41: Kegelisahan Rayhan

27 6 2
                                    

Revisi: 5 Juli 21


Kairo 08.38 (13.38 WIB di kota tempat author bernapas)

Dering telepon rumah menggema ke penjuru mansion mommy Zee. Dan yang di telpon pun sedang ada urusan. Jadi mau tidak mau telepon tersebut terputus secara sendirinya.

Kini Rayhan sedang berada di ruang kerja untuk mengurus beberapa file penting. Kepala pusing dan matanya mengantuk. Mungkin dengan menyesap kopi bisa menetralisir rasa kantuk tersebut.

Kring
Kring
Kring

Bunyi ponsel mengurungkan niatnya untuk meminum kopi. Diraihnya ponsel tersebut dan dipencet tombol terima.

"Halo, dengan siapa?" Sapa Rayhan ketika telepon sudah menunjukkan nada hubung.

"Saya Azzam, bisa bicara sebentar?" Jawab sang penelepon yang tak lain adalah Azzam.

"Bisa, silahkan bang." Jawab Rayhan yang memalingkan wajahnya dari komputer.

"...."

"Belum tahu bang, kayaknya masih 2 atau 3 tahun lagi."

"....."

"(tertawa) Insya Allah secepatnya lah bang."

"....."

"Iya bang iya, gue jaga mata jaga hati kok."

"......"

"Iya, wa'alaikumsalam."

Telepon tersebut telah usai, kini Rayhan kembali menatap layar datar di hadapannya. Ia berharap pekerjaan yang ada di sini cepat selesai, supaya ia bisa cepat-cepat pulang ke Indonesia dan mengutarakan niatnya untuk ketiga kalinya.

Tok
Tok
Tok

"Masuk," ucap Rayhan menjawab ketukan pintu tersebut.

"Ray, mommy ingin bicara. Apakah kamu ada waktu?" Tanya mommy yang muncul dari balik pintu.

"24 jam untuk mendengarkan cerita mommy, Ray siap." Jawab Rayhan menutup file-file dihadapannya.

Ya, setelah penjelasan itu hubungan Ray juga Aisyah membaik. Kedekatan Ray dengan mommy perlahan juga mulai hadir. Bukan mommy yang meminta, tapi Rayhan sendiri yang ingin memperbaiki hubungannya dengan mommy.

Mommy membawa Ray ke ruang keluarga untuk berbicara bersama. Di sana juga sudah ada Aisyah yang duduk sambil menikmati camilan.

"Mau bicara apa mom?" Tanya Rayhan ketika keduanya telah duduk.

"Apakah kau tidak ingin memperkenalkan calon menantu pada mommy?" Tanya mommy memulai topik pembicaraan mereka.

Rayhan diam, ia tak mengerti harus menjawab pertanyaan mommy dari mana dulu. Ia belum terlalu mengenal dekat dengan Zahra. Apa iya dia akan menceritakan keelokan parasnya saja? Ia rasa tidak.

"Izin menjawab mom," celetuk Aisyah yang diangguki mommy.

"Zahra itu baik mom, baik banget. Parasnya juga cantik, dia sopan, mandiri juga. Dia punya toko kue sendiri, baru saja lulus dan menyandang gelar S1. Aisyah dengar sih si Zahra juga bekerja di kantor milik ayahnya juga. Itu aja mom yang Aisyah tahu." Ucap Aisyah panjang lebar mendeskripsikan tentang Zahra.

"Mommy tertarik untuk bertatap muka dengannya. Namun, akankah kamu akan segera memperkenalkan mommy padanya Ray?" Tanya mommy yang lagi-lagi membuat Ray bingung.

"Ray bingung mom,"

"Apa yang membuat putra mommy bingung?"

"Ray takut setelah Zahra mengetahui kebenaran, dia akan pergi menjauh," papar Ray sesuai isi hatinya.

Terdengar mommy mengembuskan napas berat.

"Kalau begitu pelan-pelan saja," pasrah mommy Zee pada keadaan.

Mommy mengakhiri pembicaraan dengan seulas senyum. Lalu beliau pergi dari ruang keluarga menuju rapat yang ia hadiri.

Ruang kerja Rayhan.

"Ray, gue masuk boleh?" Tanyanya membawa nampan berisi dua buah jus strawberry.

"Silahkan," jawab Rayhan menutup laptop di hadapannya.

"Ada apa?" Tanya Rayhan sembari menata berkas-berkas di atas meja.

Ehm, bukannya pertanyaan itu terlalu formal untuk percakapan sesama keluarga? Alih-alih mengganti cara bicara, Rayhan malah mengusap wajahnya kasar lalu mulai mengeluh.

"Rumit banget ya hidup gue,"

"Gak cuman lo doang kok Ray, gue juga." Timpal Aisyah dan menyodorkan jus itu.

"Minum Ray, gue tahu lo pasti haus."

"Thanks, ngomong-ngomong ada perlu apa?" Tanya Rayhan meneguk sampai tandas jus tersebut.

"Gak ada apa-apa, gue cuman pengen memastikan keadaan lo baik-baik aja."

"Gue gak lagi dalam kondisi baik-baik saja," jawab Rayhan mengalihkan pandangannya ke arah kakaknya.

"Gue tahu, kehidupan kita ini rumit. Tapi gue juga yakin kalau lo bisa jalaninnya." Nasihat Aisyah menguatkan adiknya.

Rayhan tersenyum menandakan dirinya mengerti maksud dari kakaknya. Ia merasa lega, seolah beban dunianya telah habis. Bukan, bukan karena itu. Ia merasa lega karena sekarang ada tempat untuk berbagai cerita juga saling menguatkan.

"Kak, lo gapapa kan kalau gue nikah duluan?"

"Gak papa, gue mah fine fine aja. Asal lo gak nyinyirin gue tiap hari." Jawab Aisyah mendengar pertanyaan Rayhan.

Rayhan tergelak mendengar jawaban dari kakaknya. Ia rasa ia tidak melawak. Tapi mengapa jawaban Aisyah membuatnya tertawa?

"Kak!"

"Hmm, kenapa?"

"Makasih selalu ada,"

"Jangan gitu ih!"

"Kenapa?"

"Gue jadi takut besok lo mati,"

"Lo mah gitu kak,"

"Bercanda Ray, oh ya menurut lo mungkin gak sih mommy sama papa itu hidup serumah lagi?" Tanya Aisyah yang membuat dahi Rayhan berkerut.

"Maksudnya?"

"Ya-ya, ya mereka tinggal serumah lagi gitu." Jelas Aisyah yang membuat Rayhan ber-oh ria.

"Jadi, mommy bakal serumah sama bunda juga?" Tanya Rayhan menaikkan sebelah alisnya

"Iya itu maksudnya,"

"Gue rasa itu bakal sulit kak, ah udahlah gue mau lanjut ngerjain nih file-file penting. Sana keluar, hus hus." Ucap Rayhan menirukan gaya tetangganya mengusir ayam.

"Iya iya. BYE!"

Setelah Aisyah keluar dari ruangannya. Barulah Rayhan bisa fokus dengan pekerjaan di hadapannya. Ia tak mengerti sampai kapan kehidupan rumit ini akan ia jalani? Mungkinkah Rayhan kuat menjalaninya?

Azra's Love Story [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang