awan putih di sekitarnya.

"Udah udah, debatnya udah. Kita udah sampai ini lho, jadi beli ice cream enggak?" Tanya Azzam sambil melihat dua perempuan di belakangnya yang masih berdebat kecil.

"Jadi dong kak.... masa iya udah nyampe mau pulang lagi." Jawab Zahra dengan sedikit menyeru sambil membuka pintu mobil hendak turun.

"Eits jangan turun dulu, harus janji dulu sama kakak." Cegah Azzam ketika kaki Zahra hendak menapak ke atas rerumputan.

"Apa?" Tanya Zahra sambil memutar bola matanya.

"Enggak boleh makan ice cream banyak-banyak, nanti batuk-batuk lagi yang kena omel kakak juga. Dan kamu juga harus jaga kesehatan buat acara pembukaan toko kue kembali bulan depan." Perhatian banget, duh Azzam.

"Iya-iya, Ara cuman mau pesan 1 porsi vanila sama coklat aja kok." Jawab Zahra yang kali ini mendapat cubitan dari Salwa.

"Ih... itu namanya banyak dik, gak boleh. Satu porsi ice cream coklat aja gak boleh lebih-lebih lagi." Cegah Salwa sambil memanggil mbak-mbak pelayan.

"Ice cream coklat nya 2 ya mbak." Ucap Salwa pada pelayan itu.

"Baik mbak, masnya mau pesan apa?" Tanya pelayan tersebut pada Azzam.

"Enggak mbak, saya cuman nemenin mereka." Jawab Azzam yang dibalas senyum ramah mbak-mbak pelayan sambil menyuruh menunggu pesanan mereka.

Hampir satu jam mereka berada di kedai ice cream, dan sekarang tiba saatnya untuk pulang dan menghantarkan Salwa pulang juga.

"Makasih mbak wa udah nemenin Ra menikmati ice cream gratis dari kakak. Hehe, Ra pulang duluan ya. Assalamu'alaikum." Ucap Zahra dengan mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil.

"Iya. Wa'alaikumsalam."

Seperti biasa, setelah itu Zahra pindah ke bangku depan menemani sang kakak mengemudi. Enggak tahu kenapa, tapi kali ini Zahra berani mengajukan pertanyaan soal hubungan Azzam dengan Salwa.

"Kak nanya boleh kan? Boleh ya, tentu boleh dong kan kakaknya Ara ini baiknya gak ketulungan." Ini udah nanya dijawab sendiri gitu pula.

"Boleh, tanya apa?"

"Kakak sama mbak Salwa nikahnya kapan sih? Kok aku enggak dikasih tahu sendiri." Tanya Zahra sambil menatap wajah Azzam.

"Akhir bulan dik, kenapa emang?"

"Bareng ulang tahunku dong, yaah."

"Enggak kok, 4 hari setelah kamu ulang tahun. Tepatnya awal bulan." Perjelas Azzam yang masih berada di balik kemudi.

"Terus kalau abis itu mbak Salwa tiba-tiba ada panggilan tugas di kota lain selama 1 tahun gitu gimana?" Tanya Zahra harap-harap cemas akan pertanyaannya.

"Ya enggak gimana-gimana, kan kakak masih tinggal dirumah. Jadi aman-aman aja deh kalo sampe terjadi kayak gitu." Jawab Azzam sambil membawa mobil menepi ke depan pagar besi milik keluarganya.

Tin
Tin

Azzam pun membunyikan klakson mobil, karena pak Amir tak kunjung membukanya.

"Biar aku aja yang buka gerbangnya, kasihan pak Amir mungkin ketiduran saking capeknya." Ucap Zahra sambil membuka pintu mobil hendak turun dan membuka gerbang.

Grek

Suara gerbang telah terbuka sempurna, kini Zahra tinggal menunggu Azzam memasukkan mobilnya ke halaman.

"Loh mbak Zahra kok udah pulang. Kenapa enggak bangunin bapak aja, kan ini udah tugas bapak mbak." Ucap pak Amir ketika ia mendengar suara pintu gerbang terbuka dan langsung terbangun dari tidurnya.

"Enggak papa pak Amir. Saya tahu kalau pak Amir pasti capek, istirahat aja pak ndapapa." Jawab Zahra sambil menutup pintu kembali.

Setelahnya, Zahra pun segera masuk rumah, cuci tangan dan menuju kamar dengan beberapa buah cemilan di tangannya. Tak lama setelah itu pintu kamarnya pun seperti diketuk oleh tangan-tangan jahil.

Tok
Tok
Tok

"Masuk, enggak  dikunci." Ucap Zahra yang masih fokus ngeliat laptop di pangkuannya.

Dor

Zahra yang orangnya latah ini pun kini tengah terkejut dengan memukuli orang di sampingnya itu.

"Astaghfirullah, astaghfirullah" ucapnya terjeda, "ih... kakak mah bikin kaget. Ada apa?" Tanyanya ketus karena kesal dikerjain Azzam.

"Bentar lagi kan adik kakak paling cantik ini kan ulang tahun. Mau minta kado apa?" Tanya Azzam to the point.

"Jodoh dong kak, biar Ra gak jomblo lagi." Jawab Zahra bercanda yang langsung mendapat cubitan dari Azzam.

"Peace, canda kakaknya aku. Ra ndak mintak apa-apa, cukup ngelihat ummi, abi, sama kakak sehat selalu aja Ra udah seneng. Dan semoga Allah memanjangkan umur Zahrara supaya bisa lihat kakak punya baby, bisa lihat ummi sama abi naik haji juga." Ucap Zahra mencoba menahan tetesan air hujan di pelupuk matanya.

Azzam yang mendengar ucapan Zahra itupun dapat merasakan getaran kuat dalam hatinya, ia benar-benar tidak menyangka bahwa Zahra adik kecilnya yang dulu sering merengek kesakitan, sekarang sudah bisa bersikap dewasa. Entah tekanan darimana, Azzam refleks langsung memeluk Zahra dan mengucapkan aamiin tepat di samping telinga Zahra.

"Kak, doain Zahra umurnya panjang ya. Doain supaya Zahra bisa liat orang-orang yang Zahra sayang bisa tersenyum bahagia tanpa secuil beban yang di pundinya. Zahra beruntung banget bisa punya kakak sebaik kak Azzam, punya ummi sama abi yang se sabar itu ngadepin sikap Zahra. Pokonya Zahra ngerasa beruntung banget bisa hadir di keluarga ini. Terimakasih untuk segalanya kak, terimakasih telah mau tersenyum ketika Zahra membuat perih lukanya kakak. Terimakasih masih mau tersenyum ketika Zahra ngerebut makanan kakak. Zahra sayang ummi sama abi juga. Intinya Zahra sayang keluarga kecil yang udah ngebesarin dan ngedidik Zahra sampai kayak gini." Ucap Zahra yang masih di pelukan Azzam dengan air mata yang mengalir dan bibir yang melukiskan senyum.

"Iya dik, kakak juga sayang banget sama Zahra. Meskipun dulu Zahra usil banget sama kakak. Senyum dong, jangan sedih gitu." Ucap Azzam melepaskan pelukannya dan menghapus air mata yang menetes dari pelupuk mata Zahra dengan kedua ibu jarinya.

Mendengar ucapan kakaknya, Zahra pun langsung tersenyum selebar-lebarnya sampai kedua matanya menyipit. Setelah itu Zahra membuka mata dan melihat Azzam juga tersenyum ke arahnya.

"Kakak kenapa senyum gitu?" Tanya Zahra yang masih memperhatikan kakaknya.

"Kakak tersenyum karena kakak bahagia bisa punya adik kayak kamu. Dan kakak juga bahagia ngeliat kamu tersenyum kayak tadi. Makasih udah jadi bagian dari kebahagiaan kakak." Ucap Azzam sambil mencubit kedua pipi gembul Zahra.

"Ih.... pipi gembulnya Ra kok dicubit, kasihan tahu," rengek Zahra sambil memukul lengan Azzam yang masih setia mencubit pipinya.

"Iya-iya, udah kan acaranya sedihnya."

"Udah kakakku yang baik hati dan tidak sombong, terima kasih."

Azra's Love Story [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang