21| Can We Talk?

1.4K 178 2
                                    

Tadinya Jeno kira mereka hanya pergi bertiga saja dengan Soobin dan Lyla, namun kedatangan satu orang lain lagi di apartemen ini berhasil membuyarkan pemikiran Jeno barusan.

Xiao Dejun atau yang biasanya akrab  dipanggil Xiaojun itu mengendurkan senyumnya begitu sadar yang membukakan pintu bukanlah si pemilik apartemen, melainkan Lee Jeno yang sudah memandanginya dengan sorot bingung.

"Ngapain?" Si pemuda Lee bersuara lebih dulu setelah beberapa detik mereka habiskan untuk saling diam di depan pintu unit Lyla.

"Bukan urusan lo, minggir" sahut pemuda yang satunya lagi dengan suara dingin. Xiaojun bahkan berusaha menyerobot masuk hingga menabrak bahu Jeno yang berdiri di ambang pintu.

Merasa tidak terima, Lee Jeno menutup pintu dengan perasaan kesal. Sementara Xiaojun sudah duduk santai di sofa.

"Ini bukan tempat yang bisa lo masuki sembarangan. Dasar nggak sopan!"

"Terus, lo sendiri?"

"Loh? Gue kan pacarnya?" Balas Jeno mengedikkan bahu, sambil tersenyum meremehkan.

"Gue---"

"Cuma mantan kan?" Jeno menjatuhkan pantatnya di sofa single tidak jauh dari Xiaojun. "Jadi lo nggak punya hak buat ngurusin hidup Lyla lagi"

Tidak merasa tersinggung ataupun kesal, pemuda yang sudah menanggalkan jas kantornya hingga menyisakan kemeja putih dengan dasi longgar itu balik tersenyum meremehkan.

"Lo nggak bisa memprediksi masa depan, bro" sadar kalau lawan bicaranya merasa bingung, Xiaojun kembali melanjutkan. "Hanya karena sekarang lo itu pacarnya Lyla, bukan berarti lo yang bakal berjodoh sama dia. Jadi jangan terlalu percaya diri"

Si lawan bicara Xiaojun bukan jenis orang yang pintar mengontrol emosinya selain dengan Lyla, namun Jeno juga sadar dia tidak bisa melayangkan tinjunya pada wajah menyebalkan Xiaojun sekarang mengingat posisinya yang masih berada di apartemen gadis itu. Ditambah lagi disini masih ada Soobin, Jeno tidak mau menunjukkan sisi lain dari dirinya yang mungkin akan membuat anak itu mengurungkan niat untuk merestui hubungannya dengan sang kakak.

Jeno rasa Xiaojun beruntung karena tidak harus merasakan sakitnya pukulan dari seorang Lee Jeno, sehingga ia hanya melipat tangannya ke dada sembari berusaha meredakan amarahnya sendiri.

"Gue heran, kenapa lo bisa sepercaya diri itu?"

Xiaojun tertawa pelan, terkesan sombong dan meremehkan. "Karena gue punya kartu As. Makanya gue pernah bilang kan sebelumnya kalau gue masih selangkah lebih maju ketimbang lo?"

Sumpah demi apapun, wajah Xiaojun saat ini begitu menyebalkan. Sampai-sampai tangan Jeno begitu gatal ingin melayangkan setidaknya satu pukulan di rahangnya. Tapi untuk yang kedua kalinya, Jeno mencoba untuk sabar.

Jujur saja awalnya Jeno kira Xiao Dejun itu tipe orang yang kalem, bisa terlihat dari wajahnya yang terkesan cool dengan alis mata tebal yang membingkai bagian atas matanya. Tapi saat mengetahui langsung bagaimana sikap dingin Xiaojun yang secara terang-terangan dia tunjukkan, Jeno tidak bisa untuk tidak menganggap pemuda Xiao itu ancaman baginya.

Obsesi Xiaojun untuk mendapatkan Choi Lyla masih begitu besar, dan Lee Jeno tidak akan tinggal diam.

Sementara itu di bagian lain dari ruangan apartemen Lyla, tepatnya pada kamar tamu yang selama beberapa hari ini Soobin tempati, terlihat sekarang remaja laki-laki tersebut menutup mulutnya dengan tangan guna menahan tawa. Sedangkan si kakak, Choi Lyla, nampak mendengus sebal

"Tuh dengar, kakak direbutin dua cowok ganteng di luar" ucap Soobin seolah mengejek Lyla dengan tawa pelannya.

Posisi kamar yang tidak begitu jauh dengan ruang tamu membuat percakapan antara Jeno dan Xiaojun terdengar sampai ke telinga Lyla juga Soobin yang masih saja cekikikan. Entah kedua laki-laki itu sadar atau tidak kalau pembicaraan mereka bisa terdengar sampai ke objek yang dibicarakan, mengingat unit apartemen ini terbilang kecil dan tidak kedap suara.

Two Sides ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang