Revisi: 7 Juli 21
Hari ini merupakan Minggu ketiga puluh lima setelah pernikahan mereka, dan hari ini juga hujan mengguyur setiap titik kota dengan rata. Disinilah ia sekarang, di teras rumah bertemankan secangkir teh manis buatan bi Atun. Semilir angin membelai setiap inci wajah manis Zahra, gemericik airnya membuat tenang pikiran Zahra.
"Ternyata kamu disini, mas cariin kemana-mana taunya malah duduk disini. Masuk yuk, diluar dingin," ajak Rayhan menggenggam pergelangan tangan istrinya.
"Mas, tehnya ketinggalan." Rengek Zahra ketika sudah sampai di kamar.
"Bentar, biar mas ambilkan."
"Makasih mas suami."
"Hmm," jawabnya sebelum melanjutkan perkataannya, "apasih yang sayangnya mas suka dari hujan?"
"Ra suka bau tanah yang menguap pas hujan mas. Rasanya nenangin," jawabnya sambil sesekali menyeruput teh tersebut.
"Zahra juga suka sama suara gemericik hujan. Kalau mas apa yang disuka dari hujan?"
"Yang mas suka dari hujan ya?"
"He'eh, apa?"
Belum sempat bibir Rayhan terbuka, suara guntur yang tiba-tiba membuat Zahra langsung memeluk Rayhan.
"Mas.. hiks, takut.. hiks hiks,"
"Udah tenang, guntur nya udah selesai kok. Kalau gitu sekarang duduk di sofa aja ya." Ucap Rayhan mengelus pelan kepala Zahra.
Kini keduanya tengah berada di sofa kamar dekat kasur dengan Zahra yang berbaring dan menjadikan paha Rayhan sebagai bantalnya.
"Mas, kalau dede lahirnya cewek mas mau kasih nama siapa?" Celetuk Zahra memperhatikan bola mata berwarna cokelat yang menatapnya lekat.
"Eum siapa ya? Kalau cewek mas mau kasih nama inisial rahasia dulu," jawab Rayhan sesekali mengusap lembut kepala Zahra.
"Ih mas mah gitu," Rajuk Zahra yang langsung mencubit perut suaminya.
"Iya, sengaja mas rahasiakan dulu. Biar kamu kepo. Ngomong-ngomong kamu nyubitnya masih sakit yang," celetuk Rayhan yang makin membuat cubitan itu terasa panas.
"Ih, mas...." Rajuk Zahra yang masih mencubit perut Rayhan.
"Tidur yuk yang, biar dede ikut istirahat sama kamu." Ajak Rayhan yang melihat raut mengantuk di wajah Zahra.
-.-Tak terasa istirahatnya malam itu membawanya tertidur hingga pagi. Lagi dan lagi hujan masih membasahi kota dimana ia berada. Sepertinya hari ini ia juga Rayhan akan gagal berbelanja kebutuhan bayi mereka.
"Bi', ada yang bisa Zahra bantu gak?" Tanyanya menghampiri bi' Atun yang sedang memasak di dapur.
"Mmm, kayaknya enggak ada deh non. Mending non istirahat saja di kursi,"
"Bi' Zahra itu sehat lho, gak sakit, ngapain disuruh istirahat terus?" Tanya Zahra yang malah tak dianggap oleh bi' Atun.
"Ih, bi' Atun mah ditanya bukannya jawab malah diem aja,"
"Yaudah non buatin teh aja buat bapak,"
"Saya kelihatan sudah tua ya bi'?"
"Eh, maaf pak, maksudnya tuan,"
"Bercanda bi', udah sama saya jangan dibawa kaku ya,"
"Yang kok belum siap-siap? Katanya mau pergi," tanya Rayhan yang mendapati Zahra masih memakai baju tidur.
"Hujan tuh mas, emang beneran jadi?"
"Ya harus jadi dong yang,"
"Yaudah aku ganti baju dulu," jawabnya berlalu menuju kamar.
