Revisi: 5 Juli 21
Riuh ricuh suara teman-teman di kelas memang sangat-sangat mengganggu, tapi hal itu tidak berpengaruh dengan Zahra. Dia tetap pada posisinya sekarang, duduk telungkup di mejanya sendirian.Kelasnya ramai, tapi sepi. Itulah yang dirasakan Zahra saat itu.
"Unmood banget gue," gumamnya sambil men scroll sosial media miliknya.
Sungguh, keadaan saat ini ramai. Tapi, dunianya sepi. Zahra membuka wattpad miliknya, berusaha merapikan moodnya kembali. Namun, hal itu tetap gagal. Keadaan lebih mendukungnya untuk menangis. Ya, secara diam-diam dia menangis dibalik kerudung yang sedang ia kenakan. Sesekali ia berusaha menyeka air matanya, tapi gagal.
"Ra, lo gak apa-apa kan!?" Tanya Mei yang duduk bersebelahan dengan Zahra.
Dengan kepala yang masih menunduk menahan isakan tersebut, Zahra mengangguk. Dia mendongak lantas tersenyum. Gagal, air matanya lebih memilih lolos terlebih dahulu.
"Ra, lo kenapa? Gue serius!"
Zahra menggeleng.
"Lo sakit ya? Ke UKS aja yuk, biar gue temenin."
Lagi-lagi Zahra hanya menggeleng pelan.
Ia membuka ponselnya, mencari kontak yang saat itu bisa ia hubungi.
Kak..
Hemmmm iya
Zahra boleh tanya?
Tanya apa?
Read, Zahra hanya membaca pesan balasan dari kakaknya.
Sesekali sorot matanya meneliti setiap jengkal inci kelas, semuanya bahagia. Kecuali dirinya, anak paling bermasalah sejak SD. Fisiknya capek, tapi psikisnya lebih capek. Sekali lagi mata malasnya menyorot teman sebangkunya, Meira namanya.
"Mei, lo bahagia?" Tanya Zahra dengan nada lesu.
"Gue?"
"Emang gue kelihatan bahagia ya?"
"Ra, setiap orang punya masalah masing-masing. Kalau lo ngeliat gue bahagia, emang gue coba bahagia aja. Di wajah doang, gak di hati gue."
Zahra termenung
"Ra, semua orang itu berhak bahagia. Entah itu nanti atau sekarang, dan semua orang itu juga punya kesedihannya masing-masing." Nasihat Meira menepuk pelan pundak Zahra.
"Kalau lo pengen cerita, cerita aja. Atau kalau mau nangis, keluarin aja. Katanya nangis itu bisa bikin lega, mungkin itu juga berlaku buat lo." Sekali lagi, Meira menyadarkan kepala Zahra di pundaknya. Ia sudah menganggapnya sebagai sahabat.
"Makasih ya Mei, lo udah mau ngerti keadaan gue. Gue harap, gue bisa tetep berteman baik sama lo sampai kita lulus. Andai lo kuliah luar kota jangan sampai lost contacts sama gue ya." Pinta Zahra sehari sebelum Meira benar-benar pergi dan tak menemuinya kembali.
Lamunan Zahra buyar, air matanya menetes begitu saja. Ia teringat akan sosok Meira, jika saat ini dia masih ada. Maka kemana dia pergi? Ingin rasanya ia bertemu kembali dengan Meira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azra's Love Story [Selesai]
Teen Fiction61 Bagian Dari 78 Semuanya berawal dari sebuah ketidaksengajaan. "Memang siapa yang ingin meminta saya?" Lagi-lagi Zahra kembali bertanya. "Kalau itu saya akankah kamu menerimanya?" Jawab Rayhan setelah sekian banyak MBULET dengan ucapannya. "Datan...