Revisi: 5 Juli 21
Setelah bergulat selama beribu-ribu purnama, baik Rayhan maupun Zahra sudah memiliki titik terang. Sudah memiliki hati yang sama-sama kembali damai. Sudah saling memaafkan (diri sendiri).
Hingga malam itu tiba. Malam dimana hati Zahra dibuat bergemuruh dan tak kunjung usai. Dan malam itu adalah malam yang membuatnya kembali luluh.
Malam ini Zahra tengah menangis di balkon kamarnya. Entah apa yang ia tangisi, ia pun tidak mengerti. Hanya saja ia merasa plong setelah menangis. Sejak kejadian itu tepatnya, Zahra berubah jadi gadis cengeng yang menangis setiap malamnya.
Srot
Zahra kembali mengeluarkan ingus yang memenuhi rongga hidungnya. Ia tak akan menghitung berapa banyak tisu yang sudah ia buang hanya untuk menyeka air matanya.
Krek (suara pintu terbuka)
Athifa memasuki kamar putri bungsunya yang ternyata tidak dikunci. Perlahan ia mengendap dan mengangetkan sang empunya kamar yang sedang melamun disana.
"Dor,"
"Ayam ayam ayam," latah Zahra yang kaget mendengar celetukan Athifa.
"Petok petok dong Ra," ledek Athifa menoel pipi Zahra.
Ia ikut bergabung menatap hamparan sudut kota bersama Zahra. Tentunya masih di balkon kamar itu.
"Ra, hapus gih air matanya." Seru Athifa menghadap Zahra.
Zahra masih diam ditempatnya. "Ada yang nyariin itu, awas nyesel nanti." Lanjut Athifa melangkahkan kaki menuju pintu kamar.
"Siapa mi?" Tanyanya yang dalam mode penasaran.
"Turun aja, nanti juga tahu sendiri."
Zahra mengangguk paham, ia langsung membersihkan wajahnya. Melakukan perawatan kecil, sedikit menghilangkan mata sembabnya. Lalu berlari menuruni tangga.
"Turunnya hati-hati, awas jatuh." Suara itu, Zahra mengenalnya. Suaranya yang membuat hari-harinya terasa kelabu.
Zahra kemudian memelankan langkahnya. Kepalanya mendongak dan menatap ruang keluarga. Alangkah terkejutnya ia, pemandangan apa ini? Nyata kah ini? Zahra juga belum tahu.
"Makin cantik aja calon mantu," seru ibu itu ketika Zahra berjalan mendekat ke arah mereka.
"Cantik tapi juga makin cengeng mbak anaknya," balas Athifa yang langsung membuat Zahra merengut 15 meter.
"Ih, ummi mah,"
"Tuh kan mbak, ngambekan anaknya." Ucap Athifa yang lagi-lagi meledek Zahra.
"Putri kami sudah turun pak bu, jadi apa maksud dan tujuan kalian datang berkunjung ke rumah kami?" Tanya Aditya memulai pembicaraan.
"Pertama-tama saya ingin mengucapkan permintaan maaf atas kejadian sebelumnya pak Adit. Dan maksud serta tujuan kami datang kemari adalah untuk meminta putri bapak, lebih tepatnya nak Zahra untuk menjadi pendamping hidup putra saya."
"Bagaimana nak Zahra? Apakah kamu bersedia?" Lanjut bapak-bapak tersebut.
Zahra diam yang lagi-lagi membuat kedua orangtuanya kebingungan.
"Bagaimana nak Zahra?" Ulangnya menatap penuh harap pada Zahra.
"Bismillah, saya bersedia." Jawab Zahra memantapkan hatinya untuk kesekian kalinya.
"Alhamdulillah," ucap seluruh keluarga besar.
"Pernikahan kalian akan diadakan seminggu dari sekarang." Celetuk Aditya yang mendapat protes dari Zahra.
"Abi, kok seminggu lagi sih." Rajuknya menatap wajah Aditya.
"Yaudah dua minggu lagi. Abi gak mau kejadian seperti kemarin terulang lagi," ralat Aditya menatap teduh putrinya.
Suasana yang mulanya tegang, kini berganti menjadi pembicaraan hangat. Jujur, hatinya tak menyangka jika dia kembali. Dia benar-benar kembali, datang dan memintanya lagi.
"Nak Zahra, ini ada oleh-oleh dari Ray buat kamu. Katanya yang lama simpen kembali aja, ini dikasih yang lebih cantik." Ucap Renata memberikan sebuah paper bag dan sekotak hitam wadah perhiasan.
"Terima kasih bunda, Zahra terima ya oleh-olehnya." Ucap Zahra menerima paper bag dan kotak perhiasan itu.
Ya, yang datang memang bukan orang lain. Ia adalah Rayhan. Laki-laki yang sudah berani membuatnya menangis. Laki-laki yang sudah ia perjuangkan selama beribu-ribu purnama. Ia kembali, meminta Zahra untuk kesekian kalinya.
"Besok kalian fitting baju!" Imbuh Athifa mengedipkan matanya pada Bunda Rena.
"Hah? Besok?"
Hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azra's Love Story [Selesai]
أدب المراهقين61 Bagian Dari 78 Semuanya berawal dari sebuah ketidaksengajaan. "Memang siapa yang ingin meminta saya?" Lagi-lagi Zahra kembali bertanya. "Kalau itu saya akankah kamu menerimanya?" Jawab Rayhan setelah sekian banyak MBULET dengan ucapannya. "Datan...