-.-Setengah jam berlalu, mereka masih terjebak diantara hiruk pikuk kota. Panas, sumpek, haus, dan kegerahan, itulah yang mereka rasakan. Ingin pulang nanggung, ingin lanjut juga udah capek duluan. Belum hilang rasa kesal Zahra terhadap hiruk pikuk tersebut. Tak lama kemudian hujan kembali menyapa mereka dengan buliran air yang menyejukkan mata.
"Alhamdulillah," ucap Zahra mendapati rintik tersebut.
"Yang, dede itu kayak hujan tahu," celetuk Rayhan yang tiba-tiba menoleh ke arah Zahra.
"Kok kayak hujan sih?"
"Iya, kehadirannya kelak akan menyejukkan mata dan hati yang memandang," jelas Rayhan dengan senyum tipisnya.
Mendengar hal itu, lantas Zahra ikut tersenyum. "Raina," celetuk Zahra sembari mengelus perutnya.
"Nama yang bagus bukan?" Lanjut Zahra menatap manik mata suaminya.
"Bagus,"
"Ngucapinnya gak ikhlas tuh sih aba nak," adu Zahra tertawa kecil melihat tingkah Rayhan.
"Aba ngucapinnya ikhlas kok de, umma aja tuh yang---"
"Yang apa?" Tanya Zahra memelototi Rayhan karena tak meneruskan kalimatnya.
"Yang udah sampai tuh," ucap Rayhan mengalihkan pembicaraan.
"Hilih, mas mah gitu,"
Setelah menempatkan mobil mereka ke area parkir. Kini sampailah keduanya di dalam pusat perbelanjaan. Mata Zahra tertuju pada baju tidur bayi berwarna biru muda dengan motif polkadot.
Tak hanya itu, pandangannya juga menangkap boneka awan warna warni serta box bayi yang dominan berwarna biru muda dan putih. Matanya terus menatap beberapa barang tersebut, hingga ia lupa bahwa tujuannya kemari adalah membeli stroller bayi, serta kebutuhan pasca melahirkan lainnya.
"Yang liatin apa?" Tegur Rayhan yang melihat Zahra tak fokus pada satu barang.
Sadar bahwa pertanyaannya tak mendapat jawaban, ia pun menggantinya, "kamu suka warna biru ya yang?" Tanyanya sambil menggandeng jari tangan Zahra.
"Eh, iya nih mas, mendadak suka warna biru." Jawab Zahra sepersekian detik setelah bergelut dengan pikirannya.
"Hmm, lucu ya, mas juga mendadak suka yang," celetuk Rayhan meraih tangan Zahra dan membawanya berjalan beriringan.
"Suka apa?"
"Suka kamu pakai gamis kegedean,"
"Tuh kan hobinya ngejek aku, ngambek nih aku." Ucapnya melepaskan genggaman tangan Rayhan.
"Yang, ih, bercanda!" Seru Rayhan yang tak digubris oleh Zahra.
"Udah dong ngambeknya,"
"Bodo ih, intinya aku masih ngambek ya sama mas," jawab Zahra yang kini sudah berada di samping Rayhan lagi.
"Masih ngambek, hmm?" Tanya Rayhan usil mencubit pipi gembil Zahra.
"Gak jadi ngambek, jadinya marah."
"Ih yang, kamu mah tega sama mas," ucap Rayhan berlari mengikuti Zahra.
Hai, selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga Ramadhan kali ini membawa begitu banyak berkah untuk kita semua. Aamiin
KAMU SEDANG MEMBACA
Azra's Love Story [Selesai]
Jugendliteratur61 Bagian Dari 78 Semuanya berawal dari sebuah ketidaksengajaan. "Memang siapa yang ingin meminta saya?" Lagi-lagi Zahra kembali bertanya. "Kalau itu saya akankah kamu menerimanya?" Jawab Rayhan setelah sekian banyak MBULET dengan ucapannya. "Datan...