Revisi: 6 Juli 21
Malam ini untuk pertama kalinya Zahra tidak tidur berdua lagi dengan guling. Melainkan dengan manusia yang bernama Rayhan. Rasanya begitu canggung, apalagi mengingat keduanya tak saling akrab sebelumnya.
18.30 WIB
Rayhan yang baru saja selesai menunaikan shalat maghrib berjamaah di musholla rumah Aditya memilih untuk menemui istrinya yang ada di kamar.
"Udah selesai ya shalatnya?" Tanya Zahra ketika melihat Rayhan memasuki kamarnya, ralat kamar mereka.
"Alhamdulillah udah," jawabnya merapikan kopiah dan sarung di atas lemari milik Zahra.
Ya, rencananya mereka akan tinggal beberapa hari untuk membantu mempersiapkan pernikahan Rania dan Rakha. Suasana diantara mereka kembali sunyi. Diantara keduanya benar-benar tidak ada yang memulai bicara. Hingga akhirnya Rayhan mengalah dan bertanya terlebih dahulu.
"Kamu tadi kenapa gak ikut ngobrol bareng?" Tanya Rayhan melirik apa yang sedang dikerjakan istrinya.
"Eh, emm, Zahra kesel aja sama kak Azzam, lagipula tadi hawanya ngebuat Zahra pengen cepet-cepet mandi." Jawabnya yang sedikit mencari-cari alasan.
"Oh iya, ayah sama bunda udah pulang ya?" Merasa tidak enak, Zahra memberanikan diri untuk bertanya.
"Udah tadi," jawaban yang singkat, padat, dan jelas.
Tak lama setelah itu terdengar suara ketukan pintu yang membuat keduanya sama-sama berhenti bicara. Dan muncullah wajah Azzam yang menyebalkan bagi Zahra.
"Manten baru, cepet turun ya, kata ummi bentar lagi makan. Jangan berduaan terus, masih sore ini." Suruh Azzam yang seketika mendapat lemparan bantal dari Zahra.
"Istrinya galak bund," Ledek Azzam berlari menjauhi pintu kamar Zahra.
-.-
Akhirnya acara makan malam selesai, seperti biasa Zahra membantu merapikan meja makan dan mencuci piring-piring bekas bersama Athifa. Sedangkan Rayhan duduk di sofa bersama Aditya juga Azzam.
"Udah akrab belum?" Tanya Athifa mengingat keadaan keduanya yang belum benar-benar dekat.
"Ya.. gitu deh mi,"
"Gitu gimana? kalo anaknya ummi gak cerita, darimana ummi ngerti?" Tanya Athifa yang lagi-lagi dibuat bingung oleh Zahra.
Zahra diam karena ia bingung harus menjawab apa. Sedangkan Athifa yang seakan mengerti keadaan itupun memilih untuk berpura-pura tahu saja.
"Ya udah kalau gitu, cucian piringnya udah habis."
"Zahra ke kamar dulu ya," pamitnya pada Athifa.
"Ya udah, sana."
Pukul 19:20 di kamar
Rayhan yang setelah makan malam dan shalat isya berjamaah sudah mendapat wejangan dari ayah mertua dan kakak iparnya langsung paham dengan suasana yang ada. Setelah dirasa cukup perbincangannya malam itu, ia pamit untuk pergi ke kamar.
Ceklek
Ia membuka pintu kamar dan mendapati Zahra yang sedang duduk di depan meja rias. Ia baru saja mendapati fakta baru bahwa Zahra susah berbicara dengan orang baru. Lah Rayhan kan suaminya sendiri!
Rayhan berjalan mendekati Zahra yang sepertinya belum sadar keberadaannya. "Capek ya?" Tanyanya mengamati setiap inci wajah istrinya.
"Enggak kok, cuma lelah aja. Pengen cepet-cepet tidur bawaannya," jawabnya yang sedang membersihkan wajahnya.
Selain canggung, posisi keduanya juga masih malu-malu kambing. Zahra yang masih belum bisa menambahkan embel-embel untuk suaminya tersebut.
"Zahra bingung panggil kamu pakek embel-embel apa,"
Bagaikan tertusuk pisau, hati Rayhan teriris. "Ray aja yang kalo belum bisa terbiasa," jawabnya berusaha mengerti keadaan.
"Hubby?" Panggilnya menatap kembali wajah Rayhan.
"Jangan diliatin terus, nanti jatuh cinta."
"Kan emang kamu udah bikin Zahra jatuh cinta. Untung terbalaskan, kalo nggak gimana coba?" Gerutunya karena merasa kesal sudah dijahili.
"Ih marah,"
"Enggak!"
"Belum juga akrab sama romantis romantisan, masa udah mau marah marahan sih." Celetuk Rayhan meletakkan dagunya diatas kepala Zahra dan ikut berkaca.
"Ajari Zahra jadi istri yang baik ya m-mas," pintanya menatap Rayhan melalui pantulan kaca.
"Tapi maaf, malam ini belum bisa." Sesal Zahra menundukkan kepalanya.
"Belum bisa apa?"
"I-itu, a-anu i-it-ituu," seakan mengerti maksud dari Zahra, Rayhan pun tersenyum menatapnya.
"Mas gak maksa buat cepet-cepet kok, lagipula mas pengen kenal kamu lebih dalam dulu. Ya masa udah nikah mau diem dieman terus," ucapnya tersenyum dan membalikkan tubuh Zahra.
"Em, Zahra pengen pacaran dulu, tapi Zahra takut." Ungkapnya menundukkan kepala, tak berani menatap sang suami.
"Takut kenapa sih?"
"Zahra takut kalau kita pacaran dulu nanti sampai lupa sama posisi kita sekarang," jawabnya sedikit menerawang jauh ke masa depan.
"Ya kita jangan sampai lupa kalau bisa, kalau semisal saat itu juga Allah mempercayai kita untuk dititipin seorang anak kan kita nggak tahu," jelas Rayhan mengelus puncak kepala Zahra.
Zahra tersenyum, beruntung sekali ia mendapatkan suami seperti Rayhan.
"Kalau gitu kita pacaran dulu mau gak? Tapi kita tetep berusaha supaya Allah kasih kita kepercayaan," ajak Rayhan dan sedikit memberi syarat.
"Zahra mau,"
"Yang, mas mau tanya deh." Celetuknya yang langsung membuat Zahra memasang wajah bertanya-tanya.
"Mau tanya apa suamiku?" Tanya Zahra yang sepertinya sudah mulai.
"Kenapa sih kita masih malu-malu kambing?"
"Malu-malu kucing ih, mana ada malu-malu kambing. Gak sekalian sapi?" jawabnya sambil mencubit tangan Rayhan yang dikalungkan di lehernya.
"Bercanda sayangnya mas, senyum dong. Masa manten anyar digalakin mulu," ucapnya mencubit pipi Zahra dan berlalu menuju kasur mereka.
Akhirnya setelah sekian menit Zahra melakukan ritual malamnya, kegiatan itu selesai juga. Kini ia menyusul Rayhan yang telah berbaring terlebih dahulu.
"Geseran ih," pinta Zahra yang masih berdiri di samping kasur.
Setelah Rayhan sedikit bergeser, Zahra duduk di kasurnya kembali. Ketika ia hendak berbaring dan menyelimuti diri, malah ditegur Rayhan lagi.
"Lepas dulu itunya, udah halal juga." Tegur nya memperingatkan dan sedikit mengingatkan posisi mereka pada Zahra.
Blush
KAMU SEDANG MEMBACA
Azra's Love Story [Selesai]
أدب المراهقين61 Bagian Dari 78 Semuanya berawal dari sebuah ketidaksengajaan. "Memang siapa yang ingin meminta saya?" Lagi-lagi Zahra kembali bertanya. "Kalau itu saya akankah kamu menerimanya?" Jawab Rayhan setelah sekian banyak MBULET dengan ucapannya. "Datan...