Sejak pagi badan Araya sudah terasa tidak enak, kepalanya juga pusing. Tapi ia memaksakan untuk berangkat sekolah karena pertandingan bola latihan pertamanya.
Apalagi lawannya adalah teman-teman Mia si primadona sekolah, jadi kalau ia tidak berangkat, disangka takut nantinya.
Saat pelajaran berlangsung pun, Araya tidak fokus.
Ia bergerak ke kanan dan ke kiri risi, badannya tidak enak. Gita yang tidak peka juga diam saja, ia tak menanyakan kondisi sahabatnya itu. Jangan ditanya, tingkat kepekaan seorang Sahara Gita memang jauh lebih rendah dari minus.
Saat bel istirahat juga Araya tidak keluar kelas, ia meletakkan kepalanya di meja, dengan tangan yang dilipat menjadi bantalannya. Di kelas itu Araya sendiri, ia berjalan menuju kotak P3K di sudut kelasnya untuk mencari minyak angin.
Baru saja ia akan membuka kotak itu, tubuhnya jatuh ke lantai. Tapi ia tidak pingsan, hanya lemas.
Karena pintu kelas yang tertutup, tidak ada satupun siswa yang melihat Araya. Gadis itu mencoba berdiri dan berjalan pelan ke tempat duduknya lagi.
Matanya sudah berair, keningnya panas sekali. Tapi telapak tangannya dingin. Gadis itu menelungkupkan wajahnya di meja kembali, namun ia segera duduk tegak ketika pintu kelas dibuka.
"Raya, lo kenapa?"
Araya menoleh, ternyata Reiga yang datang.
"Kak Reiga kenapa di sini?" Araya menyibakkan rambutnya ke belakang, menampakkan wajah pucatnya.
"Tadi disuruh Gita ngambil uang, lo kenapa?" jawab Reiga cepat sekali.
Araya diam, ia tersenyum dengan bibir pucatnya itu, perlahan ia berdiri ingin membuka tas Gita dan mengambilkan uang, namun tubuhnya jatuh ke lantai.
Tapi kali ini ia benar-benar pingsan.
***
Araya membuka matanya perlahan, ia menatap sekeliling, di UKS.
Hanya ada dua siswi yang sepertinya petugas PMR di dekat ranjang Araya.
Araya menoleh ke samping, tirai yang membatasi dengan ranjang lain sedikit terbuka, menampakkan kepala seseorang yang juga terbaring lemas di atas ranjang. Lagi-lagi ia mengernyit melihat siswa yang sama dengan hari kemarin.
"Araya udah sadar?" tanya Diska, salah satu petugas PMR.
"Masih pusing nggak?" tanyanya lagi.
Araya menggeleng, padahal kepalanya masih sedikit pusing.
"Beneran? Kalau masih, mau dipanggilkan dokter soalnya," tambah Fika, petugas PMR lainnya.
Araya hanya menggeleng. Ia tidak ingin merepotkan semuanya hanya karena dirinya.
"Ya sudah, ini dimakan dulu, terus diminum paracetamol-nya," ucap Fika memberikan semangkuk bubur ayam kepada Araya.
Araya menerima bubur itu, memakannya pelan, rasanya hambar sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOVE I WANT ✓
Genel KurguTHE LOVE I WANT || TAMAT || PART LENGKAP ✓ --- ❝Cinta yang aku inginkan, aku hanya menemukannya di dalam dirimu. Dan cinta yang kamu berikan menjadi cinta yang aku butuhkan selama ini. Tidak ada satupun orang yang mampu membuatku tertawa dan menangi...