『TLIW//68』

79 14 10
                                    

❛❛Protect you from afar is enough than holding your hands. I will be your comfort lying here in my chest. I'll hide my love for you and gently keep it with me. Just think of the tenderness behind the flower.❞

"The Tenderness Behind Flower"
-

Darren Chen-

.
.
.

"Ibu Araya demam, beliau harus banyak istirahat dan kalau bisa, jangan banyak beban pikiran. Oh iya, Bu. Sejak tadi beliau meracau dengan tidak jelas, seperti memanggil nama seseorang. Mungkin, jika orang tersebut didatangkan, dia akan bangun. Ini adalah obatnya, kalau begitu saya permisi," jelas dokter panjang lebar.

Wendy tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih banyak, Dokter." Wanita bersetelan jas putih itu berjalan meninggalkan kamar putrinya.

Wendy berjalan menuju kamar Araya kembali. Ia mengelus kepala Araya. Tangannya menggengam tangan Araya. Berharap putrinya tersebut segera sadar.

"Dia akan baik-baik saja." Suaminya, Johnny, pria paruh baya itu mendampinginya.

Mereka sama-sama berharap agar Araya segera membuka matanya. Awalnya, mereka senang ketika semalam Araya kembali pada rumahnya. Namun, tiba-tiba tubuh putrinya itu ambruk.

Bahkan, dalam tidurnya, Araya menangis. Wendy dengan sabar mengusap air matanya. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan putrinya yang sudah dewasa ini.

"Araya harus sembuh dan dia harus bahagia," ucapnya lirih.

Perlahan kedua mata Araya membuka, samar-samar ia mendengar isakan kedua orang tuanya.

"Maaa, Paaa," lirihnya dengan suara yang serak.

"Araya? Kamu sudah sadar, Nak?"

"Saya baik-baik saja," ucapnya sambil tersenyum. Ia menyesal waktu itu mengabaikan kedua orang tuanya di butik tempatnya bekerja.

"Ini, minumlah!" Wendy membantu Araya meminum air hangat.

Wanita itu duduk bersandar pada ranjangnya, ia sudah tidak lagi mengenakan dress sialan yang ia kenakan semalam. Piyama berbahan satin adalah satu-satunya pakaian yang ia kenakan saat ini.

"Bagaimana? Pusing atau sakit yang lain?" Terlihat pria paruh baya itu sangat khawatir dengan kondisinya.

"Sudah saya bilang, saya baik-baik saja."

"Araya, jangan begitu. Kami adalah orang tua kamu, Nak. Jangan bersikap formal lagi," tutur Wendy sembari memeluk Araya.

Araya membalas pelukannya. Setelah bertahun-tahun ini, seorang Mama kembali memeluknya. Memberikan pelukan terhangat yang pernah Araya rasakan.

Biarlah ia terlihat seperti anak-anak yang rindu dipeluk orang tuanya, namun kenyataannya adalah seperti itu. Ia rindu pelukan. Araya rindu kasih sayang.

"Aku ... aku tidak akan tinggal di rumah kost lagi. Karena rumahku adalah kalian."

***

Meskipun begitu, Araya tidak ingin menceritakan bahwa semalam ia terluka dengan hebatnya akibat Jennifer dan Reiga. Araya akan bersikap seolah-olah dirinya tidak tahu tentang hubungan mereka.

Lalu, saat ini. Ia melihat bagaimana senangnya orang tua Reiga ketika bertemu dengan kedua orang tuanya. Mereka datang dengan Reiga ke rumahnya.

Araya tidak menatap wajah Reiga, jika menatap wajah itu, tiba-tiba ia ingin menghantamnya.

THE LOVE I WANT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang