Revisi: 21 Juni 21
"Zahra, saya mohon maafkan saya. Saya tahu saya salah, tapi disisi lain saya tidak ingin membuatmu menanggung luka bahkan rindu pada saya."
"Kenapa Zahra kudu menanggung rindu jika saat itu benar terjadi?"
"Karena saya saat itu tidak bisa berlama tinggal disini, saya harus pergi dan sekitar beberapa bulan lalu saya kembali."
Tanpa terasa air mata Zahra turun.
"Zahra, kamu ngapain nangis?" Tanya Ilham yang kaget dengan tetesan air mata Zahra.
"Zahra rindu--" belum sempat kata itu terucap sudah terpotong.
"Rindu saya ya? Jangan deh nanti calon saya ngambek."
"Dih, geer sekali loh bang." Elak Zahra mengalihkan pandangannya.
"Amasa? Kalo gue kaga percaya adik kelas gue ini mau ngapain? Ngejar gue lagi kayak di koridor waktu itu?" Kini suasananya sudah tak secanggung sebelumnya.
Entah sebab apa, hati Zahra ikut menghangat setelah sebelumnya amarahnya diluapkan.
"Gak gitu juga kali bang. Inget lo udah ada calon dan adik kelas mu paling cantik ini udah ada yg punya, tinggal ngeSAH in aja."
"Mana buktinya?" Tanya Ilham yang seketika membuat keduanya tertawa bersama.
"Ra, udah sore nih. Apa gak sebaiknya pulang aja dan toko ditutup? Cuacanya juga gak mendukung gini lho." Tanya Ilham sambil beranjak dari duduknya.
"Iya juga ya bang, tapi hari ini aku ndak ada mobil. Soalnya tadi dibawa mas Rakha pulang." Keluh Zahra seolah memberi kode ingin nebeng.
"Tenang, saya kan ada. Selalu siap sedia nganter kok, kan saya baik hati dan tidak sombong."
"Itu mah sombong bambang namanya." Ejek Zahra dan mendorong pelan punggung Ilham yang berdiri tepat di hadapannya.
Dan setelah itu keduanya pun pulang dengan Zahra yang numpang duduk di mobil Ilham. Kalau dulu suasana hangat, sekarang bisa dikatakan jauh beda. Apalagi dengan kenyataan keduanya yang sudah memiliki tambatan hati sendiri.
"Rumah lo masih tetep kan Ra, gak pindah kan?" Tanya Ilham dengan sedikit melirik Zahra.
"Masih kok bang, kalo gue pindah gak ketemu bang Il hari ini." Jawab Zahra memutar bola matanya.
"Lah siapa tahu digeser semut." Ledek Ilham yang berakhir cubitan panas.
Jalan yang lumayan lenggang membuat mobil itu melaju mulus menuju rumah Zahra. Setelah beberapa jam menyusuri jalan, akhirnya mobil Ilham telah sampai di depan rumah Aditya.
Grek (gerbang dibuka oleh Athifa)
"Eh Zahra, mobil kamu mana?" Tanya Athifa kebingungan.
"Tadi dibawa mas Rakha ummi, terus Zahra ketemu nih orang di toko." Jawab Zahra yang membuat Ilham turun dari mobilnya.
"Eh, nak Ilham. Apa kabar? Eh ayo-ayo sini masuk dulu. Ndak baik lho kalo bertamu ndak icip-icip cemilan ummi dulu."
"Ah iya ummi, tapi Ilham tidak bisa lama. Soalnya sudah mulai gelap ini."
Kok Ilham manggilnya ummi? Ya karena dulu Ilham sering berkunjung ke rumah Zahra. Baik untuk keperluan ekstra, maupun keperluan pribadi dengan berbagai alasan. Yang tadinya cuman sebentar, kini sampai memasuki waktu salat isya'.
"Nak Ilham nggak sholat isya' bareng om aja?" Tanya Aditya yang sudah siap dengan baju koko, kopiah dan juga sajadah di bahunya.
"Mboten om, Insya Allah masih keburu kok. Oh iya, Ilham juga mau pamit pulang dulu." Jawab Ilham dan berpamitan.
"Oh yaudah, kalau gitu om ke masjid dulu ya." Ucap Aditya yang di angguki Ilham.
Tak lama setelah kepergian Aditya menuju masjid untuk shalat berjamaah, kini Ilham meraih kunci mobilnya dan berpamitan.
"Kalau begitu Ilham pamit dulu ya mi, cil saya pulang dulu. Assalamu'alaikum," pamit Ilham mengangguk kan kepalanya untuk menggantikan jabat tangan.
"Iya nak Ilham, hati-hati, salam buat keluarga di rumah."
Ketika Athifa beranjak dan mulai berjalan untuk mengantar Ilham ke depan, tiba-tiba saat Ilham keluar teras ia kembali lagi. Entah apa yang membuatnya kembali, dan mengeluarkan sesuatu dari kantung jas miliknya.
"Loh bang, ngapain balik lagi? Perasaan tadi pamit mau pulang deh," tanya Zahra menatap tubuh Ilham yang kian mendekat kearah Athifa.
"Ini cil, mau serahin cv lamaran sama ummi," jawab Ilham dengan tawa usilnya.
Zahra melotot tanda kesal. "Enggak kok enggak, ini saya mau berbagi undangan buat ummi sekeluarga."
"Loh udah mau nikah aja nih nak Ilham?" Celetuk Athifa menerima undangan berwarna abu-abu itu.
"Iya ummi, doain lancar ya mi! Cil kapan nyusul?" Ledek Ilham kembali.
Zahra memutar bola matanya kesal, "besok sama ayam."
"Ih serem sama ayam," ledek Ilham semakin menjadi.
"Udah sana sana pulang, udah malem dicariin emak lo nanti. Bye bye sodaranya ayam," usir Zahra berlalu menaiki tangga.
Namun, langkah Zahra terpaksa berhenti ketika sang ummi memanggilnya. Dan panggilan itu memaksanya untuk mengantar Ilham menuju depan.
"Cepet pulang sana, dah malem kasian mobil lo tuh nungguin." Usir Zahra sekali lagi di belakang Ilham.
"Gak cium tangan nih?" Gurau Ilham menyodorkan tangannya.
"Dih, udah cepet masuk terus pulang, nanti kemalaman lagi." Tegur Zahra yang melihat Ilham belum juga masuk ke mobil.
"Cie adik kelas gue perhatian, aduh jadi melting gue." Ucap Ilham yang langsung mendapat dorongan keras masuk mobilnya.
Zahra memutar bola matanya malas, " iya-iya gue perhatian."
"Udah ah, cepet pulang, Zahra capek pengen bobo cantik," teriak Zahra menutup matanya menatap langit-langit berhias bintang.
"Iya gue pulang, assalamu'alaikum." Pamit Ilham mulai menghidupkan mobilnya.
Zahra mengangguk, "wa'alaikumsalam, hati-hati masa lalu." Jawab Zahra lirih.
Dan kini Zahra sudah berada di kamarnya dengan sebuah amplop undangan merah muda bertuliskan.
Ilhamsyah & Andita
"Masa lalu aja udah mau kawin Ra, lo kapan ya dihalalin nya? Ah masa bodo lah, kalau Rayhan serius dia gak mungkin datang terus pergi gitu aja." Gumam Zahra yang didengar Azzam.
"Ra," Azzam mendekat dengan sorot mata tajamnya.
Seketika Zahra yang tengah berbaring cantik langsung duduk dan meletakkan handphonenya.
"Iya, ada apa?" Tanya Zahra harap-harap cemas melihat tatapan tajam dari Azzam
Azzam memasuki kamar Zahra dan duduk tepat di samping adiknya. "Kakak mau tanya," ucap Azzam to the point.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azra's Love Story [Selesai]
Teen Fiction61 Bagian Dari 78 Semuanya berawal dari sebuah ketidaksengajaan. "Memang siapa yang ingin meminta saya?" Lagi-lagi Zahra kembali bertanya. "Kalau itu saya akankah kamu menerimanya?" Jawab Rayhan setelah sekian banyak MBULET dengan ucapannya. "Datan...