『TLIW//50』

84 23 0
                                    

Tidak bisa menolak, Araya hanya menurut ketika orang tuanya memintanya untuk pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak bisa menolak, Araya hanya menurut ketika orang tuanya memintanya untuk pulang. Tentunya bersama Justin yang kini duduk di sampingnya.

Araya bahkan menjaga jarak dengan laki-laki itu. Ia takut, tebakannya menjadi kenyataan. Kenyataan yang jauh melenceng dari apa yang ia lihat di masa depannya.

Gadis itu memandangi sekeliling rumah. Masih sama seperti dulu, tepatnya ketika ia terakhir kali menginjakkan kaki di rumah besar ini.

Tapi, Araya mengernyit ketika melihat sosok yang ia rindukan, sedang menyapu halaman depan. Araya langsung berlari menuju wanita paruh baya itu.

"Bi Mira!" Araya langsung memeluknya.

"Eh, Araya?" Wanita itu balas memeluk Araya, memberikan pelukan hangat kepada gadis yang sudah ia anggap anaknya sendiri.

Ia terkagum dengan tubuh Araya yang semakin tinggi, padahal belum ada setahun mereka tidak bertemu. Gadis itu juga terlihat semakin cantik.

Araya masih memeluk wanita itu. Pelukannya terasa semakin hangat. Hal ini adalah sesuatu yang Araya inginkan.

Pelukan hangat dari seorang ibu.

"Sejak kapan Bi Mira datang lagi? Aku kira, Bi Mira bener-bener selamanya ninggalin aku."

"Satu minggu lalu, Bi Mira ke sini untuk kamu." Tangan wanita itu membelai pipi Araya.

Gadis itu menahannya. Tangan Bi Mira sudah banyak memiliki keriput. Tangan ini adalah tangan yang pernah mengelus kepalanya saat ia susah tidur. Tangan ini juga yang setiap hari menyuapinya sarapan. Serta, tangan dengan siap menghapus air matanya ketika ia menangis.

"Araya, masuk!" Tiba-tiba, Johnny datang menarik tangannya. Tentu Araya terkejut. Bagaimana tidak?

Gadis itu menatap Bi Mira yang tersenyum menatapnya. Meyakinkan semuanya akan baik-baik saja.

Tapi, Araya tidak merasa seperti itu. Detik demi detik terlewati, dan Araya semakin cemas membayangkan pikirannya terjadi.

Justin masih duduk si tempat yang sama. Laki-laki itu berbicara santai dengan Mamanya.

"Araya, lebih baik kamu cepat putus saja dengan mantan Jennifer itu. Karena Papa sudah menemukan yang lebih baik untuk kamu, ini dia, putra tunggal dari teman Papa, Justin William."

Deg

Ternyata benar apa dugaannya.

"Kalian telah kami jodohkan. Justin, bukankah kamu sudah mengetahuinya? Jauh-jauh hari orang tuamu sudah berunding dengan kami."

Araya menatap laki-laki di sampingnya yang tersenyum. Senyum yang sedikit dipaksakan.

Araya dapat melihat ekspresi wajah Justin yang sungguh tidak enak. Araya menebak, sebenarnya Justin juga tidak menginginkannya.

THE LOVE I WANT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang