❝Jika kamu dapat mengingat hati yang dipenuhi dengan ketulusan setelah waktu berlalu. Bisakah kamu mengatakannya, bahwa kamu pernah bahagia juga? Aku menangis bersamamu, aku tertawa, dan aku menantikan itu.❞
"That's Okay"
-D.O-
.
.
.Mendadak, ruangan kamar bernuansa abu-abu dan hitam itu menjadi ruang sidang. Araya dan Dheazka duduk bersisian di pinggir ranjang. Sedangkan di depannya, wanita bermata bulat itu berjalan mondar-mandir dengan tangan di pinggang.
"Gita, ini nggak--"
"Diem! Gue nggak butuh jawaban. Apa yang gue lihat itu nyata, dan mata gue ternodai anjay!" Gita menunjuk wajah Araya.
"Halah, lo suka lihat orang ciuman dulu!" cibir Dheazka membuat Gita berpikir.
"Nggak usah dibilangin juga!" Gita memukul bahu Dheazka.
Tadi, ketika Dheazka tersenyum menatap layar handphone, adalah saat pria itu meminta Gita membelikannya makanan untuk Araya, ia juga memberitahu Gita jika Araya sedang demam.
Gita malah mengirimkannya foto-foto konyolnya waktu di Shanghai. Dheazka tidak bisa untuk tidak tertawa.
Dan ketika wanita itu sudah sampai, Dheazka bahkan lupa menutup pintu saat 'melakukan' aksi gilanya.
Alhasil, Gita berdiri di depan mereka dengan tatapan mengintimidasi.
"Gue tau kalian udah mau kawin, tapi nggak gini juga. Nanti kalau kalian kebablasan, terus lo lupa makai--"
"Berisik lo! Araya lagi sakit ya, lo malah ngelantur. Isi otak lo apaan sih?" Dheazka dengan cepat memotong kalimat Gita.
"Eh, bentar-bentar, lo kok ngomongnya gitu ke gue? Gue ini sekretaris lo!" titah Gita membanggakan dirinya. Araya mendelik, ia baru tahu hal ini. Selama ini baik Dheazka maupun Gita tidak pernah memberitahunya.
"Terserah. Yang jabatannya tinggi siapa?!" cibir Dheazka.
"Stop! Stop! Gue ngantuk." Araya kembali tidur dan memeluk gulingnya, ia meringkuk menghampiri mimpinya. Gita sangat menyebalkan!
"Heh, lo sini! Jangan di situ!" Gita menarik tubuh Dheazka agar menjauh dari ranjang Araya. Ia duduk bersampingan dengan pria itu.
"Untung yang datang tadi gue, coba kalau Tante Wendy atau suaminya?! Bisa dicoret dari daftar mantu lo!" bisik Gita dengan ketus.
"Ya nggaklah, Araya sudah tunangan sama gue, jelas-jelas kalau cuma gue suami yang pas buat dia," bangga Dheazka membalas kalimat Gita.
"Ishhh! Rese banget jadi orang! Dahlah, gue mau balik! Awas aja kalau lo ngelakuin macem-macem sama Araya." Gita berjalan dengan cepat meninggalkan rumah Araya.
Sebenarnya, ia juga tidak percaya dengan apa yang tadi ia lihat dengan kedua matanya sendiri. Huhu, ternodai.
***
Dheazka menghembuskan napasnya, ia mengusap tengkuknya berkali-kali. Untung saja hanya Gita, si kutu kupret peliharaannya. Ia masih beruntung.
Matanya berkeliling menatap kamar Araya yang sejak tadi memang berantakan, bisa-bisanya Araya tertidur nyaman dalam keadaan seperti ini.
Ia pun mulai membereskan kamar wanita yang tengah tertidur itu. Banyak pakaian Araya yang tersampir sembarangan di kursi, buku-buku dan majalah yang berserakan di lantai, serta rak sepatu yang berantakan.
Dheazka heran dengan wanita satu itu. Berani berpenampilan rapi dan elegan, namun di dalam kamarnya begitu berantakan.
Tepat tengah malam ia selesai membereskan kamar luas tersebut. Tubuhnya kali ini merebah di sofa. Ia melipat tangan kanannya untuk dijadikan bantalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOVE I WANT ✓
Fiksi UmumTHE LOVE I WANT || TAMAT || PART LENGKAP ✓ --- ❝Cinta yang aku inginkan, aku hanya menemukannya di dalam dirimu. Dan cinta yang kamu berikan menjadi cinta yang aku butuhkan selama ini. Tidak ada satupun orang yang mampu membuatku tertawa dan menangi...