『TLIW//61』

68 17 2
                                    

"Raya, aku minta maaf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Raya, aku minta maaf. Apa yang aku lakukan itu adalah salah. Aku mohon kamu maafin aku. Aku janji, kejadian itu tidak akan terulang lagi. Tapi, aku telah dibutakan cinta. Kini aku sadar, kalau aku cuma butuh kamu."

Araya menatap Reiga di depannya. Kedua tangannya digenggam dengan erat oleh Reiga. Mau tak mau Araya mengangguk, tak seharusnya laki-laki itu meminta maaf padanya.

"Aku tidak marah, Kak. Sama sekali tidak. Seribu pintu maaf akan selalu terbuka untukmu. Asal janji itu benar kamu buktikan. Kak Reiga tahu? Aku lebih mencintaimu daripada kamu mencintaiku." Araya rasa ia sangat puitis. Padahal hanya asal berucap.

"Aku janji, apapun untuk kamu. Oh, ya. Aku sudah lulus, kita tidak satu tempat lagi. Aku sudah mendaftarkan di Universitas Harangga. Hasilnya keluar tiga hari lagi, kamu tidak perlu bersedih jika kita menjadi jauh. Setiap Sabtu dan Minggu aku janji akan menemuimu," jelas Reiga. Laki-laki itu mengangkat tangan Araya, membawanya ke depan bibirnya dan menciumnya.

"Sering-seringlah menemuiku, Kak. Aku yakin pasti aku sangat rindu," pinta Araya dengan mata yang berkaca-kaca. Sebentar lagi mungkin ia akan menangis.

"Hei, kamu ngapain nangis? Kamu sudah dewasa, kelas sebelas SMA. Lagipula kita masih berada di satu kota. Jangan khawatir," hibur laki-laki itu. Ia berpindah kursi hingga menjadi di samping Araya, memeluk kekasihnya itu dari samping.

Araya merasa nyaman ketika mendapat pelukan dari orang lain. Sebab ia tak pernah merasakannya.

***

"Kak Reiga, dia adalah laki-laki baik, itu pendapatku. Meskipun kelihatannya dia sangat sibuk, aktivitasnya padat, tapi dia tidak pernah lupa akan aku. Pernah aku hampir dibuat kecewa olehnya, ketika aku mengetahui 'hal' itu dari sebuah video yang direkam oleh sahabatku sendiri. Namun tak lama, dia sadar dan meminta maaf kepadaku. Memintaku agar memulai semuanya lagi dari awal."

"Bagaimana bisa aku menolaknya kalau di hatiku pun masih sama terukir namanya. Catatan ini aku tulis sebagai bukti bahwa aku benar-benar mencintai Kak Reiga. Ah, mungkin ini memberi kesan alay. Aku tidak pandai merangkai kata-kata menjadi kalimat yang akhirnya menyusun sebuah paragraf. Aku hanya bisa menyampaikan isi dari hatiku yang paling dalam."

"Namun, mengapa rasanya ada sesuatu yang mengganjal di sana? Aku pikir, semuanya baik-baik saja. Ternyata tidak sebaik itu, sesuatu tersebut, aku belum juga mengetahuinya. Mungkin suatu saat."

Araya menutup buku diary miliknya setelah selesai membacanya. Begitulah Araya, dia selalu menulis apa yang ia rasakan hari ini atau hari kemarin. Meskipun terkadang ia lupa karena malas menulisnya.

Araya lebih senang menulis semacam itu dari pada materi pelajaran. Bukan sombong, Araya memang lebih suka mengingat dari pada menghafal. Araya juga menjadi jarang belajar akhir-akhir ini, ia sering memainkan handphone meski hanya melihat konten YouTube.

THE LOVE I WANT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang