『TLIW//13』

200 76 2
                                    

Tidak biasanya ada pengendara ugal-ugalan lewat di depan rumah Araya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak biasanya ada pengendara ugal-ugalan lewat di depan rumah Araya. Kompleks perumahannya biasanya sepi, mungkin suara motor bebek milik penjual bakso yang biasanya lewat malam-malam, itu suara motor paling berisik.

Gadis itu sedang bermain bola di tanah kosong samping rumahnya, tepatnya di depan taman tempat waktu itu Dheazka memeluknya. Kenapa ingatan tentang taman itu malah menuju kepada Dheazka?

"Akhh!" Araya menendang bola itu kuat-kuat dan sampai membentur batang pohon beringin, kemudian memantul dan berhenti tepat di depan Araya lagi.

Menyadari apa yang ia lakukan, Araya segera mengambil kembali bola itu. Mengelus-elus permukaannya yang sudah tidak halus lagi.

"Untung masih utuh," ucapnya lega.

Ia dikejutkan lagi dengan suara klakson mobil dari depan rumah, Araya segera melihat siapa yang datang.

Sebuah Mercedes-Benz C-Class baru saja memasuki halaman rumahnya, Araya melompat senang. Ia segera berlari memasuki rumahnya.

"Om Ray! Tante Liz!" teriak Araya begitu melihat dua orang yang baru saja turun dari mobil.

"Tumben main ke sini," kata Araya memeluk Liz kemudian menatap Ray dengan sebal.

"Kata sopir taksi tadi kamu nggak ada di sekolah. Kamu di mana aja Yaya?" tanya Ray sambil memasuki rumah milik kakaknya.

Araya terkejut, tentu. Ia lupa jika tadi adik dari papanya ini memesankannya taksi. Ah, mungkin saking senangnya diantar Reiga, Araya jadi lupa jika ia tadi menunggu taksi dari Omnya.

"Itu ... taksinya lama banget datangnya, Yaya pulang dianter temen kok," jawab Araya sambil menuntun dua orang dewasa ini duduk.

Ray langsung menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa, melepaskan jasnya dan meletakkannya di sampingnya.

"Om kira Yaya hilang," ucap Ray bercanda, laki-laki dewasa itu menjitak pelan dahi Araya.

"Jennifer mana?" Liz mengamati sekeliling, kemudian menatap Araya lagi.

Araya langsung diam, ia mengelus dahinya yang baru saja terkena jitakan dari Omnya itu.

"Jenn—Kak Jennifer ada kuliah. Sekarang di kampus." Lagi-lagi Araya meralat perkataannya yang lupa meletakkan embel-embel 'Kak'.

"Oh begitu. Ngomong-ngomong, teman Yaya laki-laki apa perempuan?" Liz tampak menggoda Araya, keponakannya itu wajahnya sudah memerah, ia tertawa kecil sambil menepuk pundaknya.

"Laki-laki, hehe," cicit Araya malu-malu, gadis itu menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.

"Yaya ngapain aja kalau di rumah sendiri? Jennifer dan Kak Wendy kan belum pulang?" tanya Om Ray sambil meyeruput kopinya yang baru saja Bi Mira siapkan.

"Ngapain aja ya? Yaya biasanya main bola, buat puisi, nonton pertandingan bola di kamar, atau nggak ya kerjain PR. Kok Yaya gini amat sih?" Araya mengucapkannya sambil menyadari ternyata ia memang berbeda dari teman perempuan lainnya. Biasanya kan anak muda seperti Araya itu jalan-jalan ke mall, hang out bareng, sedangkan ia?

THE LOVE I WANT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang