『TLIW//54』

79 22 9
                                    

"Eh, tau nggak sih? Masa nggak boleh bawa handphone, nyebelin banget 'kan?" kesal Araya sambil berjalan memegangi lengan Dian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh, tau nggak sih? Masa nggak boleh bawa handphone, nyebelin banget 'kan?" kesal Araya sambil berjalan memegangi lengan Dian.

"Nggak boleh. Itu peraturan," sahut Devan yang berjalan di belakangnya.

"Pakai kedengeran lagi," gerutu Araya.

"Ya udah, kita patuhin aja apa yang jadi aturan. Nanti malah—eh gue kebelet!" Dian berhenti, gadis itu berjinjit-jinjit di tempat. Araya menertawakannya.

"Nggak tahu malu lo! Di sini ada Kak Devan, Marvin sama Rafa!" ejeknya dengan tawa yang semakin menjadi.

Dian menatap ketiga siswa laki-laki itu canggung. Lalu berlagak seolah-olah ia tidak kenapa-kenapa.

"Eumm, maksud gue, kebelet itu pengin cepet sampai ke tenda lagi, gitu!" Gadis itu menarik tangan Araya.

"Malu banget anjir!" umpatnya kepada Araya.

"Eh, itu ada tanda!" Araya berlari mendekati tanda panah berwarna putih.

"Mana kayunya? Gue kira di bawahnya," bingung gadis itu.

"Maksudnya, kalau ada tanda seperti ini, kita harus nyari di sekitarnya. Begitulah," jelas Devan mulai mencari kayu-kayu untuk dikumpulkan.

"Oh." Araya langsung meminta Dian untuk mengarahkan senter kepadanya. Ia menemukan beberapa ranting kering di dekatnya.

"Sini, Ra. Biar gue yang bawa," ujar Rafa sambil menerima kayu dari Araya. Melihat itu, Araya langsung memberikan banyak sekali kayu kepada Rafa.

"Makasih," ucapnya sambil tersenyum melihat wajah keberatan dari Rafa.

"Pinter banget lo." Dian meninju lengan Araya.

"Iya, lah! Araya gitu!"

"Eh, lo pernah denger cerita tentang hutan ini nggak?" tanya Dian sambil berbisik.

"Emang ini di hutan? Gue rasa belum deh, kalau ke dalam lagi, itu baru hutan." Zira menjelaskan.

"Dari tadi kek, diem mulu si Zira," ucap Araya merangkul gadis itu.

"Lanjutin, Yan!"

"Katanya, di sini pernah terjadi kasus pembantaian keluarga."

"Hah?!"

"Diem, jangan berisik! Nanti kelompok lain tau kalau kita punya banyak kayu di sini," ucap Rafa memperingatkan.

THE LOVE I WANT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang