48: Malam Menuju Akad

34 5 0
                                    

Revisi: 6 Juli 21


Malam ini rasanya sungguh berat bagi Zahra. Bagaimana tidak berat jika setelah ini ia harus meninggalkan keluarga yang benar-benar berharga untuknya. Malam ini juga seluruh keluarga sedang menyiapkan dekorasi serta keperluan lainnya untuk pernikahan Zahra. Oh ya, sampai lupa, sehari setelah pernikahan Zahra akan dilaksanakan pernikahan Rakha dan Rania. Dan mereka kini juga sudah berada di rumah kediaman Aditya. Ditengah-tengah acara persiapan pernikahan, Zahra mengajak Rania untuk pergi ke kamarnya.

"Rania, silahkan duduk."

"Iya kak, eum panggilnya Rani aja gak papa kok kak." ucap Rania duduk di sampingnya.

"Ran, kalau saya minta sesuatu boleh?" Tanya Zahra menatap penuh harap.

"Boleh kak,"

"Kalau setelah menikah saya minta kalian tinggal di sini keberatan nggak?"

"Bukan, maksud saya kalau kamu malu sama ummi juga abi, biar saya minta pak Amir untuk membereskan gudang belakang rumah."

"Keadaannya masih bagus kok Ran, sekaligus saya minta kamu untuk menemani kedua orang tua saya."


-.-


Jam menunjukkan pukul 10 malam, seluruh keluarga sudah pamit untuk pulang. Dan hanya tersisa keluarga inti saja. Zahra yang tengah mondar-mandir seperti setrikaan itupun ditegur oleh Athifa.

"Ra, mending duduk deh lebih adem di lihatnya."

"Atau enggak shalat aja sana, biar besok diberi kelancaran."

"Nah itu mi masalahnya!"

"Apa?"

"Tamu Zahra datang,"

Azzam yang baru bergabung dan mendengar ucapan Zahra itupun langsung tertawa.

"Yah, adikku besuk gak bisa ngerasain MP deh."

Zahra merengut kesal, "kayak kakak ngerasain aja." Balasnya yang membuat Azzam malu seketika.

Nah, kena juga kan.

"Tuh Zam, makanya kalau mau nyindir adiknya tuh diinget inget dulu sama diri sendiri," sindir Aditya disertai tawa renyahnya.

"Habis ini rumah bakal sepi deh," celetuk Athifa menunjukkan raut kesedihan.

Entah mengapa, hawa ditengah-tengah mereka mendadak melow. Zahra yang sedari tadi menahan air mata itupun langsung menangis.

"Zahra kok nangis, kenapa?" Tanya Athifa berpindah posisi merengkuh putrinya.

"Zahra gak papa kok mi,"

"Doain Zahra ya mi, bi, semoga Zahra bisa ngadepin segalanya."

"Doa yang terbaik untukmu sayangnya abi," mulai deh nangis semua.

"Zahra setelah ini harus terbiasa mandiri ya, Zahra sudah bukan anak kecil lagi, setelah ini Zahra sudah menjadi seorang istri. Dan harapan abi, Zahra bakal bahagia selalu sama suamimu. Maafkan abi jika selama ini abi belum bisa ngasih yang terbaik buat putri kecil abi. Abi sayang Zahra, kalau Zahra mau nangis abi juga masih siap menjadi pundak untuk Zahra."

"Enggak bi, seharusnya Zahra yang minta maaf sama ummi, abi,  jika selama Zahra kalian rawat dan besarkan, Zahra belum bisa ngebuat kalian bangga. Zahra masih kurang segalanya dan Zahra bersyukur memiliki keluarga seperti kalian."

"Terima kasih cinta pertamanya Zahra. Abi tetaplah superhero terhebat yang Zahra punya"

"Terima kasih ibu dokter, koki terhebat, teman pertama, sekolah pertama Zahra. Maaf kalau Zahra pernah ngebuat hati ummi sakit."

"Terima kasih kak Azzam sudah mau menjadi objek kejahilan Zahra."

Tak terasa selama 22 tahun ia hadir ditengah-tengah keluarga ini dan kali ini adalah malam paling menyedihkan bagi Zahra. Bukan, bukan menyedihkan. Lebih tepatnya penuh haru. Ini masih awalan untuknya menuju kehidupan baru bersama dengan orang baru. Entah kejutan apa lagi yang setelah ini membuatnya menitihkan air mata bahagia

Bentar ini sapesi yg naro bambang :')

Azra's Love Story [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang