『TLIW//51』

80 21 4
                                    

Pantas saja Mia tidak datang setelah dua minggu ia dilarang berangkat ke sekolah. Ternyata selama itu, dia juga sedang beristirahat di rumah sakit karena penyakit yang dideritanya, Neuroma Akustik. Entah sejak kapan ia menderita penyakit itu.

Gadis itu terbaring lemas di ranjang. Wajahnya pucat dan tak hanya itu, beberapa helai rambutnya telah rontok. Napasnya sedikit tersengal dan bicaranya susah.

"Sayang, maafkan Mama, seharusnya dulu Mama segera membawamu ke rumah sakit, Mama tidak menyangka akan seperti ini jadinya." Wanita paruh baya dengan syal berwarna cokelat itu mengelus rambutnya.

Mia mengangguk lemas, tangannya yang bebas ia gunakan untuk meraih tangan Soraya--Mamanya.

"Ma, aku mau ... Enzo di sini, Ma," pintanya dengan napas yang masih tersengal. Mia ingin Dheazka datang ke sini. Bukan karena ingin memuaskan dirinya karena obsesinya terhadap Dheazka.

Hanya saja, ia ingin ... meminta maaf.

"Tidak bisa, Sayang. Enzo sedang sibuk karena acaranya dengan keluarganya. Sekolah hari ini ulang tahun, dia bahkan tidak memberitahu Mama." Soraya menggeleng pelan, ia menatap tidak tega kepada putrinya.

"Maaa ... tolong, Lisa pikir, ini adalah ... permintaan terakhir Lisa, sebelum Lisa nanti pergi." Sepertinya baru kali ini Soraya melihat putrinya menangis. Selama ini, Mia adalah gadis yang angkuh. Selalu saja ingin menang sendiri. Selain itu, Mia juga sangat manja. Mungkin, ini karena sejak kecil ia terbiasa membebaskan Mia.

"Baik, Sayang. Mama akan mengabari Enzo sekarang, mungkin besok dia sudah sampai di sini. Kamu yang sabar, Sayang. Lisa gadis yang kuat!" Soraya menyemangati putrinya. Wanita itu pun keluar dan segera menelepon Dheazka seperti yang ia katakan.

Mia menerawang langit-langit rumah sakit. Mengingat masa-masa kecilnya dengan Dheazka. Jika bisa, gadis itu ingin kembali kecil lagi, agar ia bisa bersama Dheazka sepuasnya.

"Enzo gégé! Aku menyukaimu, apakah kamu juga menyukaiku?" Lisa menatap lekat-lekat anak laki-laki di sampingnya.

"Tentu saja. Aku menyukaimu, Lisa. Kamu sangat imut, aku sangat menyukaimu!"

Kedua anak kecil itu tertawa. Rasa suka mereka hanya sebatas mulut saja, ya, anak-anak seusia mereka tidak pernah akan tahu apa itu suka dan cinta.

"Kalau begitu, mari berjanji! Aku berjanji untuk selalu menyemangatimu, selalu berada di sampingmu, agar aku bisa melindungimu dari kakak senior yang nakal itu!" Gadis kecil tersebut mengulurkan tangannya.

"Kalau aku, aku berjanji untuk bersamamu. Oh iya, kemarin aku dan asistenku menonton drama bersama. Ada dua anak kecil seperti kita, anak laki-laki dan perempuan. Lalu, anak perempuannya meminta teman laki-laki itu untuk menikah. Kira-kira, jika aku meminta untuk menikahimu, bagaimana?" Enzo membalas uluran tangan itu.

"Memangnya, kamu tahu apa itu menikah?"

"Tidak. Aku hanya mendengarnya dari televisi. Tapi, kamu mau menikah denganku?"

"Ketika besar nanti," lanjut anak laki-laki itu.

"Kalau selalu bersamamu, aku mau. Tapi, begitu aku mengetahui arti menikah, kamu yakin akan menikahiku? Ah, pembicaraan tentang menikah membuatku bingung!" Lisa mengacak rambutnya.

"Jangan dibicarakan, mari lakukan ketika kita sudah besar! Katanya, menikah itu untuk dua orang yang saling menyukai dan mencintai. Katakan sekali lagi, aku menyukaimu."

Rasanya begitu sesak mengingat kejadian itu. Percakapan konyol anak-anak membuat obsesinya kepada Dheazka semakin menjadi. Berbagai cara akan ia lakukan untuk mendapatkan hati Dheazka.

THE LOVE I WANT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang