Revisi: 14 Juni 21
"Apa yang mau diminta dari saya ?" Tanya Zahra kembali yang membuyarkan lamunan Rayhan
Setelah berusaha mengumpulkan keberanian untuk menyatakan maksudnya, akhirnya Rayhan pun menjawab dengan memasang hati yang lapang.
"Memintamu untuk menjadi pendamping hidupnya, apakah kamu mau menerimanya?" Pertanyaan itu sukses membuat desiran di hati Zahra semakin besar.
Layaknya gelombang, desiran itu berpacu dengan detak jantungnya yang tak kalah cepat.
"Memang siapa yang ingin meminta saya?" Lagi-lagi Zahra kembali bertanya.
"Kalau itu saya akankah kamu menerimanya?" Jawab Rayhan setelah sekian banyak MBULET dengan ucapannya sendiri.
Blush
Seketika wajah Zahra bersemu merah dan membuatnya menunduk.
"Datanglah ke rumah, maka saya akan menjawabnya."
"Insya Allah esok aku bertandang ke rumah mu." Tutur Rayhan sebelum pergi meninggalkan Zahra.
Setelah kepergian Rayhan, Zahra berusaha mengatur detak jantung. Gugup? Ia amat gugup, bahkan ia tak menyangka jika Rayhan datang untuk berbicara seperti itu dengannya.
Jam tangannya menunjukkan pukul 15.30 WIB, hal itu menandakan bahwa jam kerja akan segera usai.
"Neni, tolong bantu saya membereskan toko. Sebentar lagi akan tutup." Zahra menyeru pada sosok Neni yang baru saja melayani pengunjung.
"Baik mbak,"
Dengan perasaan yang masih melayang kemana-mana, Zahra memutuskan untuk segera pulang. Dan kini ia telah sampai dirumah.
"Assalamu'alaikum." Ucapnya ketika memasuki rumah.
"Wa'alaikumsalam, mbak Zahra!" Teriak salah satu adik sepupunya ketika Zahra masuk rumah.
"Lho kok Dita ada di sini? Dita sama siapa sayang?" Tanya Zahra menjajarkan tingginya dengan sepupunya ~Pradita atau biasanya dipanggil Dita.
"Dita kesini sama mama, karena mama besok mau berangkat ke Surabaya sama papa jadi Dita bobo sini sama mbak Zahra." Jawab Dita yang sekarang umurnya menginjak 8 tahun.
"Itu mah mau bikinin Dita adik lagi." Gumam Zahra sambil berlalu masuk kamar.
Sebelumnya ia melihat Athifa sedang sibuk didalam kamarnya. Tanpa basa-basi, Zahra pun masuk kedalam kamar Athifa dan duduk disampingnya.
"Mi Ummi lagi ngapain? Itu kapan Dita datangnya?" Tanya Zahra ketika Athifa terlihat sibuk dengan beberapa lembar berkas.
"Ini ummi lagi ngebaca berkas-berkas abi mu. Oiya itu Dita tadi kesini pukul 12.00 WIB karena Tante Maria mau berangkat ke Surabaya hari ini sampai lusa." Jawab Athifa sambil meletakkan berkas itu dan menyimpannya di dalam lemari khusus dekat kasurnya.
"Lah kok cuma sendirian tante kesana nya? Om Andi ndak ikut emang?" Tanya Zahra kembali.
"Enggak Ra, sebenarnya si Maria itu ke Surabaya mau nenangin diri."
"Loh kenapa emang mi?"
"Kemarin adik abi mu itu abis ditalak sama Andi. Ummi juga gak tau kenapa, tadi Maria sempat nangis sih cuman ummi tanya gapapa gitu."
"Bukannya Allah membenci perceraian ya mi?"
"Udah udah biarin, kok kita jadi ngomongin orang. Udah sana bawa si Dita ke kamarmu, dia akan tidur disini sampai besok pagi saja."
"Ookaay ummi,"
Setelahnya, Zahra keluar dari kamar Athifa dan mendapati Dita sedang duduk sendu di ruang tamu.
"Dita yuk ikut mbak ke kamar. Kita beres-beres baju kamu."
"Iya mbak, siap."
Pukul 18.30
Zahra yang kala itu telah selesai menunaikan shalat, melihat Dita sedang duduk di balkon kamarnya sambil menatap langit. Tak berselang lama, Zahra akhirnya memutuskan untuk menemui Dita.
"Dita kenapa duduk di sini? Di sini dingin lo dit, nih kamu pakai selimut aja." Ucap Zahra sambil memberikan selimut yang sebelumnya telah ia ambil dari lemari.
"Dita kemarin sempat ngeliat mama sama papa berantem kak."
Zahra tak merespon, ia hanya mendengarkan saja. Ia tahu bahwasanya gadis seusia Dita juga sudah memiliki perasaan.
"Dita denger dari kamar Dita kalo––kalo–––." Ucapan Dita terpotong, tangisnya pecah begitu saja. Zahra tak membayangkan bagaimana gadis seperti Dita bisa menanggung hal sebesar ini.
Seketika Zahra langsung menarik Dita kedalam pelukannya, memberikan pelukan ternyaman untuk sandaran Dita.
"Dita cerita aja sama mbak, kalo itu bisa membuat beban Dita berkurang mbak siap mendengar cerita Dita."
Tak berselang lama suara Dita hadir kembali.
"Dita tahu mbak kalo mama sama papa mau bercerai, Dita lihat surat itu tergeletak di meja ruang tamu sebelum Dita diantar kesini sama mama. Kenapa ini semua harus Dita alami mbak? Kenapa?" Dita terlihat sedikit tersedu ketika bercerita.
Zahra tidak tahu harus merespon apa, yang ia lakukan hanya tersenyum sambil mengelus lembut kepala dan pundak Dita.
"Dita yang sabar ya sayang, Allah tahu Dita kuat kok. Jadi Dita gak boleh nangis, hal itu Dita jadikan pelajaran hidup aja. Dita kelak kan juga bakal hidup dewasa seperti mbak, seperti ummi mbak dan juga seperti mama Dita. Jadi Dita gak boleh nangis lagi ya, Dita kudu senyum!" Nasihat Zahra yang kini membuat Dita tersenyum dan melangkah masuk kedalam kamar Zahra.
"Mbak, Dita udah ngantuk. Dita tidur dulu ya." Ucapnya yang seolah sudah tidak ingin membahas tentang topik sebelumnya.
"Eh? Dita udah shalat?" Tanya Zahra melihat Dita ingin langsung tidur.
"Oh iya lupa, Dita shalat dulu."
Karena sudah capek berbicara, Zahra memilih mengangguk dan meraih ponselnya yang ia taruh di atas nakas. Baru saja ia mengaktifkan kembali data selulernya, kini sudah banyak pesan masuk.
10 pesan dari mas Rakha
3 pesan dari Neni
5 pesan dari kak Azzam
25 pesan dari Hana
Dan ini yang terakhir
3 pesan dari Rayhan
Zahra tiba-tiba mengulum senyumnya ketika melihat pesan teratas di notifikasi tersebut.
Tertera Rayhan pukul 16.00 WIB
Zahra
Maaf
Besok saya tidak bisa ke rumahmu
Hati Zahra rasanya ingin melompat ketika ia mengetahui isi pesan Rayhan. Apa ia sudah siap jika esok dan esoknya lagi atau esoknya lagi Rayhan datang untuk meminta jawaban Zahra?
Kini malam telah tiba dan Zahra memutuskan untuk langsung tidur setelah melihat Dita terlelap dengan mata sembab miliknya.
"Selamat tidur sepupu Zahra tersayang, mimpi indah ya. Inget gaboleh nangis lagi." Ucap Zahra dan berlalu memejamkan matanya.
Hari berikutnya.
Ketika Zahra sedang membantu membereskan ruang makan, terdengar suara orang menguluk salam di depan pintu rumah.
Siapakah mereka? Dan apa tujuannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Azra's Love Story [Selesai]
Teen Fiction61 Bagian Dari 78 Semuanya berawal dari sebuah ketidaksengajaan. "Memang siapa yang ingin meminta saya?" Lagi-lagi Zahra kembali bertanya. "Kalau itu saya akankah kamu menerimanya?" Jawab Rayhan setelah sekian banyak MBULET dengan ucapannya. "Datan...